IBTimes.ID – Khoiruddin Bashori, pakar Psikologi Islam Universitas Ahmad Dahlan, dalam Pengajian Ramadhan 1443 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 7 April 2022 memaparkan tema Membangun Religiusitas Islami yang Mencerahkan dalam Keluarga di Era Disrupsi.
Dunia hari ini, menurut Khoruddin, sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi). Dalam situasi ini, peradaban tidak lagi linier, perubahan berlangsung sangat cepat, fundamental, dan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan yang baru.
Disrupsi menginisiasi lahirnya model-model baru yang lebih inovatif dan tak terduga. Cakupan perubahannya luas, mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, pendidikan, sosial, kesehatan, bahkan hingga keagamaan. Era ini menuntut berubah atau punah.
Era ini menghadirkan banyak kejutan yang mengagetkan, namun pada saat yang sama juga memberikan banyak peluang. Kini orang tidak harus datang ke pesantren untuk mengaji. Lewat gawai dalam genggaman, siapapun dapat mengakses sumber-sumber ilmu agama yang nyaris tak terbatas dengan sangat mudah dan murah.
Dengan fenomena disrupsi yang demikian masif ini, ketahanan keluarga di berbagai aspeknya dituntut untuk lebih siap dan kuat dalam merespon zaman tanpa harus menghindarinya karena memang tidak mungkin.
Muhammadiyah di dalam MKCH telah memberikan panduan agar kehidupan umat, khususnya warga Persyarikatan, didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Selain dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, menggunakan akal pikiran yang sesuai jiwa ajaran Islam, Khoiruddin juga menekankan pentingnya transformasi kesadaran moral dari heteronom menuju otonom. Artinya, dari yang semula serba terpaksa menuju kepada kesadaran dan pemahaman yang autentik.
Keluarga yang dibangun di atas fondasi yang kokoh dan jiwa merdeka, akan melahirkan kebahagiaan, ketenangan, produktifitas, fungsional, dan religiusitas islami. Religiusitas islami ini merujuk pada karakter Nabi Muhammad Saw yang diterangkan dalam hadis riwayat Muslim. Rasulullah Saw adalah orang yang paling baik, paling pemurah, dan paling berani.
Tiga Karakter Religiusitas Islami
Pertama, Ahsana an-nas (Apikan): More loving and compassionate
Dalam pengertian ini, seseoang didorong untuk memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang lebih kepada orang laing dan mewujud dalam kenyataan dengan etos saling memberi dan menolong (ta’awun).
Kedua, Ajwada an-nas (Loma): Less self oriented and more giving
Selain memiliki rasa cinta dan kasih sayang kepada orang lain, seseorang juga didorong supaya tidak hanya berpikir untuk diri sendiri saja (egoisme), namun juga memiliki rasa empati dan memberi lebih banyak kepada orang lain.
Ketiga, Asyja’a an-nas (Kendel): Courage
Rasa cinta-kasih sayang, empati-semangat memberi, dan yang ketiga adalah keberanian (syaj’ah). Keberanian, termasuk berani dalam mengambil sikap dan tindakan yang benar, akan lahir dalam keluarga yang kuat. Tanpa keberanian, era disrupsi pasti akan menggusur ketahanan keluarga di berbagai aspek. Tentu keberanian yang diiringi dengan prinsip yang benar dan sikap tanggung jawab.
Ketiga karakter religiusitas islami dari Nabi Muhammad Saw ini menjadi modal penting dan pokok dalam membangun keluarga, khususnya di era disrupsi, yang sangat rawan dengan berbagai macam tantangan zaman.
Zaman yang yang terus berubah, menurut Khoiruddin, bukan untuk dihindari, dijauhi, atau ditinggalkan, tetapi kita dan generasi penerus yang harus memiliki kemampuan adaptif yang semakin cepat. Meningkatkan kemampuan adaptif secara individu, tim, maupun organisasi sehingga lebih produktif, berdaya, kreatif, dan setia dalam kolaborasi.
Editor: Yusuf