Di tengah menjamurnya ideologi dan paham keagamaan baru yang tidak berafiliasi dengan ormas dan menawarkan kebenaran mutlak yang digandrungi anak muda ada pertanyaan nyelekit, masih digdayakah majelis tarjih Muhammadiyah? Pertanyaan ini bukan saja diajukan oleh kelompok yang kebelet masuk surga, namun tidak jarang ditanyakan juga oleh anggota Muhammadiyah.
Mereka lebih memilih manhaj yang tegas, ceplas-ceplos, das-des, wat-wet, dalam menjawab pertanyaan jamaah, paling tidak menyenangkan penanya, meskipun tidak menjawab persoalan mendasar umat.
Majelis Tarjih Muhammadiyah bukan saja berfungsi sebagai lembaga fatwa namun juga pengembangan pemikiran keagamaan mestinya menjadi rujukan masyarakat kontemporer yang semakin kompleks, khususnya bagi warga persyarikatan. Namun kenapa fatwa-fatwa tarjih kurang populer dibanding manhaj lain? Padahal majelis tarjih memiliki banyak keunggulan yang jarang dimiliki manhaj lain.
Beberapa Keunggulan Manhaj Tarjih Muhammadiyah
Karenanya penting untuk mengetahui dan memahami keunggulan manhaj tarjih Muhammadiyah. Beberapa keunggulan manhaj tarjih di antaranya: pertama, Majelis Tarjih Muhammadiyah dikenal sebagai lembaga yang progresif dalam menghadapi perkembangan zaman. Salah satu ciri khas Muhammadiyah adalah pendekatan ijtihad, yang memungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan analisis rasional dan kontekstual, bukan sekadar mengikuti tradisi lama.
Kedua, Majelis Tarjih telah merespons berbagai isu keagamaan dan sosial yang muncul di era modern, seperti masalah teknologi, kesehatan (misalnya, fatwa tentang vaksinasi), ekonomi syariah, hingga isu-isu lingkungan, kebencanaan dan isu-isu global. Dengan pendekatan yang adaptif, Majelis Tarjih tetap bisa menghadirkan pandangan keislaman yang relevan bagi masyarakat yang dihadapkan pada masalah-masalah kontemporer, seperti globalisasi, perubahan sosial, serta kemajuan teknologi informasi. Buku tanya jawab tarjih yang sampai hari ini telah mencapai 9 jilid dengan berbagai tema.
Ketiga, Majelis Tarjih memiliki pendekatan yang moderat (wasathiyah) dalam memberikan fatwa. Moderasi ini sangat penting di tengah masyarakat yang semakin kompleks, baik dari segi sosial, budaya, maupun politik. Di saat banyak muncul pandangan-pandangan ekstrem atau radikal dalam menanggapi isu-isu keagamaan, pendekatan moderat Majelis Tarjih memberikan alternatif pandangan yang seimbang, rasional, dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip keagamaan yang mendasar.
***
Misalnya, dalam menghadapi perbedaan pendapat mengenai hukum-hukum fiqh, Majelis Tarjih sering kali mengambil sikap moderat, membuka ruang dialog, dan tidak bersifat kaku. Hal ini memungkinkan Majelis Tarjih menjadi rujukan yang relevan bagi masyarakat yang menginginkan solusi keagamaan yang fleksibel namun tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah maqbullah.
Selain itu, keempat, Majelis Tarjih Muhammadiyah dikenal sebagai salah satu lembaga yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tercermin dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan terkait teknologi modern, seperti penggunaan teknologi medis, bioetika, hingga ekonomi digital. Keterbukaan ini mencerminkan kesadaran Majelis Tarjih bahwa umat Islam harus mampu beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
Dalam konteks masyarakat kontemporer yang semakin dipengaruhi oleh inovasi teknologi, Majelis Tarjih terus memberikan panduan yang relevan dan mendukung pemanfaatan teknologi secara positif, sambil tetap mempertimbangkan etika Islam. Artinya, Muhammadiyah tidak anti dan alergi terhadap teknologi, justru mendorong pemanfaatan teknologi bagi kemaslahatan umat.
Kelima, Salah satu kekuatan Majelis Tarjih adalah proses pengambilan keputusan yang kolektif melalui musyawarah (ijtihad jama’iy). Keputusan yang diambil bukan berdasarkan otoritas individu, tetapi melalui diskusi bersama para ulama dan cendekiawan. Proses ini memungkinkan pandangan yang lebih komprehensif, dengan memperhitungkan berbagai sudut pandang dan analisis yang mendalam dibanding pendapat pribadi.
Di tengah masyarakat yang semakin majemuk dengan berbagai permasalahan yang kompleks, seperti isu-isu gender, hak asasi manusia, lingkungan, serta perubahan sosial, proses musyawarah ini memberikan fondasi yang kuat untuk menghadirkan solusi keagamaan yang bisa diterima oleh berbagai pihak.
***
Keenam, Majelis Tarjih selalu mempertimbangkan konteks lokal dan global dalam menetapkan fatwa atau pandangan keagamaan. Muhammadiyah sadar bahwa Islam harus mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia internasional, yang terus berubah.
Hal ini penting karena masyarakat kontemporer menghadapi isu-isu yang bersifat lintas budaya dan lintas agama, seperti pluralisme, kemajemukan sosial, dan interaksi antarbudaya. Majelis Tarjih, dengan pendekatannya yang kontekstual, memberikan panduan keagamaan yang relevan dan aplikatif bagi umat Islam yang hidup dalam masyarakat modern dan global, tanpa kehilangan akar keislaman.
Ketujuh, Majelis Tarjih juga dikenal dengan pendekatan ilmiah dan kritis dalam pengambilan fatwa. Fatwa yang dikeluarkan tidak hanya berlandaskan pada teks keagamaan, tetapi juga didukung oleh riset ilmiah dan kajian mendalam. Fatwa Rokok dan kriteria waktu subuh menunjukkan bahwa riset ilmiah menjadi fakta yang sangat membantu dalam menetapkan fatwa. Dalam konteks masyarakat yang semakin berpendidikan dan kritis, pendekatan ini memberikan kepercayaan bagi masyarakat bahwa pandangan Majelis Tarjih memiliki dasar yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun normatif.
***
Kedelapan, Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih, berperan aktif dalam pembaruan sosial di Indonesia. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan tidak hanya berkutat pada masalah ibadah ritual, tetapi juga mencakup persoalan sosial-ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kebijakan publik.
Sebagai contoh, Muhammadiyah telah banyak memberikan panduan tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan yang inklusif dan merata, serta berperan dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks masyarakat kontemporer yang semakin kompleks dan dinamis, peran Majelis Tarjih dalam memberikan panduan keagamaan yang selaras dengan tantangan sosial-ekonomi sangat dibutuhkan.
Kesembilan, Majelis Tarjih Muhammadiyah justru semakin relevan sebagai rujukan masyarakat kontemporer yang semakin kompleks karena pendekatannya yang moderat, rasional, dan kontekstual. Dengan keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fokus pada pembaruan sosial, Majelis Tarjih mampu merespons berbagai tantangan zaman modern.
Kemampuan untuk menyeimbangkan antara sumber Islam yang murni (al-Qur’an dan Sunnah) dengan kebutuhan masyarakat modern menjadikan Majelis Tarjih sebagai sumber otoritas keagamaan yang tetap penting di era sekarang. Fleksibilitas bukan berarti tidak memiliki pendirian, namun sifat hukum Islam memang fleksibel bertanggungjawab.
Mengapa Fatwa-Fatwa Tarjih Kurang Diminati?
Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, kenapa fatwa-fatwa majelis tarjih kurang diminati oleh masyarakat khususnya kaum millenial sebagai penerus dakwah persyarikatan? Dalah satunya karena packaging fatwa yang kurang marketable. Karenanya, digitalisasi fatwa dan keputusan-keputusan Majelis Tarjih hendaknya dibuat semenarik mungkin agar warga muda juga tertarik untuk mendownload dan menjadikannya rujukan. Dakwah digital di media sosial juga perlu diperbanyak dengan perspektif digital marketing supaya menarik.
Sering sekali pada mesin pencarian semisal google, fatwa-fatwa Tarjih tidak pernah bertengger pada baris pertama, bahkan tenggelam di dasar google. Ketika diketikkan bagaimana hukum isbal pada mesin pencarian, maka yang akan bertengger paling atas bukan fatwa majelis tarjih, tetapi media lain yang rajin menuliskan fatwanya pada media online, atau memakai aplikasi untuk mengangkat berita dari dasar google.
Sayang sekali jika mutiara berharga ini tidak bersinar terang karena tertutupi oleh kemalasan warganya untuk membaca, ditenggelamkan dalam dasar google oleh narasi-narasi renyah yang kering, membosankan tanpa sentuhan marketing. Kekurangan Majelis Tarjih adalah pada kemasan yang kurang menarik. Buku Himpunan Putusan Tarjih yang tampak tua dan usang, butuh cetakan dengan tampilan menawan baik cover maupun tampilan isi.
Editor: Soleh