Riset

Alquran dan Sains: Kadang Sejalan, Kadang Tidak

3 Mins read

Perdebatan mengenai Alquran dan sains, merupakan sebuah perdebatan yang sangat menarik dan tidak pernah usang untuk dibahas. Bagi kebanyakan umat Islam yang mengimani Alquran, banyak yang setuju bahwa Alquran sangat sejalan dengan sains.

Tak sedikit peneliti yang menjadi rujukan bagi para pendukung Alquran, seperti Maurice Bucaille yang fenomenal itu. Namun demikian bagi pendukung sains, banyak alasan-alasan yang disampaikan para pendukung Alquran sebagai cocoklogi saja. Hanya dicocok-cocokkan. Bukan melalui metode penelitian yang ilmiah.

Perlu disadari bahwa cara kerja sains berbeda dengan yang dipahami para pendukung Alquran. Cara kerja sains adalah berdasarkan fenomena alam, pendapat atau pengetahuan yang ada, dipertanyakan, diuji. Selanjutnya diambil kesimpulan setelah melewati hasil pengujian.

Sains juga sejatinya mengabaikan faktor kehadiran Tuhan di dalam pembahasannya. Misalnya saja, mengenai hukum gravitasi, tidak pernah di dalam formula yang dibangun oleh Isaac Newton melibatkan kehadiran Tuhan. Inilah yang dipahami oleh pendukung sains.

Di sisi lain, para pendukung Alquran cara berpikirnya adalah dengan melihat teori atau pendapat yang dikembangkan oleh ilmuwan; mencocokkannya di dalam ayat Alquran yang ada, dan menarik kesimpulan atau ibrah di balik ayat tersebut. Jadi memang terdapat dua cara berpikir yang berbeda.

Berangkat dari cara kerja tersebut, terdapat ayat di dalam Alquran yang oleh pendukung sains dikatakan tidak sejalan dengan sains. Misalnya saja, bagaimana burung bisa terbang. Alquran sendiri hanya menjelaskan bahwa burung terbang hanyalah semata kekuasaan Allah SWT semata.

“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih …” (QS. Al-Mulk:19)

Tentu saja hal ini bertentangan dengan pendukung sains; yang meyakini bahwa burung terbang salah satunya terjadi karena mengikuti menurut hukum Bernoulli. Yaitu adanya perbedaan tekanan di bagian atas dan bawah sayap burung.

Baca Juga  Berjalan di Atas Keyakinan yang Ekstrim

Kaitan Alquran dengan Sains

Namun demikian ada ayat yang tetap menjadi misteri karena kesesuaiannya dengan ilmu pengetahuan saat ini. Sebagai contoh saja, ketika berbicara mengenai mengenai proses pembentukan jabang bayi di dalam rahim manusia;  Alquran mampu menjelaskannya dengan baik di dalam surat al-Mu’minun ayat 12-14.

”Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Lalu, segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus daging. Kemudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain …” (QS. Al-Mu’minun:12-14)

Tentunya, pada masa itu belum ada manusia yang melakukan penelitian baik dengan metode pembedahan ataupun ultrasonografi.

Bagi para pendukung Alquran, tentu saja ini dipandang sebuah mukjizat. Mengingat pada abad ke-7, pengetahuan mengenai anatomi, terlebih lagi mengenai perkembangan bayi, belum terlalu maju. Dan bagi pendukung sains sendiri mengatakan bahwa hal ini hanyalah cocoklogi. Karena ayat tersebut tidak dibuktikan oleh pendukung Alquran melalui pendekatan sains.

Pendukung Alquran hanya mengambil penelitian seseorang dan mencari yang sesuai dengan ayat di Alquran. Namun demikian merupakan sebuah misteri mengapa pada ayat tersebut Alquran dapat sangat cocok dengan ilmu kedokteran. Namun di sisi lain, ketika berbicara proses penciptaan manusia yang pertama; Alquran hanya menjelaskan bahwa manusia pertama adalah Adam yang berasal dari tanah.

“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS. Shaad:71-72).

Baca Juga  Salafisme dan Etno-Religion yang Gaduh di Balkan

Tentu saja konsep ini bertentangan dengan sains yang meyakini proses kejadian manusia melewati proses evolusi. Spesies manusia modern yang ada saat ini berasal dari evolusi spesies manusia lainnya yang lebih primitif.

Alquran Bukan Kitab Ilmu Pengetahuan

Selain itu, di dalam Alquran, juga terdapat pengetahuan yang sebenarnya adalah sebuah pengetahuan umum di masanya. Misalnya saja mengenai madu.

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,’ kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan,” Quran Surat An-Nahl Ayat 68-69.

Namun bagi pendukung Alquran, hal ini dianggap sebagai sebuah hal yang sangat maju di masanya. Karena sesuai dengan pengetahuan modern saat ini. Sebagai informasi saja, bahwa madu telah dikonsumsi manusia di dunia sejak 9000 tahun yang lalu. Tentu saja, pada saat itu manusia telah memahami manfaatnya. Jika tidak, tentu saja tidak akan dikonsumsi.

Sebenarnya sah-sah saja jika para pendukung Alquran meyakini bahwa Alquran sangat sejalan dengan sains modern. Namun perlu disadari, bagaimanapun juga Alquran bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Alquran sejatinya adalah kitab yang berfungsi sebagai pembeda, furqaan, yaitu membedakan perbuatan baik dan salah. Hal ini tentu saja terkait dengan konteks turunnya Alquran; yang bertujuan untuk memperbaiki akidah dan akhlak bangsa Arab pada masa itu.

Selain itu, informasi yang disampaikan di dalam Alquran mengenai alam; misalnya akan sesuai dengan konteks pemahaman bangsa Arab dan manusia di abad ke-7. Pada saat itu, pemahaman manusia mengenai alam dan ilmu pengetahuan tentu saja terbatas.

Baca Juga  Momentum Muhammadiyah, MUI, dan NU Mempertemukan Agama dan Sains

Jadi, sangat wajar jika mungkin tidak sejalan dengan sains modern. Meskipun, terdapat pula ayat-ayat yang bisa menjelaskan fenomena alam, yang sangat serupa dengan penjelasan sains modern. Yang di masa itu, tidak dimungkinkan terjadi.

Editor: Zahra/Nabhan

Avatar
4 posts

About author
Memikirkan yang bisa dipikir, menuliskan yang bisa ditulis
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds