Terdapat tantangan-tantangan yang dihadapi Isalm hari-hari ini. Antara lain ada salah satu fenomena yang menyedihkan dalam perspektif Islam. Bahwa masyarakat menganggap berpenampilan syariat dianggap dari kebiasan. Yang kemudian diistilahkan menjadi golongan intoleran.
Lain sisi, angka dan kemasan dan simbol modernisasi acapkali lebih menggoda dan membanggakan untuk dijadikan alat pencitraan. Sehingga nilai sudah tidak lagi menjadi prioritas dan otoritas terpenting dalam kehidupan sosial masyarakat. Serta keberlakuan syariat sudah tidak menjadi penilian mutlak dari suatu kebenaran mode kehidupan.
Lalu terdapat suatu kelompok yang mendeskreditkan nilai-nilai Islam. Dengan bangga mereka mempertontonkan kejahiliyahaan dihadapan publik, Ironinya publik tidak marah.
Fitnah dan doktrinisasi yg dibangun tersebut pada akhirnya dianggap suatu kebenaran sehingga golongan awam bergaris keras dan golongan intelektual bergaris lucu sepakat untuk mengaktualisasikan nilai-nilai relativisme, sintisisme dan sinkritisme agama sebagai wujud satu-satunya cara agar dianggap sebagai golongan yang toleran dan cinta NKRI.
Ini menjadi salah suatu bukti kongkret bahwa ada semacam distorsi paradigma dan aktualisasi yang keliru dari masyarakat itu sendiri. Tentunya hal ini menjadi masalah yang harus diselesaikan secara tuntas sampai ke akar-akarnya.
Fenomena-fenomena yg dipaparkan di atas bukanlah sesuatu yang asing ketika bercermin pada masa awal Rosulullah SAW berdakwah. Berbagai macam ragam tantangan dan segala perangkatnya senantiasa ingin menghalangi kebenaran yang dibawa oleh Rosulullah SAW.Â
Solusi yang Ditawarkan Rosulullah
Mari berkiblat pada sejarah, bagaimana rumus serta problem soulver yang dibangun oleh Rosulullah SAW. Penyelesaiannya bukan hanya berporos pada mekanisme interpersonal semata. Melainkan Rosulullah turut mengkolaborasikan dengan sistem ilahiyah. Yang mengacu pada konteks nash yang murni namun dengan kemasan yang moderat dan mengena. Sehingga dapat ditrima oleh semua strata rasio masyarakat secara menyeluruh.
Memang tidak mudah jika merubah sebuah sistem yang sudah menjadi trend mendunia. Maka analoginya, hanya ada dua cara untuk memeranginya, yaitu dengan meningkatkan mutu pendidikan keislaman secara komprehensif.
Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud ada dua pilar yang harus ditanamkan oleh masyarakat yaitu “dengan menanamkan nilai-nilai tarbawi (pendiikan ilmu agama) dan tandzhimul Islam (sistem institusi Islam) dari akarnya secara terstruktur dan istiqomah”.
Pola strategi ini Implementasi adalah dengan membangun kepribadian dan kematangan pola pikir dari masing-masing individu muslim dengan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan. Kemudian selanjutnya dikuatkan dengan pembentukan rumah tangga yang shalih dengan seluruh nilai dan moralitasnya serta seluruh interaksi sosial dan pengaturannya yang dinaungi dalam wadah institusi yang berporos pada ajaran Islam yang murni dan komprehensif.
Muaranya adalah perubahan peradaban yang berakar pada tegaknya sistem ilahiyah secara murni pada tubuh masyarakat. Sehingga dari sistem tersebut diharapkan melahirkan suatu bangsa yg baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur (negara yg sejahtera, berkeadilan dan negara yg damai). Sehingga ekosistem Islam selalu terintegrasi dengan kepribadian dan nilai” sosial maupun budaya di masyarakat secara kaffah (menyeluruh).
Sehingga bukan tidak mungkin jika kelak kejayaan Islam di masa depan akan semakin nyata dan habbits Islam akan menjadi gaya hidup yang mendunia dan ditiru oleh semua umat. Dan ada hal yang sangat menguntungkan apabila nilai-nilai Islam tegak lurus dan nyata di muka bumi, yaitu Allah akan hadirkan keberkahan dan kenikmatan yg berlimpah sehingga Islam menjadi rahmatan lil ‘alamiin.
Editor: Dhima Wahyu Sejati