IBTimes.ID – “Kemampuan amal-amal usaha pendidikan Muhammadiyah untuk bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman yang begitu dahsyat tergantung dua hal. Yang pertama adalah kemampuannya mengemas identitas yang membedakannya dengan yang lain, yang kedua adalah kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan kreatif, inovatif dan out-of-the box terhadap perubahan dan kemajuan zaman,” ujar Sekretaris majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman pada seminar pra-muktamar Pendidikan Holisitk: Ijtihad Muhammadiyah Pada Abad Kedua di Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada Sabtu, 7 Maret 2020.
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Beyond Classroom
Alpha mengelaborasi bahwa identitas amal-amal usaha Muhammadiyah terpatri pada Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang dikemas bukan hanya pada aspek kognitif di kelas, tapi juga beyond classroom pada aspek afektif, psikomotorik.
“Ini menjadi added values (nilai lebih) yang hidup dan berkembang pada eko-sistem lingkungan sekolah/madrasah Muhammadiyah, secara kognitif di kelas, namun secara afektif psiko-motorik nilai-nilai ini hidup dan berkembang pada kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler yang khas Muhammadiyah seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Hizbul Wathan dan Tapak Suci dan kegiatan lainnya yang menunjang untuk membentuk karaktker siswa yang berakhlaqul kharimah, berjiwa kepemimpinan dan kepeloporan,” ujarnya.
Menurut Alpha ini sudah sesuai dengan amanah Muktamar ke- 47 bahwa visi pendidikan Muhammadiyah adalah “berkembangnya fungsi pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah mencakup sekolah, madrasah, dan pondok pesantren yang berbasis Al-Islam Kemuhammadiyahan, holistik-integratif, bertata kelola baik, serta berdaya saing dan berkeunggulan.”
Pada praksis di lapangan, ini tentu tidak mudah karena sekolah Muhammadiyah dituntut untuk dikelola secara professional, namun pada saat yang sama juga mengemban amanah gerakan dakwah sebagai bentuk pendidikan yang holistik-integratif.
Selain itu juga perlu bersinergi dengan Majelis Pendidikan Kader untuk turut membantu mengembangkan living values dari Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dalam eko-sistem lingkungan sekolah. Juga dengan Majelis Dikti untuk mengundang PTM-PTM agar turut membina sekolah dan madrasah di sekitarnya. Juga dengan Majelis Pembina Kesejahteraan Umum untuk menciptakan lingkungan sekolah sehat, dengan Lembaga Penanggulangan Bencana untuk membangun kesadaran sekolah aman bencana, dan lembaga/majelis lainnya.
“Kalau sinergi antar majelis dan lembaga dikerahkan untuk memajukan pendidikan dasar dan menengah kita, Insya Allah akan menjadi kekuatan yang dahsyat, tidak hanya konsep pendidikan holistik-integratif, namun konsep-konsep hebat lainnya pun akan bisa kita terapkan secara lebih terukur, tangible, dan berkelanjutan,” ujar Alpha.
“Kita berharap siswa lulusan sekolah/madrasah Muhammadiyah bukan hanya menjadi insan yang pintar dan cerdas, tapi juga berakhlakul qarimah, kreatif, berjiwa kepemimpinan dan kepeloporan, siap berdakwah amar ma’ruf nahi munkar di lingkungan manapun ia berada. Inilah output yang diharapkan dari esensi pendidikan holistik-integratif,” tegas Alpha.
Rekrutmen SDM: Antara Profesionalisme dan Kaderisasi
Alpha menyinggung ketika sekolah akan merekrut guru untuk satu lowongan guru. Hanya ada dua kandidat, yang satu professional dan ahli di bidangnya, sangat dibutuhkan oleh sekolah, namun sama-sekali bukan kader Muhammadiyah. Kandidat berikutnya adalah kader Muhammadiyah tulen dan punya semangat dakwah dan kaderisasi yang luar biasa, namun dia bukan seorang profesional dan tidak paham dengan bidang yang dibutuhkan.
“Anda sebagai kepala sekolah akan memilih yang mana?” tanya Alpha kepada peserta seminar yang sebagian besar adalah guru-guru dan kepala-kepala sekolah yang menyambut pertanyaan itu dengan riuh.
Tidak kurang tiga orang kepala sekolah mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Yang pertama dan kedua menjawab akan memilih kader Muhammadiyah, lalu akan membina kader tersebut untuk menjadi guru yang profesional dengan memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk studi lanjut.
“Kalau kader pasti punya komitmen untuk mengembangkan amal usaha kita,” ujar kedua kepala sekolah tersebut.
Sementara kepala sekolah yang ketiga justru sebaliknya akan memilih yang profesional dan akan “memuhammadiyahkan” yang bersangkutan melalui kegiatan Baitul Aqram dan pengajian rutin.
