Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read

IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan intoleransi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Faktor pertama adalah perkembangan pemahaman keagamaan yang semakin eksklusif. Menurut Alissa Wahid, pola keberagamaan yang eksklusif ini menciptakan jarak antara kelompok mayoritas dan minoritas, menjadikan yang “berbeda” sebagai lawan.

“Saat ini kita melihat perkembangan praktik keberagamaan yang eksklusif, jadi kita mengambil jarak untuk melawan yang ada di luar kita,” jelasnya saat menyampaikan orasi ilmiah pada pembukaan Simposium Beda Setara Festival Jaringan GUSDURian (14/11/24).

Faktor kedua yang berkontribusi pada peningkatan intoleransi adalah desentralisasi pemerintahan. Alissa Wahid menyebut, desentralisasi ini memberi kekuatan pada pemerintah daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri, sehingga mayoritas di level kabupaten pun menjadi pihak yang dominan.

“Desentralisasi pemerintahan itu ada kaitannya langsung dengan meningkatnya kasus-kasus. Kenapa? Karena ada yang di bawahnya demokrasi dan mayoritas.

Pola tersebut, lanjutnya, membuat pemahaman demokrasi disederhanakan menjadi mayoritarianisme, sebuah paham yang berpandangan bahwa warga mayoritas paling berhak menentukan kebijakan politik.

“Lalu kalau mayoritas berkuasa, maka mayoritas itu punya privilese. Dan karena agama itu penting, maka privilese berdasarkan agama menjadi sangat penting. Dan karena desentralisasi, maka ukuran mayoritas itu tingkatnya sekarang kabupaten,” jelasnya.

Selanjutnya, penegakan hukum di Indonesia juga menjadi faktor yang memperburuk kondisi kebebasan beragama. Alissa Wahid menyebutkan bahwa banyak penyelenggara negara masih berfokus pada harmoni sosial sebagai landasan kebijakan. Akibatnya, hak-hak kelompok minoritas sering kali diabaikan atas nama “kerukunan”.

“Lalu penegakan hukum. Di Indonesia ini penyelenggara negara punya kecenderungan melakukan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan karena cara pandangnya adalah harmoni sosial. Kerukunan tadi itu. Dan karena kerukunan bukan karena perlindungan hak konstitusi, maka yang minoritas lebih sering harus mengalah demi kerukunan,” paparnya.

Baca Juga  Tidak Cukup Waktu Proses Kuota Haji Tambahan, Saudi Pahami Indonesia

Terakhir, Alissa Wahid menyoroti peningkatan eksklusivisme beragama sebagai masalah yang masih diabaikan. Menurutnya, pola pikir eksklusif masih kerap dianggap bukan persoalan besar karena bersifat halus. Namun, semangat eksklusivisme ini sebenarnya menyumbang besar pada intoleransi.

“Kenapa kita belum berhasil juga menurunkan itu? Karena kita selama ini lebih sibuk sama yang di ujung atas, yakni violent extremism. Ujung paling bawah, yakni eksklusivisme beragama, kita menganggapnya bukan persoalan karena sangat halus, sangat tidak ada. Kita nggak sadar bahwa semangat eksklusivisme beragama sampai saat ini belum mampu kita atasi,” ungkapnya.

Alissa Wahid menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih adil dalam menegakkan hak-hak kebebasan beragama.

“Ada pesan dari Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi. Apakah damai dan harmoni itu berada di atas prinsip keadilan? Karena bila tidak, itu semu. Itu mudah sekali tergores, mudah sekali retak karena dia vulnerable atau rapuh,” pungkasnya.

Avatar
1441 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Kuatkan Karakter Anak Indonesia, Kemendikdasmen Adakan Program Kreasi Cipta Lagu Anak Nusantara

2 Mins read
IBTimes.ID, Jakarta – Perkuat karakter anak-anak Indonesia melalui sarana lagu anak, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Pusat Penguatan Karakter memperkenalkan ajang…
Report

Hilman Latief: Kader Muda Muhammadiyah Harus Paham Risalah Islam Berkemajuan

2 Mins read
IBTimes.ID – Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia menyebut, kader muda Muhammadiyah harus paham isi daripada…
Report

Ema Marhumah: Islam Agama yang Ramah Penyandang Disabilitas

1 Mins read
IBTimes.ID – Ema Marhumah, Dosen Tafsir dan Hadis Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan bahwa Islam adalah agama yang ramah terhadap…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds