Meyakini Kesunnahan Membunuh Cicak
Mengetahui bahwa membunuh cicak adalah sebuah kesunnahan sudah saya ketahui sejak lama. Ketika masih duduk di Sekolah Dasar, saya mengetahui melalui beberapa hadis yang tersebar bahwasanya membunuh cicak adalah sebuah anjuran dalam Islam. Terlebih lagi pada saat itu yang saya mengetahui bahwasannya pahala membunuh cicak akan lebih besar lagi ketika hal tersebut dilakukan ketika malam atau hari Jumat.
Begitupun ketika berlanjut duduk dibangku SMP, masih dengan pemahaman yang sama saya mengetahui bahwa membunuh cicak adalah kesunnahan. Namun pengetahuan saya bertambah karena hal yang dianggap sunnah itu didasarkan pada kisah dimana cicak turut meniup api yang membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Hal itu menjadi penanda bahwa cicak tidak berpihak pada kebenaran Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Walaupun saat itu saya mengetahui bahwa membunuh cicak dikatakan sunnah, tapi saya sama sekali belum pernah membunuhnya karena melihatnya saja sudah geli.
Dalil Tekstual Anjuran Membunuh Cicak
Ketika berbagai media dakwah keislaman melalui media sosial meningkat, berbagai paham keislaman dengan mudah ditemukan dan tersebar. Salah satunya adalah paham yang membagikan narasi keislaman hanya berhenti pada teks baik al-Quran maupun hadis.
Hal tersebut dapat berdampak pemahaman Islam secara sempit dan tidak dapat mengkontekstualisasikan terhadap kenyataan dan keadaan. Termasuk dalam narasi keislaman yang menyampaikan bahwa membunuh cicak merupakan sebuah anjuran kesunnahan dalam Islam.
Pemahaman tersebut meluas ketika tersebarnya sebuah teks hadis yang menyatakan, “Barangsiapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan, dan barangsiapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Dan barangsiapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua.” (HR Muslim).
Selain itu biasanya tak lupa menyampaikan bahwa cicak adalah hewan yang fasik maka dari itu menjadi alasan diperintahkan untuk membunuh cicak (HR Muslim). Bahkan dalil bahwa cicak turut memperbesar api yang membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ditambahkan sebagai penguat akan anjuran kesunnahan membunuh cicak. Hadis tersebut berbunyi, “Dahulu cicak yang meniup dan memperbesar api yang membakar Ibrahim.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tinjauan Hadis Tersebut
Secara tekstual, hadis yang berkaitan tentang keutamaan membunuh cicak akan didapatkan pemahaman bahwasannya cicak adalah sebuah hewan yang mendapatkan takdir menjadi hewan durhaka dan fasik. Alasan kefasikkan cicak tidak lepas juga karena perbuatannya turut meniup dan memperbesar api yang membakar diri Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Namun kita juga telah mengetahui bahwa hewan adalah makhluk Allah yang tidak dihukumi dengan dosa karena salah satunya hewan tidak diberi karunia berupa akal. Terlebih lagi jika memang anjuran membunuh cicak karena telah meniupkan api yang membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan turut memperbesarkannya maka pertanyaannya, apakah cicak saat ini pasti berasal dari keturunan cicak yang telah turut meniup api yang membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ?
Selain itu, secara tekstual hadis menjelaskan bahwasanya cicak bukan hanya meniup api yang membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Namun juga berhasil untuk memperbesar api yang membakar beliau ‘Alaihissalam.
Secara akal hal ini tidak masuk dan tidak dapat diterima karena cicak adalah termasuk hewan kecil. Jangankan mampu memperbesar sebuah api, untuk mendekat kepada api saja pastinya takut dan menghindar.
Dengan pemahaman yang lebih dalam untuk hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa cicak yang Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam maksud bukanlah cicak dalam bentuk hewan sungguhan. Namun cicak yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah sebuah bentuk perumpamaan.
Dalam-dalil keagamaan seperti dalam al-Quran kita menemukan perumpamaan dalam bentuk hewan. Contohnya dalam surat al-A’raf: 176, anjing digunakan sebagai perumpamaan manusia yang cenderung terlena pada dunia serta menuruti hawa nafsunya. Kemudian seperti kera dan babi yang disebutkan dalam surat al-Baqarah:65 dan al-A’raf:166 sebagai perumpamaan manusia yang menentang hukum ketentuan Allah.
***
Sebuah perumpamaan dalam bentuk hewan ini sebagai bentuk pengingat bagi manusia yang telah diciptakan dengan sempurna dan juga dibekali dengan akal. Dalam bahasa sehari-hari kita juga mengenal perumpamaan hewan, misalnya tikus sebagai sebutan bagi para koruptor.
Dengan memahami hal ini secara mendalam, kita dapat mengetahui bahwa api yang dimaksud dalam hadis Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tersebut bukanlah cicak dan api sungguhan. Melainkan sebagai bentuk bahasa perumpamaan. Cicak dalam konteks hadis tersebut adalah manusia yang memperkeruh keadaan dan memunculkan permusuhan dengan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Begitupun dalam pemaknaan kata api, seperti dalam ilmu tafsir, api dapat memiliki makna kekuasaan, peperangan, dan fitnah. Begitupun makna api yang dimaksud dalam hadis tersebut merupakan perumpamaan dari sifat yang suka menghasut, memanas-manasi sebuah keadaan, ataupun meroasting. Sifat-sifat inilah yang harus dihilangkan dan dihindari dari dalam diri manusia terkhusus seorang muslim.
Dengan itu, ketika membunuh cicak dikatakan sebagai anjuran kesunnahan dalam Islam, terlebih lagi dengan menyandarkan pada beberapa hadis secara tekstual saja, maka dengan pemahaman yang juga telah disampaikan, hal tersebut tidaklah sesuai.
Alasan Membunuh Cicak Menurut Ulama
Beberapa ulama juga turut membahas tentang hadis yang secara teks berisikan anjuran dalam membunuh cicak. Namun alasan-alasan jika memang perlu dalam membunuh cicak bukanlah disandarkan pada latar belakang yang dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ataupun karena kefasikkan yang secara tekstual disebutkan dalam hadis.
Alasan yang dijelaskan oleh ulama salah satunya Imam an-Nawawi Rahimahullah yaitu dikarenakan pada beberapa jenis cicak atau bahkan hewan berbahaya pada umumnya yang dinilai dapat menyebabkan penyakit. Tetapi cicak yang dimaksud juga bukanlah seluruh jenis cicak atau cicak yang berada dalam rumah-rumah pada umumnya. Tetapi jenis cicak yang dapat menyebabkan penyakit begitupun bagi hewan lainnya secara umum yang dapat menyebabkan penyakit.
Wallahu’alam
Editor: Soleh