Tanya:
Saya pernah mendengar dalam salah satu pengajian, seorang muslim harus mempunyai amir atau pemimpin dan harus berbai’at kepadanya. Apakah yang dimaksud dengan amir dan bai’at itu? (Penanya: Agus Salam, guru agama MIM Tambahardjo, Pati Jawa Tengah).
Jawab:
Ada beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa “barangsiapa yang taat kepada amir, maka sungguh ia telah taat kepada Nabi SAW.” Dalam riwayat lain, dinyatakan bahwa “barangsiapa taat kepada amirku, maka sungguh ia taat kepadaku (yang dimaksud Nabi).”
Pada zaman Nabi SAW, pernah beliau memberi kuasa untuk mengurus urusan masyarakat setempat kepada seseorang yang dipercayainya, yang disebut Amir. Ada gejala dalam masyarakat waktu itu yang menganggap remeh kepada Amir Nabi tersebut, dan soal ini disampaikan kepada Nabi, lalu Nabi SAW memberikan pernyataan seperti tersebut di atas.
Setelah Nabi wafat, digantilah untuk mengurus urusan kaum muslimin itu oleh seorang yang disebut Khalifah. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, kaum Muslimin memanggil Khalifah dengan “Amirul Mukminin.”
Jadi, kalau yang dimaksud dengan menaati Amirul Mukminin itu jelas. Tetapi beramir atau wajib mempunyai amir, tidaklah jelas amir yang mana yang dimaksud. Demikian pula wajib bai’at. Di Zaman Nabi SAW memang terjadi tiga bai’at, yaitu Bai’at Aqabah, Bai’at Ridhwan, (seperti tersebut pada ayat 10 surat Al-Fath), dan Bai’at Mukminat (seperti tersebut pada ayat 12 Surat Mumtahanah).
Bai’at yang mana yang dimaksud dengan bai’at wakut sekarang, tidak jelas. Karenanya, tidaklah kuat keterangan bahwa seorang muslim harus mempunyai amir dan harus bai’at itu.
Sumber: Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 1.
Editor: Arif