IBTimes.id — Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Aries Muftie memaparkan gagasan tentang Qaryah Thayyibah dalam kaitannya dengan filantropi umat Islam di Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah pada Sabtu pagi (15/2).
Dalam agenda yang dilaksanakan di Lantai 5 Gedung AR Fachruddin A Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, Aries Muftie menjelaskan lima pilar peradaban ala Nabi yang disusun pasca-hijrah ke Madinah. Pilar-pilar tersebut adalah 1) Bina karakter dan insani; 2) Bina saudara dan institusi; 3) Bina sinergi dan teknologi; 4) Bina dana dan investasi; 5) Bina pasar dan industri. Keterlibatan warga negara sangat diperlukan dalam membangun pilar-pilar peradaban.
Contoh baik dari keterlibatan warga negara dalam membangun peradaban bisa diambil dari kejadian di Korea Selatan. Suatu saat, dalam masa pembangunan Korea Selatan berhutang pada IMF. Namun hutang tersebut dapat dilunasi hanya dalam 1,5 tahun. Hal ini terjadi karena adanya keterlibatan warga, di mana desa pun menjadi unit bisnis melalui koperasi.
Sebaliknya, di Indonesia yang terjadi justru ironis. Salah satu contoh yang disebutkan Aries adalah ketergantungan pada produk negara lain yang sangat tinggi. Bahkan, kain ihram Indonesia pun banyak yang berasal dari Cina. “Ratusan ribu jamaah haji dari Indonesia setiap tahunnya. Tetapi 70% kain ihramnya diproduksi oleh Cina,” kata Muftie.
Membangun Qaryah Thayyibah
Qaryah Thayyibah dapat diartikan sebagai desa yang baik, indah, dan berdaya. Pembangunan desa semacam ini yang dimaksudkan untuk meniru Korea Selatan maupun peradaban Madinah di masa lampau. Di Indonesia, gerakan desa emas telah diinisiasi oleh “kampus desa emas” STIEBANK Jakarta.
Kampus Desa Emas ini menerapkan beasiswa bagi hafizh Quran. Dalam praktiknya, mahasiswa ikut memberikan pendampingan pada desa-desa, salah satunya Desa Eretan Kulon di Indramayu, Jawa Barat.
Desa emas yang dimaksud adalah mengarahkan perkembangan desa untuk fokus pada keunggulan lokal. Kata Muftie menjelaskan pengembangan desa ini, “Mindset is a king.” Pola pikir tentang pengembangan keunggulan lokal inilah yang diperlukan untuk mengembangkan desa.
Lebih jauh lagi, pengembangan desa seperti pada gerakan desa emas bermaksud membentuk jamaah yang benar-benar kuat. Di mana jamaah harus memiliki imam, karena jjika tidak maka hanya dapat disebut sebagai kerumunan. Bukan jamaah.
Dalam menggambarkan desa saat ini dalam konteks jamaah, Muftie menjelaskan kepemilikan aset desa. “Desa memiliki tanah yang banyak, uang sebagai modal juga dimiliki. Namun, manajemennya belum ada dan belum baik,” ujar Muftie. Diperlukan dukungan pihak luar desa agar dapat mengembangkan desa lebih jauh lagi.
Hingga apabila dapat terwujud satu desa satu industri, tentunya perekonomian suatu daerah akan sangat terbantu oleh desa-desa tersebut. Hal ini menjadi bagian dari pembangunan qaryah thayyibah seperti dimaksud di awal.
Reporter: Badar
Editor: Nabhan