IBTimes.ID – Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin, mengajak para akademisi dan peneliti dari dunia Islam untuk bersama-sama mencari solusi atas berbagai krisis global, mulai dari isu lingkungan hingga perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI).
Seruan ini ia sampaikan saat membuka Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025 di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Rabu (Kemenag/29/10).
Menurut Kamaruddin, AICIS+ merupakan momen strategis bagi Indonesia untuk menegaskan peran Islam sebagai kekuatan moral, intelektual, dan ilmiah dalam menjawab tantangan kemanusiaan dunia.
Ia menekankan bahwa konferensi ini bukan sekadar forum akademik, tetapi wadah kolaborasi lintas negara, disiplin, dan pendekatan untuk menghubungkan dunia Islam dengan persoalan-persoalan aktual global.
“Islam di Indonesia tumbuh dengan tradisi keilmuan yang terbuka, kritis, dan berorientasi pada kemaslahatan. AICIS+ menjadi ajang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa keilmuan Islam di Indonesia terus berkembang dalam semangat dialog dan keterbukaan,” ujarnya.
Kamaruddin juga menegaskan bahwa Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat peradaban Islam modern yang memadukan nilai spiritual, etika, dan sains dalam menghadapi tantangan zaman.
“Kita hidup di era dua krisis besar—krisis iklim dan perkembangan AI—yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menuntut refleksi spiritual dan intelektual,” tambahnya.
Tahun ini, AICIS+ diikuti peserta dari 31 negara yang membahas tema besar “Islam, Ecotheology, and Technological Transformation: Multidisciplinary Innovations for an Equitable and Sustainable Future.” Tema tersebut menyoroti sinergi antara ilmu keislaman, sains, teknologi, dan ilmu sosial untuk menciptakan masa depan yang adil dan berkelanjutan.
***
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Amien Suyitno, menyebut AICIS+ 2025 sebagai penyelenggaraan paling selektif sepanjang sejarah konferensi.
“Dari lebih dari 2.400 abstrak yang masuk dari 31 negara, hanya 230 yang diterima. Ini menunjukkan peningkatan kualitas riset dan antusiasme yang luar biasa,” jelasnya.
Amien menambahkan, tahun ini AICIS+ juga menghadirkan Riset Expo yang menampilkan hasil penelitian dari madrasah unggulan hingga perguruan tinggi Islam.
“Bahkan beberapa riset siswa madrasah siap terbit di jurnal bereputasi internasional. Ini bukti bahwa pendidikan Islam kita memiliki ekosistem riset yang produktif dan kompetitif,” ujarnya.
Amien turut menjelaskan bahwa tanda “plus” (+) pada AICIS+ melambangkan perluasan cakrawala keilmuan Islam yang menjembatani agama, sains, dan kebijakan publik. “Itulah makna ‘plus’. Kita ingin memperluas pendekatan multidisipliner dan melahirkan ide-ide segar yang relevan dengan tantangan global,” katanya.
Salah satu mahasiswa internasional UIII asal India, Waseem Ahmad Nadaf, yang juga menjadi panitia dan moderator, menyebut AICIS+ sebagai forum yang inklusif dan inspiratif.
“AICIS+ bukan hanya konferensi, tapi festival ilmu. Di sini kita bisa bertukar gagasan lintas budaya dan agama. Saya berharap tahun depan bisa ikut mempresentasikan riset saya,” ujarnya.
Pembukaan AICIS+ 2025 menegaskan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam penyelesaian krisis global melalui penguatan tradisi keilmuan Islam yang terbuka, inovatif, dan multidisipliner.
Konferensi ini menjadi wadah lahirnya gagasan dan kolaborasi lintas negara demi mewujudkan masa depan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
(MS)

