IBTimes.ID – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah memecat lebih dari 4.100 pegawai negeri sipil akibat kebijakan penghentian operasional atau shutdown pemerintah sejak 1 Oktober lalu.
Sebagaimana diberitakan CNN Indonesia, jumlah pegawai yang dipecat mencapai 4.108 orang. Berdasarkan dokumen resmi yang diajukan ke Kementerian Kehakiman pada Selasa (14/10). Dalam dokumen terpisah, kementerian memperkirakan angka itu bahkan bisa mencapai 4.278 pegawai.
Pemangkasan tersebut memang hanya sebagian kecil dari total sekitar 2 juta pegawai sipil di pemerintahan AS pada awal masa jabatan Trump. Namun, langkah ini tetap menuai kecaman luas, termasuk dari serikat pekerja federal yang menggugat kebijakan PHK massal tersebut ke pengadilan.
Menurut serikat pekerja, pemecatan tidak seharusnya dilakukan di tengah shutdown karena kebanyakan pegawai justru tidak menerima gaji. “PHK bukan hal penting yang dilakukan saat pemerintah melakukan shutdown,” demikian isi gugatan mereka. Sidang atas gugatan itu digelar pada Rabu (15/10).
Anggota parlemen dari Maryland dan Virginia juga menentang langkah ini. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak hanya merugikan pegawai federal. Tetapi juga berdampak luas terhadap layanan publik dan perekonomian lokal di sekitar wilayah Washington D.C. Banyak kantor pemerintahan terancam tutup sementara, dan ribuan pekerja sipil berpotensi tidak menerima gaji tepat waktu.
“Kami tak akan didefinisikan oleh orang-orang yang tak punya sedikitpun empati,” ujar Don Beyer, anggota DPR dari Fraksi Demokrat.
Trump berdalih kebijakan itu merupakan konsekuensi dari kebuntuan politik anggaran akibat Partai Demokrat yang menolak mendukung rancangan undang-undang fiskal baru. Ia menegaskan bahwa langkah ini perlu diambil untuk menekan oposisi agar mau berkompromi dalam pembahasan anggaran. Sementara Demokrat menuding balik, menyebut pemerintahan Republik-lah yang bertanggung jawab atas krisis tersebut dan menilai kebijakan itu sebagai bentuk kelalaian politik.
Shutdown bukan hal baru bagi AS. Sejak 1981, negara tersebut sudah 15 kali mengalami penghentian operasional pemerintahan yang berdampak besar terhadap ribuan pegawai federal dan roda ekonomi nasional.

