Pada dasarnya setiap dari umat muslim memiliki keyakinan kepada Allah Swt. Keyakinan kepada Allah di dalam rukun iman menempati tempat tertinggi. Keyakinan itu hadir dalam setiap jiwa manusia. Ia mengikat secara kuat dalam hati nurani dan kepribadian manusia serta menjadi standar perilaku atau rujukan perilaku. Konsep inilah yang dinamai dengan akidah.
Berbicara masalah Akidah, para Salaf as-Sa>lih terdahulu telah merumuskan bagaimana konsep berakidah yang baik di dalam Islam. Setelah perumusan tersebut dikukuhkan dan dipertahankan dari masa ke masa sehingga menjadi mazhab akidah. Dalam KBBI mazhab bermakna:”Golongan pemikir yang sepaham dalam teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang keilmuan.”
Dalam Mu’jam al-Wasit>h Mazhab secara bahasa:
“الطريقة”
“Jalan”
Secara Istilah:
مجموعة من الآراء والنظريات العلمية والفلسفية ارتبط بعضها ببعض ارتباطًا يجعلها وحدة منسقة
Kumpulan pemikiran-pemikiran (ulama) dan pandangan-pandangan keilmuan dan filsafat yang saling mengikat satu sama lain yang menjadikannya tersusun secara rapi.
Secara keseluruhan, mazhab akidah banyak dan beragam. Hal ini disebabkan perpolitikan pada zaman dahulu, sangat mempengaruhi pemikiran dan alur berpikir generasi salaf. Bahkan hingga mempengaruhi ranah keyakinan. Di antara beberapa mazhab dalam akidah antara lain; Jabariyah, Qadariyah, Asyariah, Maturidiyah, Syiah, Muktazilah, Khawarij, dan Ahlu al-Hadis.
Lantas, bagaimana dengan akidah Muhammadiyah? Apakah akidah Muhammadiyah mengikuti Aswaja yang terdiri dari (Asy’ari atau Maturidi) atau justru Muhammadiyah tergolong kepada Ahlu al-Hadis (Waha>bi). Sebelum menelusuri dan memastikan akidah Muhammadiyah, alangkah baiknya kita kaji satu persatu dari Aswaja hingga Ahlu al-Hadis.
Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah
Berdasarkan penelusuran penulis, di dalam buku Ilmu Kalam karangan Dr. Muhammad Hasbi, Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah merupakan sebuah term yang muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazilah. Term ini muncul sejak aliran Asy’ariyyah dan Maturudiyah meng counter pemikiran-pemikiran dari Muktazilah. Aliran Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah muncul berkat keberanian dan usaha dari Abu Hasan al-Asy’ari pada tahun 300 H (Ilmu Kalam, Hlm. 98)
Namun ada fakta yang unik tentang Abu Hasan al-Asy’ari. Sebelum beliau membuat m mazhab Asy’ariyyah, sejak tahun 260 H (masa kelahirannya) hingga berusia 40 tahun beliau sempat tergabung dalam mazhabMuktazilah, namun karena ketidakpuasan mendapatkan jawaban dari ulama-ulama Muktazilah, beliau akhirnya keluar dan melanjutkan penelusurannya hingga pada tahun 300 H membentuk mazhab Asy’ariyyah.
Di sisi lain, ada tokoh yang bernama Abu Mansur al-Maturidi yang muncul dari paham atau teologi Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah. Abu Mansur merupakan tokoh yang memprakarsai berdirinya Maturidiyyah.
Karena pemahaman yang sama dengan Asy’ari yang berpegang teguh kepada sunah, maka pada tahun 400 H, Asy’ari dan Maturidi bersatu dengan membentuk sebuah term dari teologi yang masyhur dengan Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah (Ilmu Kalam, Hlm. 90).
Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah memiliki beberapa tokoh yang terkenal, baik dari kalangan Asy’ari maupun Maturidi. Adapun golongan Asy’aridi antara lain sebagai berikut: Abu Bakar bin Muhammad (al-Baqilany), Abu al-Ma’aly bin Abdillah (al-Juwaini), dan Abu Hamid al-Gaza>li. Sementara dari Maturidi hanya satu tokoh yang tersisa, yaitu Al-Badzawi.
Kemudian Mmazhab ini terus bertahan hingga saat ini. Bahkan salah satu organisasi terbesar di Indonesia selain Muhammadiyah, melalui para mutakallimin mereka mengklaim bahwa Nahdhatul Ulama merupakan Asy’ariyyah yang merujuk kepada Abu Hasan al-Asy’ari dan termasuk Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah.
Akidah Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah merupakan kkidah yang menetapkan sifat-sifat Allah tidak dengan tasybi>h, melainkan dengan ta’wi>l dan tafwi>dh.
Lantas bagaimana sejarahnya Ahlu al-Hadis?
