Tentu akan muncul pertanyaan apa hubungan ketiganya, ternyata kalau ditelaah dengan cermat ada hubungannya, bahkan ada pelajaran yang bisa kita petik dari kasus tersebut.
G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI sebuah peristiwa yang mencoreng sejarah kemanusiaan Indonesia, meski ada beberapa versi, tetapi ada fakta yang sama bahwa telah terjadi pembunuhan keji terhadap para jenderal Angkatan Darat. Peristiwa ini tidak berdiri sendiri, ada rentetan peristiwa yang mencekam sebelum G30S/PKI meletus.
Pawai peringatan hari kemerdekaan tahun 1965 di Yogyakarta, menjadi ajang unjuk gigi semua kelompok masyarakat. Tema Nasakom menjadikan pawai berurutan Nasional (PNI dengan semua onderbouw-nya), dilanjut kelompok Agama, termasuk Islam yang diikuti berbagai ormas, dan masing-masing mengirim pasukan drum band.
Muhammadiyah dengan drumband PGT, PGP, PGTA. Puluhan unit drumband membuat kota Yogyakarta meriah. Paling belakang Partai Komunis dengan segala onderbouw-nya, Gerwani, Pemuda Rakyat, IPPI, juga BTI (Barisan Tani Indonesia) yang semua membawa arit membuat suasana nggegirisi dan ditambah nyanyian serta yel-yel “Ganyang Kapbir”, “Ganyang Setan Kota” serta lagu-lagu bersemangat. Kegiatan seperti itu juga terjadi hampir semua kota kabupaten se-Indonesia. Tetapi menjadi menarik, semua dibingkai persatuan dalam kalimat “Ganyang Malaysia”.
Ketika peristiwa G30S/PKI meletus, tidaklah masyarakat cepat mengetahui, radio dan surat kabar masih menjadi barang mewah. Pidato Let Kol. Untung sebagai ketua Dewan Revolusi, tidaklah secara cepat menyebar di masyarakat. Hanya orang yang punya akses khusus bisa cepat mengetahui kejadian di Jakarta, istilah kudeta menjadi kosa kata baru yang banyak dibicarakan. Pidato Pak Harto pun hanya sebagian masyarakat yang mendengarkan secara langsung. Masyarakat lebih cepat tahu melalui gethok tular.
Menjadi menarik, di Yogyakarta, umat Islam cepat mengkonsolidasikan diri, dimotori oleh Muhammadiyah dan NU mengadakan berbagai kegiatan melawan PKI, meski baru sebatas perusakan papan nama di kantor PKI dan onderbouw-nya. Issu perlawanan PKI juga muncul “awas PKI sudah sampai Ngasem” menjadi kalimat yang saya ingat betul, sehingga warga berkumpul pada satu tempat.
Setelah di Jakarta dilakukan pemakakaman para pahlawan revolusi, di Yogyakarta masih simpang-siur berita hilangnya Komandan Korem 072 (Kol. Katamso) dan KaStaf (Let Kol. Sugiyono) yang akhirnya kemudian diketemukan di Kenthungan. Pengambilan jenazah diawali apel massa di Alun-alun Utara kemudian dilanjutkan evakuasi jenazah Kol. Katamso dan LetKol. Sugiyono.
Aksi penumpasan G30S/PKI menjadi marak, terjadi berbagai penangkapan terhadap tokoh maupun bukan tokoh PKI terjadi di banyak tempat. Istilah diciduk menjadi popular. Bahkan di sekolah pun terjadi pencidukan. Korban pun berjatuhan, TNI bersama kelompok masyarakat melakukan penumpasan terhadap PKI, yang memang di sebagian daerah melakukan perlawanan.
(Perlu kajian tersendiri hubungan antara demonstrasi Tritura dan penumpasan PKI yang terjadi secara hampir bersamaan).
Persoalan yang menarik adalah ketika pemerintah beralih ke Presiden Suharto, kebijakan pengucilan terhadap anak turun PKI terus berlangsung. Berbagai peraturan tentang screening, bersih diri, bersih lingkungan, membuat anak turun keluarga PKI semakin terpinggirkan.
Inilah persoalan serius yang sesungguhnya terjadi. Hal Asasi Manusia terabaikan, penahanan warga tanpa pengadilan, Pulau Buru menjadi tempat warga PKI ditahan tanpa kepastian hukum. Diskriminasi hukum terjadi dengan tanpa tedeng aling-aling.
Fathu Makkah
Peristiwa Fathu Makkah momentum besar dalam sejarah perjuangan Rasulullah SAW. Peristiwa tersebut sarat dengan pembelajaran yang sangat penting. Tetapi sebelum menelaah peristiwa Fathu Makkah, perlu kita mengetahui bagaimana Rasulullah SAW harus secara sembunyi-sembunyi meninggalkan kota Makkah, karena ancaman dari kaum Kafir Quraish.
Fathu Makkah terjadi pada tahun ke 8 H, pasukan umat Islam yang berjumlah 10.000 orang yang mendatangi Makkah dengan terpisah dalam tiga kelompok. Jumlah yang semula diduga kecil dan disepelekan oleh kaum kafir Quraisy, ketika sudah dihadapan kota Makkah bergabung sehingga membuat ketakutan kaum Kafir Quraish.
Mereka membayangkan kalo kaum muslimin memasuki kota Makkah, maka aka nada dendam, dan sebagaimana hukum peperangan saat itu, pemenang akan membunuh semua lelaki dewasa dan menjadikan perempuan sebagai budak.
Ternyata apa yang ditakutkan kaum kafir di Mekkah tidak terjadi “Antum thulaqa! (kalian semua sudah bebas)! Siapa yang masuk ke pekarangan Ka’bah aman, masuk ke rumah Abi Sufyan aman, dan masuk ke dalam rumah dan mengunci rumah juga aman.” Kaum muslimin menguasai kota Makkah tanpa satu tetespun darah tertumpah. Tidak ada pembantaian ataupun balas dendam, semua dimaafkan. Kaum yang dulu menghina, mencaci, bahkan akan membunuh Rasulullah SAW, bernafas lega. Bahkan salah satu putra Abu Jahal yaitu Ikrimah bin Abu Jahal, menjadi sahabat Rasulullah SAW sekaligus menjadi perawi hadis.
Nelson Mandela
Nelson Mandela lahir 18 Juli 1918 di desa Mvezo. Mandel aktif sebagai pejuang anti Aparteid di Afrika, puluhan tahun dipenjara karena dianggap memberontak, sebab menentang politik Apartheid. Ketika dia dibebaskan yang kemudian dia terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan, tidak ada sama sekali rasa dendam kepada kaum kulit putih yang memenjarkannya. Bahkan Mandela memperjuangkan kehidupan damai berdampingan kulit putih hitam.
Itulah Nelson Mandela, yang terpilih sebagai presiden Afrika Selatan periode 1994-1998. Mandela tidak bersedia dicalonkan lagi untuk jabatan presiden di periode ke 2. Mandela lebih memilih sebagai bapak bangsa yang mengayomi kehidupan kulit putih dan kulit hitam.
Penutup
Demikianlah ternyata Nelson Mandela mengikuti Rasulullah SAW sebagai orang yang tidak mendendam terhadap orang-orang yang pernah menghinanya. Berbeda dengan pasca G30S/PKI yang di masa orde baru anak keturunan PKI terus dikucilkan. Jadi antara peristiwa penumpasan G30S/PKI ada hubungan terbalik dengan Fathu Makkah dan Nelson Mandela.