Opini

Memajukan Kesejahteraan Bangsa Perspektif Ekonomi Islam

4 Mins read

Bulan November adalah bulan untuk merayakan Muhammadiyah, di bulan ini Organisasi Keagamaan terkaya nomor empat di muka bumi menurut Seasia Stats tersebut hadir sebagai gerakan sosial-keagamaan. Tepat pada tanggal 18  November 2025 Muhammadiyah sudah menginjak usia yang 113 tahun. Warga, kader dan simpatisan Muhammadiyah menyambutnya dengan antusias dan suka cita baik di dunia nyata maupun di media sosial.

Pada milad ke-113 Muhammadiyah mengambil tema “Memajukan Kesejahteraan Bangsa” tema ini mengingatkan penulis pada seorang tokoh ekonomi Islam dan mantan Ketua Majelis Pembinaan Ekonomi PP Muhammadiyah yaitu (Alm.) Prof. M. Dawam Rahardjo, dia adalah orang yang sangat vokal berpikir mengenai Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Sosial.

Mengenai kata “Kesejahteraan” pada tema Milad, kata kunci ini sangat erat kaitannya dengan frasa “Ekonomi Islam” di samping dengan hubungan lainnya seperti dalam dunia Psikologi, Pendidikan, Kesehatan dan lain sebagainya.

Sebagai pengagum Dawam saya akan mengungkit kembali pemikirannya berkenaan dengan Ekonomi Islam, sebelum tahun 2000-an Dawam sudah mulai gencar menyuarakan Ekonomi Islam sebagai upaya kebangkitan umat Islam Indonesia, ia menganggap bahwa umat Islam Indonesia tidak kunjung maju dan sejahtera karena salah satu penyebabnya masih berjalan di atas sistem ekonomi kapitalistik.

Ekonomi Islam Sebagai Gerakan Kesejahteraan

Dalam mengusahakan terbentuknya kesejahteraan sosial yang ideal bagi umat Islam di Indonesia. Pertama yang harus dilakukan adalah menyegarkan ulang makna Ekonomi Islam, jangan hanya dimaknai sebagai lembaga keuangan syariah yang ditandai dengan berdirinya bank-bank syariah.

Sebaiknya ekonomi Islam harus diterjemahkan ulang pada makna yang sebenar-benarnya yaitu membebaskan manusia dari jerat ekosistem kemiskinan yang menyengsarakan rakyat dan membawa manusia pada kesejahteraan. Menurut Dawam, karena pemaknaan yang keliru tersebut mengakibatkan ekonomi Islam di Indonesia berjalan pada jalan yang bukan semestinya.

Baca Juga  Generasi Z, Deepfake, dan Etika Digital

Lebih lanjut Dawam mengatakan bahwa kata “Islam” yang bersanding dengan ekonomi itu memiliki konsekuensi logis yang luar biasa. Islam memiliki makna kesejahteraan, kedamaian, dan kegembiraan. Jadi sudah semestinya ekonomi Islam itu mampu membawa manusia pada suasana kesejahteraan, kedamaian dan kegembiraan.  

Dia juga menawarkan untuk segera dirumuskan arsitektur ekonomi Islam menggunakan konsep al-maqashid al-syariah sebagai basis doktrin kesejahteraan sosial. Konsep tersebut umumnya ditafsirkan sebagai prinsip dasar hak asasi manusia yang mencakup ekonomi, sosial, dan budaya.

Secara konsep dalam melakukan perlindungan, pemberdayaan, dan penyejahteraan manusia, maka Ekonomi Islam layak menjadi agenda utama dalam meraih prinsip-prinsip tersebut. Ekonomi Islam harus hadir sebagai tenda besar untuk melindungi umat Islam dari bahaya kemiskinan.

Dalam hukum kausalitas, kemiskinan yang tak teratasi sangat berdampak terhadap tidak berkualitasnya makanan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, tempat tinggal dan bahkan bisa berakibat pada baik buruknya kualitas ibadah seseorang.

Merancang Muhammadiyah Sebagai Gerakan Ekonomi Islam

Dalam memaksimalkan peran Muhammadiyah sebagai organisasi mapan secara sumber daya manusia dan keuangan tidak sulit untuk menerjemahkan ekonomi Islam sebagai gerakan kesejahteraan. Organisasi Islam dengan jumlah kader dan warga sebanyak 60 juta lebih (Wikipedia) ini sebaiknya memelopori proyek pemikiran tersebut menjadi gerakan nyata.

Mengingat salah satu ciri khas gerakan Muhammadiyah yaitu suka memelopori gerakan baru  dalam Islam, sehingga tidak jarang orang menyebut Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan Islam Progresif di Indonesia. Muhammadiyah jauh sebelum kemerdekaan sudah lebih dulu memulai gerakan sosial (pendidikan, kesehatan, dan sosial) dan itu terbukti sukses sampai saat ini.

