Perspektif

Ayah, Buka Puasalah Denganku

3 Mins read

Ramadan, bulan yang bisa mengakrabkan keluarga. Apalagi pada situasi pandemi seperti ini, keluarga dapat berkumpul dengan penuh kehangatan. Ayah yang biasanya berada di luar, saat ini dengan WFH bisa bercengkerama langsung dengan anak dan keluarga. Dulu, sulit berkumpul bersama ketika buka puasa, hari ini anak bisa merasakan makan bersama. Keakraban dan kehangatan ayah terhadap anaknya menjadi segar kembali.

Ayah Menemani Puasa

Covid-19 ternyata membawa dampak positif terhadap bangunan keakraban keluarga, yang sebelumnya kadang kering bahkan tak terasa hangat. Berkat physical distancing, keluarga dapat memetik buah kehangatan satu sama lain. Ayah, yang ingin diharapkan kehadirannya, kini bisa berbuka puasa di rumah, atau juga membangunkan si kecil ketika mau sahur.

Faktor kesuksesan anak berasal dari kehangatan keluarga. Anak yang merasa dihormati, diperhatikan, dan didekati dengan baik akan menumbuhkan jiwa yang baik bagi dirinya.  Anak dengan dekapan kasih sayang dan merasakan kehadiran ayah ketika berbuka, jauh lebih senang hanya sekedar dibelikan oleh-oleh mainan.

Berbuka puasa dengan anak selama satu bulan penuh, memiliki dampak positif terhadap perkembangan psikis anak. Terasa lebih indah bila ayah memimpin salat maghrib setelah berbuka. Semua anggota keluarga kumpul dalam satu nada keberkahan Ramadan, kebajikan diri akan senantiasa terus terpupuk.

Hanya 30 hari dari keseluruhan hari-hari dalam setahun, ayah dapat memberikan dampak positif pada perkembangan psikis anak.  Perkembangan psikis yang baik akan menumbuhkan kesuksesan. Kesuksesan anak akan membuahkan kedamaian hidup.

Menciptakan Generasi Tangguh

Islam mendorong penciptaan  generasi yang kuat dan tangguh, baik pada aspek intelektual, spiritual, dan keterampilan. Generasi emas akan dilahirkan dari keluarga yang mampu menghangatkan hubungan antara anak dengan ayah dengan nuansa akrab dan edukatif.

Baca Juga  Tiga Tawaran Moderasi Keindonesiaan dari Muhammadiyah

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka kha-watir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. Al-Nisa: 9).

Ayat ini tidak menghendaki generasi Islam yang lemah dalam akidah, ibadah, ilmu, dan ekonomi. Akidah menjadi kekuatan, kenyamanan, dan kebahagiaan hidup. Lemahnya akidah menyebabkan tidak teguh pendirian, bahkan mungkin manggadaikan iman. Al-Quran telah menggambarkan dengan kisah Luqman dalam mendidik anak-anaknya.

Generasi yang tangguh, dicirikan dengan istikamah dalam ibadah. Istikamah menjadi pegangan hidup, tak mudah terintervensi orang lain. Begitu pula, Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Ada sebuah hadis, “Tidak  ada kebaikan kecuali pada dua  kelompok, yaitu orang yang mengajarkan ilmu dan orang yang mempelajari ilmu,”  Dengan ilmu akan menghasilkan kesejahteraan hidup, generasi menjadi kuat dalam ekonomi.

Ayat di atas dapat didukung oleh kahadiran ayah ketika puasa bersama dengan anak.  Dua insan yang berkumpul dengan anggota keluarga lainnya, sama-sama menunggu buka puasa, canda tawa yang hangat, makan bersama ketika berpuasa, dan berjamaah ketika salat, akan membangkitkan kebahagiaan hidup. Semua berada dalam situasi yang damai.

Buka Puasa Bersama Ayah

Berbuka puasa di masjid (ifthar jama’i), baik dilakukan. Buka puasa bersama-sama dengan jamaah lain, apalagi diisi dengan nutrisi keagamaan, membuahkan ketaatan. Salat maghrib berjamaah di masjid menjadi syiar keislaman yang terang. Mereka mereguk kebahagiaan religius ketika Ramadan ini.

Tapi mungkin ada hak anak yang ingin berjamaah dengan ayahnya terbengkalai. Padahal ia menjadi generasi yang akan datang. Salat berjamaah di masjid memang baik. Akan lebih bahagia dan rumah menjadi sumber rahmat bila keluarga melaksanakan salat berjamaah. Ayah menjadi figur yang dinantikan anak  menjadi imamnya.   

Baca Juga  Profil Alumni Ramadan, Seperti Apa?

Bukankah akan lebih senang apabila kita melihat anak selesai puasanya hari ini, berbuka dengan penuh keceriaan, dan melaksanakan salat berjamaah di rumah? Ayah dengan anak saling bercanda dan bercengkerama. Keluarga dibangun dengan keakraban dan kehangatan.

Masjid tetap dijadikan tempat berjamaah. Rumah harus dihidupkan. Ramadan menjadi momentum membangun ketahanan keluarga. Selama ini suami istri jarang ngobrol, diskusi, bahkan jarang mendidik anaknya karena kesibukan kerja.  Generasi yang jauh dari rumah, tidak terdidik oleh orang tuanya, akan menimbulkan perilaku negatif.

***

Ramadan akan membiasakan berkumpul dengan seluruh keluarga. Anak dapat bercerita dan diskusi,  merangsang semua anggota keluarga mengemukakan pendapatnya. Hal ini melatih rasa percaya diri anak dan kemampuannya bicara di muka umum dan akan mengakrabkan sesama anggota keluarga.

Kebiasaan berkumpul ini juga bisa dilakukan dengan cara memainkan permainan yang melibatkan seluruh anggota keluarga atau memanfaatkan waktu makan, dengan membiasakan makan bersama. Terlebih ketika buka puasa bersama. Keakraban dalam balutan Ramadan akan menyuguhkan kisah sukses anak di masa yang akan datang. Wallahu a’lam.

Editor: Nabhan

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds