Report

Alimatul Qibtiyah, Diskusi tentang Gender dan Moderasi Beragama

1 Mins read

IBTimes.ID – Komisioner Komnas Perempuan RI, Alimatul Qibtiyah, menyebut bahwa gender setidaknya memiliki lima aspek, pertama, gender sebagai fenomena biasa. Kedua, gender sebagai sebuah persoalan. Ketika salah satu jenis kelamin diberikan privilage lebih dibandingkan dengan yang lain.

Ketiga, gender sebagai perspektif atau pendekatan. Misalnya, nama bapak ditulis dalam ijazah seorang anak, sementara nama ibu tidak ditulis.

“Ini seolah-olah ibu tidak diakui. Padahal misalnya dalam wisuda tahfidz, seorang ibu sangat berperan dalam hafalan sang anak,” ujar Alim.

Keempat, gender sebagai alat analisis. Misalnya menggunakan pisau analisis akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Terakhir, gender sebagai gerakan. Hal ini ia sampaikan dalam Diskusi dan Temu Penulis Muda IBTimes.ID di Yogyakarta, Minggu (9/6/2024).

Gender, imbuhnya, tidak hanya perempuan. Ada pula transgender.  Ada transeksual operasi jenis kelamin. Ada pula yang memiliki dua alat kelamin.

“Kalau kegiatan itu dilakukan dengan alat reproduksi, berarti itu gender. Kalau itu tidak digunakan dengan alat reproduksi, berarti itu gender. Maka gender bisa dialihtugaskan sesuai dengan kesepakatan bersama. Maka tidak ada dosa ketika perempuan tidak bisa membuatkan the suaminya,” imbuhnya.

Dalam konteks moderasi beragama, gagasan ini muncul untuk menjaga keseimbangan hak beragama dan komitmen kebangsaan. Ada sebagian orang yang mengkapling surga dan merebut klaim kebenaran, sekaligus beragama tidak sesuai dengan konstitusi dan NKRI. Maka perlu moderasi beragama sebagai perekat antara semangat beragama dan semangat kebangsaan. Bagaimana setiap orang merasa menjadi beragama seutuhnya dan berindonesia seutuhnya. Moderasi beragama merupakan penyelaras agama dan negara.

Menurut Alimatul Qibtiyah, moderasi beragama adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstriman. Cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan taat konstitusi.

Baca Juga  Bid'ah dalam Pandangan Muhammadiyah

“Intinya adalah sikap kita beragama supaya membuahkan kemaslahatan umum. Karna itu kita harus berdiri di atas prinsip-prinsip adil, seimbang, dan taat konstitusi,” tegasnya.

Tengahan, adil, dan terbaik adalah tiga kata yang tidak bisa dipisahkan. Indikatornya ada empat. Yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap tradisi.

Dari konsep tersebut muncul sembilan kata kunci moderasi beragama. Yaitu kemanusiaan, kemaslahatan umum, keadilan, keberimbangan, taat konstitusi, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan tradisi lokal.

(Yusuf)

Avatar
1457 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Hamim Ilyas: Islam Merupakan Agama yang Fungsional

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut, Islam merupakan agama yang fungsional. Islam tidak terbatas pada…
Report

Haedar Nashir: Lazismu Harus menjadi Leading Sector Sinergi Kebajikan dan Inovasi Sosial

1 Mins read
IBTimes.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan amanah sekaligus membuka agenda Rapat Kerja Nasional Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan…
Report

Hilman Latief: Lazismu Tetap Konsisten dengan Misi SDGs

1 Mins read
IBTimes.ID – Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hilman Latief mengatakan bahwa Lazismu sudah sejak lama dan bertahun-tahun terus konsisten dengan Sustainable Development…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds