IBTimes.ID – Di Bulan Ramadhan kali ini, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan agenda rutin tahunan Pengajian Ramadhan 1442 H yang diselenggarakan sejak tanggal 16-18 April 2021 M dengan tema “Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan”. Pengajian kali ini diselenggarakan via Zoom Meeting yang dipanitiai oleh civitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Salah satu pembicara yang diundang dalam pengajian kali ini ialah Prof. Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga. Amin Abdullah akan berbicara tentang tema “Rekonstruksi Nilai, Etika, Budaya Organisasi Muhammadiyah”.
Empat Pembahasan Amin Abdullah
Dalam kesempatan bicaranya, Amin Abdullah mengulas secara singkat bagaimana perkembangan Muhammadiyah kontemporer. Terdapat empat hal yang dibahas oleh Amin Abdullah dalam sesi pembicaraannya, yaitu; perubahan disruptif. kontekstualisasi, nilai dan etika, dan empat agenda pokok Muhammadiyah ke depannya.
Pertama, perubahan disruptif. Menurut Amin Abdullah, selama seratus tahun lebih umur Muhammadiyah, Muhammadiyah selalu mendapat cobaan dalam ranah politik.
“Cobaan politik untuk Muhammadiyah sejak reformasi pada tahun 1998 hingga sekarang masih seperti itu. Di tahun 2000-an, ada badai Arab Spring yang membawa angin keras (consevative turn). Sekarang, Muhammadiyah menghadapi era revolusi media, internet of things” ujar Amin.
Menurutnya, dakwah di era sekarang, sudah tidak bisa disempitkan lagi hanya sebatas dakwal bil lisan, tapi juga dakwah dengan ibu jari. Hal inilah yang dirasakan oleh anak muda dan orang tua tempo hari. Covid-19 juga menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah di era disrupsi ini.
Kedua, Kontekstualisasi. Menurut Amin Abdullah, Muhammadiyah sekarang hendaknya melihat konteks problematika zaman sekarang. Di antara problem yang ada pada zaman sekarang adalah marak seruan-seruan fanatisme buta terhadap agama (da’wah al-ta’assub), suka mengkafir-kafirkan (takfir), menolak kehadiran orang yang berbeda paham dengannya (agama, politik, dll), membenci yang berbeda degan dirinya (krahiyyatul ghair), dan lain sebagainya.
“Melihat realitas problematika tersebut, maka kiranya Muhammadiyah perlu untuk merekonstruksi nilai dan etika at-tajdid, al-ishah, al-tathwir, al-tanwir li al-fikr al-islamiy: qanun qur’aniy khass” kata Amin.
Amin Abdullah juga sedikit menyinggung tentang skill yang diperlukan oleh anak muda zaman sekarang. Ia berkata, “Setidaknya terdapat sepuluh skill di era 4.0 yang harus dimiliki oleh generasi muda, skill-skill tersebut antara lain; fleksibilitas kognitif, orientasi pelayanan, penilaiain dan pembuatan keputusan, kecerdasan emosional, koordinasi dengan orang lain, managemen personel (leadership & managerial), kreatifitas, berpikir kritis, dan mampu memecahkan masalah yang kompleks”.
***
Ketiga, adalah masalah nilai dan etika. Pembahasan tentang poin ini Amin Abdullah fokuskan pada aspek perlu tidaknya adanya al-tajdid fi al-qiyam al-asasiyyah (al-diniyyah).
“Pemikiran Islam itu perlu tajdid. Melakukan rekonstruksi itu fine-fine saja. Muhammadiyah itu sudah bisa membedakan antara Islam dan pemikiran Islam” ujar Amin Abdullah.
Amin menekankan kepada para jamaah bahwa perlu untuk membedakan antara “Islam” dan “Pemikiran atau Penafsiran tentang Islam”. Islam itu sudah final, tapi pemikiran atau penafsiran tentang Islam masih bisa dikembangkan dan direkonstruksi ulang.
Keempat, empat agenda pokok rekonstruksi nilai dan etika dalam Islam berkemajuan.
“Empat agenda pokok tersebut yakni tata nilai & etika, visi peradaban, strategi keilmuan, dan pembaruan metode” ujar Amin.
Amin Abdullah: Tata Nilai dan Etika
Pada tataran tata nilai dan etika, Amin Abdullah mengatakan bahwa tauhid-lah yang menjadi basis utamanya. Menurutnya, tauhid itu tidak hanya mengandung nilai-nilai ilahiyah teologi Islam (partikularistik), tapi juga memuat dasar falsafah (al-ru’yah al-falsafiyyah) dan nilai-nilai (al-qiyam al-asasiyyah) yang umum (universal).