Ahlu al-Hadis
Ahlu al-Hadis wa al-Isba>t ini dipelopori oleh tokoh pembaharu Islam pada masanya. Mazhab ini dipengaruhi oleh Muhammad bin Abdul Waha>b. Pemikiran Muhammad bin Abdul Waha>b ini berkembang di daerah padang pasir Arab.
Pemikiran Waha>bi banyak dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah. Pada masa Waha>bi lah, Mazhab Ibnu Taimiyah hidup (Tarikh al-Mazhab al-Islamiyyah Fii as-Siya>sah,Wa al-Aqa>id, Wa Tarikh Mazahib al-Fiqhi. Hlm. 199).
Sejatinya mazhab Ahlu al-Hadis sudah tumbuh sejak zaman Dinasti Umawiyyah. Pemikiran Ibnu Taimiyah ini dipertahankan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan generasi seterusnya hingga sampai di masa Abdul Waha>b.
Gerakan dengan spirit kembali kepada Al-Qur’an dan sunah memberantas hal-hal yang termasuk bidah menurut mereka, seperti mensucikan orang-orang sa>lih, orang-orang yang mencari berkah, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan ziarah kepada mereka (Tarikh al-Mazhab al-Islamiyyah Fii as-Siya>sah,Wa al-Aqa>id, Wa Tarikh Mazahib al-Fiqhi. Hlm.197, dst).
Pemahaman ini terus menerus dipertahankan, hingga pemikiran Waha>bi bertahan hingga saat ini dan sangat diminati oleh orang-orang yang berhijrah.
Akidah yang dipegang oleh Ahlu al-Hadis adalah Mujassimah. Mujassimah adalah sekelompok yang berpendapat bahwa Allah memiliki jasad atau jism. Mujassimah juga menyerupakan Allah dengan makhluk dalam penetapan sifat-sifat Allah.
Lantas, bagaimana dengan Akidah Muhammadiyah?
Akidah Muhammadiyah
Berdasarkan penjelasan Ustadz Fahmi Salim M.A, founder Al-Fahmu Institute dalam video yang berjudul “Apakah Muhammadiyah itu Berakidah Asy’ari atau Salafi” bahwa Akidah Muhammadiyah terbagi menjadi beberapa poin:
1. Akidah Muhammadiyah secara essensial merujuk kepada akidah yang dipegang oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Jamaluddin al-Afghani para tokoh muslim pembaharu. Akidah dari Muhammad Abduh itu sangat identik dengan Asy’ariyyah karena beliau Azhari (alumni al-Azhar) dan banyak dipengaruhi oleh tokoh Asy’ari. Sementara Rasyid Ridha lebih banyak dipengaruhi oleh Ahlu al-Atsar ataupun ahli hadis (tekstualis). Maka tiga tokoh ini memperbaharui konsep akidah berkemajuan untuk dijelaskan kepada generasi selanjutnya.
2. Beberapa nilai yang terkandung dalam HPT (Himpunan Putusan Tarjih) lebih kental dengan nilai Asy’ari yang identik dengan Tafwi>dh dan Ta’wi>l. Berbeda dengan Waha>bi ataupun Ahlul Hadis yang memaknai secara langsung sehingga dikenal dengan Tajsi>m/akidah Mujassimah.
Permasalahannya apakah ada yang salah? Tentu setiap ulama memiliki niat dan tujuan yang baik untuk mensucikan Allah dari segala sesuatu yang tidak layak disematkan kepada-Nya. Maka ada kalimat yang masyhur dengan istilah:”ليس كمثله شيء”
Sehingga Muhammadiyah sendiri tidak terikat dengan suatu madzhab akidah. Hanya saja spirit ataupun nilai-nilai yang memupuk di dalam benak dan kerangka berkeyakinan Muhammadiyah itu mengambil dan menerima nilai-nilai tokoh salaf yang mencakup dari Ahlussunah wal Jamaah maupun Ahlul Atsar bil Isbat. Tidak salah jika Muhammadiyah tidak mengikat kepada suatu mazhab, karena tidak ada nash secara sharih yang harus memerintahkan harus mengikat kepada Asy’ari ataupun Wahabi.
Editor: Yahya FR
Sayangnya, banyak jamaah Muhammadiyah di jaman sekarang lebih tertarik pada Ahlu Al hadis atau Wahabi, lebih ngetrren disebut salafi.
Oh begitu rupanya di muhammadiyah
Untuk urusan Fiqih, urusan Aqiqah insya Allah pendapat saya sebagain besar sependapat dengan Muhammadiyah,
1′”
Merujuk HPT dalam bab Kitabul Iman yg dirumuskan tahun 1929, Aqidah Muhammadiyah lebih condong sejalan dengan Asy’ariyah, dalam sejaragnya pun kyai Dahlan dan para pendahulu Muhammadiyah terdidik dlm kultur asy’ariyah