Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir bukan hanya sebagai alat ukur prestasi belajar, tetapi juga sebagai upaya menghadirkan keadilan dan keterbukaan dalam sistem penilaian pendidikan di Indonesia. Selama ini, perbedaan standar antar sekolah membuat nilai rapor tidak selalu mencerminkan kemampuan yang setara. Nilai tinggi di satu sekolah bisa memiliki bobot berbeda di sekolah lain, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keadilan seleksi.
Tes Kemampuan Akademik (TKA) menjadi solusi atas kesenjangan tersebut. Melalui instrumen yang disusun secara nasional, TKA menilai kemampuan akademik siswa secara objektif dan terukur. Dengan demikian, seleksi berbasis prestasi dapat dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel, tidak lagi bergantung pada nilai rapor semata. Data Kemendikbudristek menunjukkan bahwa sekitar 65% sekolah di Indonesia masih kesulitan menerapkan sistem evaluasi yang bisa dibandingkan antarwilayah.
Selain sebagai alat ukur, TKA juga membantu memperkuat mutu evaluasi sekolah. Sekolah yang melaksanakan penilaian dengan jujur biasanya memiliki hasil ujian internal yang selaras dengan nilai TKA. Sebaliknya, perbedaan mencolok antara keduanya bisa menjadi sinyal perlunya perbaikan sistem pembelajaran.
Secara hukum, TKA memiliki dasar kuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari sisi filosofis, tes ini mencerminkan prinsip pendidikan yang adil, objektif, dan akuntabel. Sementara dari sisi sosial, TKA menegakkan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan dengan menilai bukan hanya angka, tetapi juga integritas proses belajar.
Tidak Sentralistik, Tapi Kolaborasi Lintas Sektor
Penerapan TKA tidak bersifat sentralistik. Untuk jenjang SD dan SMP, pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah dalam penyusunan dan perancangan soal. Pendekatan ini mencerminkan desentralisasi pendidikan yang sehat serta membuka ruang bagi konteks lokal untuk diakomodasi. Pada tahun 2023, lebih dari 380 kabupaten/kota berpartisipasi dalam penyusunan soal dan pelatihan TKA, menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pusat, daerah, sekolah, guru, dan masyarakat.
TKA juga menjadi wujud nyata sinergi lintas sektor dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi merupakan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan. Sinergi ini sejalan dengan target peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK dari 62% pada 2021 menjadi 70% pada 2025.
Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua
Keunggulan TKA terletak pada sifatnya yang tidak membebani guru maupun siswa. Tes ini tidak menentukan kelulusan, melainkan berfungsi sebagai pelengkap penilaian sekolah. Guru tetap memiliki peran utama dalam menilai dan membimbing siswa, sementara TKA membantu memperkuat objektivitas dan integritas proses tersebut.
Namun, pemerintah perlu memastikan agar TKA tidak menimbulkan trauma seperti Ujian Nasional di masa lalu. Sosialisasi publik harus menekankan bahwa TKA adalah sarana bantu, bukan beban tambahan. Penegasan bahwa TKA bersifat opsional dan berfungsi sebagai referensi seleksi akademik perlu terus disampaikan.
Pemerataan akses juga menjadi hal penting. Siswa dari keluarga kurang mampu sering kali menghadapi keterbatasan fasilitas belajar. Karena itu, pemerintah perlu menyediakan dukungan seperti modul belajar gratis, akses platform daring, dan pendampingan berbasis komunitas. Hingga kini, baru sekitar 48% siswa di daerah tertinggal yang memiliki akses digital memadai.
Jika dikelola dengan baik, TKA dapat menjadi sarana penguatan karakter siswa. Tes ini mendorong kemampuan berpikir kritis, literasi dasar, dan pemecahan masalah—kompetensi utama dalam Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, pendidikan tidak lagi berfokus pada hafalan, tetapi pada pemahaman dan penerapan pengetahuan.
Berbagai program pemerintah seperti perluasan Program Indonesia Pintar, digitalisasi sekolah, dan peningkatan kompetensi guru melalui Platform Merdeka Mengajar merupakan bagian dari semangat yang sama untuk mewujudkan pendidikan yang adil dan berkualitas.
Penutup
TKA merupakan langkah strategis menuju sistem evaluasi pendidikan yang objektif, transparan, dan berintegritas. Tes ini bukan pengganti guru, melainkan pendukung upaya menciptakan pendidikan yang lebih adil, terbuka, dan bermutu. Dengan kolaborasi yang kuat, komunikasi publik yang baik, dan kebijakan yang tepat, TKA berpotensi menjadi simbol kemajuan pendidikan Indonesia menuju generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.
*)Artikel ini merupakan hasil kerjasama IBTimes dengan BKHM Kemendikdasmen RI