‘Saya akan memilih yang profesional, karena saya tidak perlu mengeluarkan biaya dan tenaga untuk membinanya menjadi guru profesional sesuai bidang yang kami butuhkan. Namun saya akan mendorongnya untuk mencintai Muhammadiyah,” ujarnya berargumentasi.
Alpha menjelaskan tidak ada yang benar dan salah pada jawaban-jawaban tersebut, karena fakta di lapangan tidak hitam putih seperti itu. Menurutnya, ada juga kader yang semangat menjadi guru namun enggan mengembangkan profesionalisme sesuai bidang yang dibutuhkan, ada juga guru yang profesional namun enggan untuk bermuhammadiyah. Ada juga sebaliknya.
“Kalau diundang Kepala Dinas Pedidikan segera datang, tapi diundang Majelis Dikdasmen enggan hadir,” ujarnya.
“Ini ilustrasi tantangan sekolah/madrasah Muhammadiyah dalam mengemban amanah pendidikan holistik-integratif yang harus dikelola secara profesional, ini baru satu permasalahan yang sering muncul ketika saya berkunjung ke daerah-daerah, masih banyak persolan lainnya, ” ujar Alpha.
Tantangan ke Depan
Alpha menambahkan ke depan tantangan akan lebih berat dan beragam. Persaingan dengan sekolah-sekolah negeri yang didukung pemerintah, juga dengan sekolah-sekolah yang dikelola masyarakat lainnya yang juga menawarkan added valuesyang serupa dengan sekolah/madrasah Muhammadiyah juga akan semakin sengit.
Belum lagi kasus-kasus yang beririsan dengan hukum yang sulit dikendalikan. Kasus seperti SMP Butuh muncul ke permukaan kerena kebetulan ada rekaman videonya yang viral, ada banyak kasus serupa yang bahkan lebih berat namun tidak muncul ke publik.
Menurutnya Ini menjadi pukulan bagi kita bagaimana pendidikan holistik-integratif jangan hanya berhenti sebagai wacana normatif yang indah, namun bagaimana ini menjadi praksis yang tangibledan betul-betul membawa perubahan yang lebih baik bagi perkembangan karakter siswa dan lingkungan sekoilah yang baik dan kondusif.
“Tata kelola yang baik, profesionalisme dan kesejahteraan guru, ini menjadi prasyarat bagaimana pendidikan holistik-integratif dalam eko-sistem lingkungan pendidikan dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sekolah dan madrasah Muhammadiyah juga perlu melakukan terobosan-terobosan yang inovatif dan out-of-the-boxbaik pada sisi pedagogi seperti pengembangan teknologi pembelajaran maupun prestasi siswanya baik bidang akademik maupun non-akademik. Juga membina jejaring dengan sekolah-sekolah lainya yang berprestasi untuk berbagi best-practices.
Ke depan Majelis Dikdasmen tidak bisa bergerak sendiri, perlu bersinerji dengan LazisMu untuk mendukung profesionalisme dan kesejahteraan guru. Menurutnya LazisMu saat ini bersama Majelis Dikdasmen sedang merintis program Bakti Guru untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru sekolah Muhammadiyah yang sebagian besar masih dalam kondisi memprihatinkan.
“Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah yang juga terbatas, bersama LazisMu dan juga dengan dana ta’wun bagi sekolah yang mampu akan membuat Mejelis Dikdasmen di berbagai jenjang dan sekolah memiliki daya untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru-guru kita. Ini semangat kemandirian yang perlu untuk terus dipupuk dan disinergikan di internal Persyarikatan.”
Alpha juga menguraikan bahwa sekolah dan madrasah Muhammadiyah tumbuh dan berkembang dari warga dengan semangat dakwah dan pengorbanan yang tidak sedikit, tidak diatur secara sentralis dari Pusat. Jadi tidak bisa pengelolaannya disamakan seperti struktur sekolah-sekolah pemerintah. Karena itu girah bermuhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk sinergi dengan majelis dan lembaga lainnya pada setiap jenjang menjadi keniscayaan.
“Selain itu data yang akurat dan kredibel juga menjadi syarat bagi pengembangan sekolah dan madrasah kita. Majelis Dikdasmen PPM mengharapkan kerjasama dari Majelis-majelis Dikdasmen di berbagai jenjang dan sekolah/madrasah untuk secara rutin men-supply data kepada Majelis Dikdasmen PPM mengenai perkembangan sekolah/madrasah di daerahnya. Selama ini kita mengandalkan data Dapodik dari Kemendikbud untuk sekolah, dan data Emis dari Kemenag untuk madrasah. Di era Revolusi Industri 4.0, saatnya kita memiliki big datasendiri agar kita dapat mengelola pendidikan dasar dan menengah secara lebih profesional,” pungkasnya. **
Reporter: Azaki Khoirudin
Editor: Nabhan Mudrik