Apa kabar stafsus milenial Presiden? Apa kabar para menteri atau wakil menteri muda di kabinet? Apa kabar kepala daerah juga legislator-legislator muda? Apa yang sedang dan sudah mereka kerjakan untuk memberi sebesar-besarnya manfaat bagi bangsa dan negara?
Ini bukan pertanyaan sinis apalagi nyinyir. Jangan berburuk sangka dulu. Saya hanya ingin mendiskusikan sebuah gagasan tentang peran dan kontribusi anak muda di pemerintahan saat ini dan bagaimana membuatnya lebih punya signifikansi.
Kita bersyukur banyak anak muda di seputaran proses pengambilan kebijakan. Atau mereka yang di sekeliling tokoh negarawan. Sesungguhnya para anak muda ini tak hanya dekat dengan negarawan, bukan sedang berlatih, tetapi mereka sendiri sebenarnya bisa menjadi negarawan muda—jika bekerja secara sungguh-sungguh.
Jika kita lihat konfigurasi negara hari ini, mulai dari presiden, menteri, gubernur, walikota, hingga politisi di legislatif, selalu ada anak-anak muda yang membantu dan berada di sekeliling mereka. Banyak di antara mereka yang dipercaya memegang dan memainkan peran strategis. Meski tak sedikit yang menilai bahwa sebagian dari anak-anak muda ini hanya dijadikan asesoris.
Namun, bagi saya, yang jelas, keberadaan anak muda di posisi utama ataupun di posisi seputar pengambil kebijakan, langsung maupun tidak langsung memiliki akses terhadap upaya untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi. Baik itu di tingkat lokal maupun level nasional.
Anak-anak muda ini mampu memberi warna perubahan, membawa perspektif baru dalam berbagai keputusan-keputusan politik, sampai menyumbangkan saran, membangun jembatan antara negara dengan rakyat yang saat ini mayoritas adalah generasi muda.
Tidak berlebihan jika urusan sosial, ekonomi dan politik Indonesia hari ini dan ke depan tergantung dari mobilitas dan kualitas anak-anak mudanya, baik yang berada di posisi negara maupun di posisi masyarakat sipil.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, untuk menghindari lemahnya produktivitas anak-anak muda negarawan atau yang berada di sekitar negarawan, agar mereka bisa berkontribusi pada transformasi sosial ekonomi dan politik nasional, izinkan saya menyampaikan sejumlah catatan.
Pertama, keberadaan mereka di posisi pengambil kebijakan publik negara ataupun di samping para pengambil keputusan politik merupakan satu sinyal bahwa kelompok anak muda memang tak bisa diabaikan. Mereka adalah pemain utama zaman milenial.
Anak muda adalah pemilik populasi terbesar dan penggerak sosial ekonomi sekaligus politik terbesar. Pastinya mereka memiliki social and political capital tersendiri. Artinya, jangan sampai kehadiran mereka hanya artifisial dan dijadikan gimmick semata oleh kekuasaan, para kelompok tua.
Kedua, perlu dibangun sebuah gerakan kesadaran kolektif dan pendidikan politik untuk anak-anak muda, yang menghubungkan seluruh anak muda Indonesia dari Aceh sampai Papua. Bahwa, this is the time, inilah zamannya anak muda tampil dan memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara.
‘Kesadaran kelas’ yang tentunya tidak eksklusif dan arogan, tapi juga tidak kosmetik dan hanya bahan eksploitasi. Sebuah kehadiran yang menawarkan kerja sama dengan para senior, kelompok tua yang telah lama memimpin negeri ini sekian lama. Kini saatnya anak muda bekerja untuk Indonesia secara kolaboratif, tanpa partisi, tanpa trauma politik ataupun konflik politik khas masa lalu negeri ini. Generasi baru untuk zaman yang baru.
Ketiga, untuk itu anak-anak muda ini perlu berjejaring satu sama lain. Mereka harus terhubung dalam berbagai proyek kebangsaan secara bersama, baik di ranah politik, sosial ekonomi dan sosial budaya.
Sebagai contoh, anak-anak muda di wilayah negara harus mampu bersinergi dengan anak muda yang duduk di wilayah swasta dan masyarakat sipil secara positif dan produktif, dengan tetap memegang teguh kapasitas, integritas, patriotisme dan profesionalisme. Kuncinya adalah sinergi dalam kebaikan.
Keempat, perlu alat ukur keberhasilan peran anak-anak muda, karya dan legacy masing-masing yang memiliki kesempatan menjadi pemimpin atau mereka yang berada di sekitar pengambil keputusan, baik itu di politik, ekonomi dan bisnis, serta sosial. Hal konkret apa yang sudah mereka kerjakan? Nasihat dan ide apa yang telah mereka berikan? Adakah karya yang tercipta, berguna dan disumbangkan pada publik?
Hal-hal yang sifatnya tangible dan bisa langsung dirasakan. Apakah peran mereka menjadi penjembatan atau malah pemicu disharmoni atau eksklusivisme? Anak-anak muda negarawan harus menjadi garam, kehadirannya low profile, inklusif, manfaatnya dirasakan. Bukan malah menjadi gincu, simbolik, tapi tak memiliki rasa apalagi karya.
Kelima, jika sudah terhubung dan saling berkolaborasi, kelompok anak-anak muda ini bisa merumuskan visi jangka panjangnya, visi strategisnya untuk Indonesia masa depan. Gerakan anak muda negarawan harus memiliki cita-cita idealisme politik untuk menjawab transformasi dan tantangan zaman.
Jadi apa kabar anak muda menteri dan wakil menteri? Apa kabar stafsus milenial Presiden dan stafsus menteri? Apa kabar anak-anak muda di lingaran tokoh partai politik? Apa kabar tim di sekeliling gubernur, walikota, bupati? Apa kabar anak-anak muda di puncak kepemimpinan dunia usaha, ekonomi kreatif, anak muda budayawan, akademisi, media dan masyarakat sipil?
This is the time, kita ambil tanggung jawab kepemimpinan. Dengan kesadaran, inklusivisme dan kerendahatian untuk saling berkolaborasi. Dengan cinta, rasa dan karya untuk Indonesia.
Saatnya anak muda bergerak. Tabik!
Editor: Yusuf