“Dua nilai dalam tauhid tersebut adalah wajhani fi ‘umlah wahidah (dua permukaan dalam sekeping mata uang), dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan” jelas Amin.
Maka implikasi dari pemahaman tauhid semacam itu, ujar Amin, akan menciptakan al-tawazun (keseimbangan), yaitu seseorang mampu berempati terhadap penganut mazhab, pandangan keagamaan, dan penganut agama yang berbeda, tanpa kehilangan keyakinan agamanya.
“Namun apabila seseorang gagal memahami konsep tauhid tersebut, maka yang akan muncul adalah da’wah al-ta’assub, fanatisme, dan sektarianisme akut. Akar dari al-jama’at al-mutatharrifah kontemporer” ujar Amin.
Pada tataran nilai dan etika ini, Amin Abdullah juga mengkhawatirkan timbulnya dilema dalam persyarikatan Muhammadiyah. Yakni nalar prosedural (al-‘aql al-ijra’i) dan nalar legal-formal (al-‘aql al-ifta’i) yang partikular terpeleset pada sektarianisme dan primordialisme. Seolah-olah menutup nilai-nilai universal yaitu al-karamah al-insaniyyah; al-‘adalah; al-musawah; al-syura.
Misal yang dicontohkan Amin Abdullah yakni nalar umat beragama Islam yang terjebak dalam nalar kekuasaan dan kurangnya mempedulikan metode keilmuan.
“Saya melihat warga Muhammadiyah tidak immune dari tarikan-tarikan kepentingan” ujar Amin.
“Maka kita harus mempertimbangkan secara serius tiga sumber sikap dan perilaku kita yaitu; agama (al-ru’yah al-diniyyah), kemanusiaan (al-karamah al-insaniyyah), falsafah/nilai dan etika (al-qiyam al-asasiyyah wa al-akhlaq al-karimah)” imbuh Amin.
Amin Abdullah: Visi Peradaban
Mengenai poin visi peradaban, Amin Abdullah mengatakan bahwa visi peradaban yang ideal adalah yang dinamis-dialektis, tidak statis, tidak kaku, tidak teratur yang membosankan.
Visi peradaban modern menurut Amin adalah pendidikan dan kesejahteraan. Amin Abdullah memberikan contoh dari amal-amal Muhammadiyah yang telah berhasil mewujudkan dua aspek di atas.
“Dalam hal pendidikan, Muhammadiyah punya AIK. AIK mampu keluar dari jebakan penafsiran pemahaman keimanan agama yang bercorak antinomis (a contradiction between two beliefs; paradox); tertutup, egois, sektarian akut, sempit, dan sumbu pendek. Sebagai contoh bagaimana Universitas Muhammadiyah yang ada di Sorong dan NTT menerima mahasiswa non-muslim tanpa harus merubah kepercayaannya” jelas Amin.
“Dalam gerakan kesejahteraan, Muhammadiyah juga mempunyai Gerakan Ekonomi Berjamaah (ikhlas, namun mempunyai sensitivitas bisnis), volunteerisme dalam menolong kebencanaan alam (MDMC), LAZISMU (herakan filantropi muslim)” imbuhnya.
Strategi Keilmuan
Menurut Amin Abdullah, tantangan dalam lingkup literasi di era sekarang adalah adanya kebodohan, intoleransi, al-jama’at al-mutatharrifah, consevative turn, dan kemiskinan. Kesemuanya itu dapat diselesaikan dengan ilmu pengetahuan dan amal kemanusiaan.
Menurut Amin Abdullah, era keilmuan sekarang harus menggabungkan antara multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin keilmuan.
Pembaruan Metode
Terdapat empat nilai yang ditekankan oleh Amin Abdullah dalam pembaruan metode, khususnya dalam merekonstruksi nilai dan etika
1. Program restrukturasi dan rekonstruksi secara berkelanjutan.
2. Nalar kritis-metodologis (multiple critique)
3. Nalar prosedural (al-‘aql al-ijra’y) dan legal-formal (al-‘aql al-ifta’i) memeprsempit wawasan
4. Pembaruan cara pandaang keilmuan: bercorak inter-, multi-, dan transdisiplin (ushul murakkabah muta’addidah al-takhassusat).
Reporter & Editor: Yahya FR