Olehnya, Muhammadiyah yang memiliki banyak sumber daya manusia yang unggul sangat mampu untuk merumuskan sistem Ekonomi Islam. Bagaimana tidak Muhammadiyah memiliki beberapa pemikir dan penggerak yang terhimpun di beberapa majelis dan lembaga di antaranya, Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Ekonomi, Bisnis & Pariwisata, Majelis Pelayanan Sosial, Lembaga Amil Zakat, Infaq dan sedekah dan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah se-Indonesia.

Baca Juga  Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya

Jika pemikir Muhammadiyah tersebut bisa duduk bersama merumuskan dan merencanakan peta jalan ekonomi Islam secara sistematis. Penulis yakin tema Milad ke-113 Memajukan Kesejahteraan Bangsa akan benar-benar kita rasakan.

Meneruskan Pikiran Tiga Tokoh Penting

Pemikir dan aktivis sosial-kemanusiaan yang berkiprah di Muhammadiyah seperti M. Dawam Rahardjo, Moeslim Abdurrahman, dan Said Tuhuleley. Sangat perlu untuk kita lanjutkan pemikirannya tentang keberpihakannya terhadap nasib kesejahteraan manusia dan melawan segala bentuk ketimpangan sosial.

Dawam secara tegas dalam pikiran dan laku menempatkan dirinya untuk selalu menyuarakan hal-hal sosial-kemanusiaan. Juga masih di generasi yang sama ada nama Moeslim Abdurrahman seorang pemikir sosial keislaman yang tajam dan kritis dalam mengungkap fakta-fakta realitas sosial Islam di Indonesia.

Selain dua tokoh tersebut ada praktisi ulung dan juga seorang akademisi yaitu Said Tuhuleley, beliau juga seorang aktivis Muhammadiyah yang telah mewakafkan pikiran dan dirinya semata-mata untuk memberdayakan masyarakat melalui Majelis pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah. Beliau meninggalkan satu adagium gerakan yaitu “selama rakyat masih menderita, maka tidak ada kata untuk istirahat”. Dari ketiga tokoh tersebut di atas kita sebaiknya banyak belajar dan melanjutkan semangat gerakannya.

Muhammadiyah Sebagai Harapan

Pada bagian akhir dari artikel ini, penulis banyak berharap serta menitikberatkan segala bentuk kemajuan bangsa ini terkhusus kesejahteraan sosial kepada Muhammadiyah sebagai civil society dan komunitas etis-religius.

Pemerintah sesungguhnya tidak cukup kuat untuk menyelesaikan misi kesejahteraan secara menyeluruh dibangsa ini. Pemerintah sudah terlampau memiliki banyak beban negara yang entah kapan selesainya, sebutlah utang negara ke bank dunia.

Indonesia layaknya kapal besar, membutuhkan sekoci-sekoci untuk menampung beberapa beban yang dipikulnya. Di antaranya beban tersebut adalah ketimpangan sosial yang begitu menganga tepat di hadapan kita semua.

Baca Juga  Sejarah Penyebaran Tarekat Haddadiyah di Palembang

Muhammadiyah sebagai representasi Islam sebaiknya mengambil tindakan yang melampaui zamannya. Seperti yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan yaitu mampu membaca tanda-tanda zaman dan menjawab permasalahan zamannya dengan merintis pendidikan bagi kalangan pribumi yang tidak dapat merasakan pendidikan saat itu.

Kita harus melihat sejarah untuk menatap masa depan. Maka relevanlah pemikiran Kuntowijoyo yang meletakkan sejarah sebagai hal yang esensial dalam melakukan pergerakan yang mengarah kepada kemajuan yang beliau sebut sebagai kesadaran sejarah.

Penutup

Pada kesimpulannya kesejahteraan sosial Indonesia dari sudut pandang Islam memiliki dua kritik dasar yaitu pertama, tidak adanya konsep ekonomi Islam menuju kesejahteraan sosial. Kedua, komunitas pergerakan Islam seperti Muhammadiyah masih belum berhasil menerapkan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan rakyat. Sebaiknya Muhammadiyah mengambil alih peran strategis ekonomi Islam menuju kesejahteraan sosial dan dipetakan secara baik. Jika Muhammadiyah tidak inisiatif mengambil peran ini, maka sistem kapitalis akan terus merajalela dan ketimpangan sosial akan terus terjadi.

Editor: MS

Avatar
4 posts

About author
Ketum PK IMM Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS, Mahasiswa FAI UMS, dan PW IPM Sulawesi Barat
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *