Riwayat Hidupnya
Akal Murni – Al-Farabi itu nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad Al-Farabi (870-950 M). Al-Farabi ini adalah seorang muslim keturunan dari Parsi, yang Parsi sendiri didirikan tepat di kota Farab (Turkestan).
Anak dari orang yang bernama Muhammad ibn Auzalgh seorang panglima perang Parsi dan setelah itu berdiam di Damasyik. Al-Farabi ini belajarnya di Baghdad dan Harran, setelah itu dia pergi ke Suria dan juga Mesir (Siddik, p. 89).
Sebenarnya nama Al-Farabi sendiri diambil dari sebuah nama Kota Farab, yang mana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M).
Ayahnya ini adalah aslinya berasal dari Iran dan kawin dengan ibunya yang berasal dari Turkistan. Setelah itu, ayahnya menjadi seorang perwira tentara Turkestan. Makanya dari itu, Al-Farabi sendiri terkadang disebut berasal dari keturunan Turkestan juga kadang disebut keturunan dari Iran.
Mulai beranjak besar, Al-Farabi ini mulai meninggalkan negerinya untuk perjalanan menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan, dan juga ilmu pengetahuan pada masanya untuk niat belajar, antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius.
Al-Farabi sendiri ketika berada di kota Baghdad. Ia memusatkan perhatiannya itu sangat besar kepada ilmu logika. Soal mengenai pada waktu itu di Baghdad seperti bahasa Arab itu hanya secuil yang ia kuasai, tidak seperti ilmu logika yang memang beliau kuasai secara detail.
***
Ada lagi yang ia pelajari seperti Ilmu Nahwu, ia sendiri belajar Ilmu Nahwu dari Abu Bakar As-Saraj, atau lebih mudahnya saling mengajari satu sama lain.
Karena pada waktu itu, juga ternyata Al-Farabi sendiri mengajari Abu Bakar As-Saraj ini dengan ilmu logika. Jadi sama-sama mendapatkan ilmu yang ia inginkan atau belajar ilmu yang mereka belum tahu kepada orang yang lebih tahu.
Setelah perjalanannya di Baghdad, ia mulai pindah ke Harran, di Harran ini adalah salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Di sana, ia berguru pada Yuhanna bin Jilan.
Tetapi ia tidak lama di sana, kemudian mulai pergi lagi meninggalkan Harran untuk kembali ke kota tujuan awal yaitu Baghdad dan untuk mendalami filsafat sesudah ia mendalami ilmu mantiq atau yang biasa disebut logika.
Di sana Baghdad ia berdiam selama 30 tahun itu sangat lama dan ia mulai mengarang dan memberikan sebuah pelajaran dan juga mengulas buku-buku filsafat, begitu juga ia Al-Farabi ini mempunyai murid yang terkenal pada ini, yaitu Yahya bin Ady (Sudarsono, 2010, p. 31).
Setelah sekian lama kehidupannya dengan mencari ilmu di beberapa kota seperti Baghdad dan Harran, ia pada tahun 330 H pindah ke Damsyik. Di sana, ia mendapatkan kedudukan yang sangat baik dari Saifudaulah, Khalifah Dinasti Hamdan di Halab (Aleppo), dan ia menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337 H, pada usia Al-Farabi yang ke 80 tahun (Hanafi, p. 81).
Penyebutan Bahwa Tuhan itu Akal Murni
Al-Farabi ini dalam metafisikanya mengenai ketuhanan itu ingin menunjukkan tentang keesaan Tuhan dan ketunggalannya. Tidak lupa juga ia ingin menjelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat (substansinya) Tuhan.
Ia menyebutkan bahwa sifat Tuhan itu tidak berbada dari zat-Nya, karena Tuhan itu adalah tunggal. Tuhan itu menurut Al-Farabi adalah akal pikiran murni, karena yang menghalang-halangi sesuatu untuk menjadi akal pikiran dan berpikir adalah berada maka sesuatu itu berada.
Jadi kalau wujud sesuatu itu tidak membutuhkan yang namanya benda maka sesuatu itu benar-benar akal (pikiran). Demikianlah keadaan dari Wujud yang Pertama (Tuhan) (Sudarsono, 2010, p. 35).
Menurut Al-Farabi tidak ada suatu perbedaan antara sifat Tuhan dengan zat substansi Tuhan, sifat Tuhan itu berarti pula juga substansi Tuhan. Kesatuan dari sifat-sifat dan substansi Tuhan itu, sebenarnya adalah sebenarnya untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu benar-benar Esa. Sebab kalau dipisahkan antara sifat dan substansi-Nya, akan menunjukkan bahwa Tuhan tidak Esa lagi.
Untuk menjelaskan bahwa substansi Tuhan itu sama dengan akal (pikiran), dari Al-Farabi ini sebenarnya adalah mendapatkan atau mengambil pendapat dari Aristoteles, bahwa kalau menurut Aristoteles itu menganggap bahwa Tuhan itu akal yang berpikir, yang oleh Al-Farabi ini adalah disebut sebagai akal murni.
Tuhan sendiri itu adalah akal, karena sesuatu yang tidak membutuhkan benda, maka sesuatu itu benar-benar akal. Begitu pula dengan wujud yang pertama (Tuhan).
Zat (substansi) Tuhan yang satu itu adalah akal (pikiran). Akal adalah zat (substansi), yang berpikir, tetapi sekaligus juga menjadi obyek pemikiran-Nya. Jadi, substansi Tuhan yang berupa akal itu menjadi obyek pemikiran Tuhan sendiri. Sekian Terima Kasih.
Editor: Yahya FR