Perspektif

Baca Al-Qur’an di YouTube, Syiar atau Riya’?

3 Mins read

Baca Al-Qur’an di YouTube, bisa merupakan bentuk dari syiar. Tapi awas, hal itu juga bisa menjadi jebakan: riya’! Keduanya memang agak sulit diidentifikasi secara lebih jelas. Masalahnya adalah, tergantung niat.

Niat sendiri tidak akan pernah terungkapkan. Sekiranya disampaikan secara lugas, belum tentu sejalan dengan hati nurani yang terdalam.

Tapi Allah Maha Mengetahui, baik yang zahir maupun yang batin. Artinya, baik yang tampak atau kasat mata, maupun yang tersembunyi di alam batin dan pikiran hamba-Nya. Ketika kita tulus ikhlas mengaji via YouTube, terlebih dengan suara yang merdu, jelas akan berfaedah. Terutama bagi orang lain.

Sayangnya, ketika mengaji hanya digunakan sebagai alat pamer dan menyombongkan diri, terlebih sekadar mendapatkan like dan subscribers, maka Allah mungkin akan mempertimbangkannya sebagai noda hitam di dalam dada manusia. Ganjarannya jelas dosa.

Tren hijrah yang booming di kalangan Muslim milenial misalnya, tidak jarang menyelenggarakan festival yang dengan sengaja memvideokan aktivitas mengaji dan memviralkannya. Di atas kertas, siapa saja bisa mengklaim bahwa itulah dakwah cara baru yang perlu digalakkan. Tapi jika justru membuat takabur, tinggi hati, dan memandang rendah mereka yang tidak bisa mengaji, sungguh mereka merugi.

Kendati demikian, berbeda halnya jika sudut pandang mengenai persoalan ini datang dari khalayak ramai. Bahkan, dari kalangan awam yang masih belajar mengaji. Tentu Channel YouTube “Tutorial Irama Quran Muzammil Hasballah” menjadi kegemaran tersendiri. Channel lainnya yang sedang naik daun adalah “Muhammad Ikhwani Beramal,” “Osman Bostanci” dan “Channel Ngaji Santai Bilal Attaki.”

Sementara itu, di kalangan Muslimah milenial, “Ochi Yosi Channel” yang menyediakan program “Ngaji Pemula” bersama Yosi Novita Sari, menjadi pilihan utama. Rujukan lainnya adalah “Maghfirah Hussein” yang bersuara melengking merdu. Indah sekali. Tentu membuat para penonton dan pendengarnya bukan sekedar kagum. Namun juga menenangkan hati, damai, dan rileks.

Baca Juga  Feodalisme itu Budaya Orang-orang yang Terbelakang, Tidak Relevan untuk Kita Ikuti
***

Di kalangan Muhammadiyah, TvMu memiliki program mengaji bersama Ustadz Abdul Roziq. Program ini justru menarik minat orang-orang tua yang ingin meningkatkan kemampuan mengajinya. Anak-anak muda lebih memilih menggunakan media yang easy access dan user friendly seperti YouTube ketimbang televisi. Walaupun, TvMu bisa juga diakses dalam genggaman ponsel pintar kita.

Di samping mengaji, menghafal Al-Qur’an juga menjadi tren tersendiri. Channel tv yang pertama kali menganggap hal ini “menguntungkan” adalah RCTI. Melalui program “Hafiz Cilik” dengan host Irfan Hakim, program ini menjadikan Imam Syeikh Ali Jaber dan Prof Nasaruddin Umar sebagai narasumber. Keduanya adalah ahli di bidang tahfidz dan tampak meyakinkan bagi audience.

Bahkan, di program hura-hura seperti “Dahsyat,” pernah dilakukan “sambung ayat” oleh bintang tamu Irwansyah, Wali, dan Harris J. Ini tentu semacam perkawinan antara pasar, tren kultural, dan tradisi keagamaan menjadi satu.

Bahkan, kini dielaborasi oleh teknologi mutakhir, sehingga hadir di hadapan kita semua aplikasi “Quran Go Indonesia.” Jika Gojek melayani antar jemput penumpang, atau delivery order makanan dan barang lainnya, maka Quran Go melayani ngaji yang bisa mobile ke berbagai wilayah pengaksesnya.

Segala kemajuan yang berisi konten baca Al-Qur’an tidak bisa dihindari. Sejarah mencatat perkembangan televisi, internet, media sosial, dan program aplikasi (apps) berjalan beriringan dengan kebudayaan hijrah, komodifikasi oleh kepentingan akumulasi kapital, dan tradisi keagamaan yang berjalan lebih dari empat belas abad lamanya (sejak kelahiran Islam).

Hal penting yang harus diperhatikan adalah terdapat perbedaan antara membaca Al-Qur’an secara biasa-biasa saja (bahkan sekadar membunyikannya) dan membacanya dalam rangka memahami makna dan nilai yang terkandung di dalamnya. Juga sama halnya dengan menghafalkan ayat-ayat Allah. Hal itu berbeda dengan menghafalkan yang sekaligus paham.

Baca Juga  Benarkah Al-Qur'an Zaman Sekarang Tidak Otentik?

Secara lebih kompleks, bahkan terdapat perbedaan antara membaca-memahami Al-Qur’an seperti biasa, dengan membaca-memahami secara kreatif. Apa yang disinggung terakhir ini, biasanya berkaitan erat dengan problematika umat masa kini dan perkembangan sains dan teknologi mutakhir.

***

Terlepas dari itu semua, membaca secara ikhlas dari dalam hati, mudah-mudahan mendapatkan pahala yang besar. Membaca Al-Qur’an via YouTube dengan maksud mempermudah edukasi (tarbiyah Islamiyyah) juga semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Keduanya jauh lebih baik ketimbang aktivitas destruktif, seperti sekadar menjadi kaum rebahan yang enggan melakukan hal yang kreatif. Atau terlampau kreatif sehingga bersifat koruptif, manipulatif, dan dehumanistik. Mudah-mudahan kita terhindar dari sifat-sifat yang tidak etis ini.

Tapi, ketika hendak belajar mengaji via YouTube, sekurang-kurangnya kita harus menguasai terlebih dahulu pengetahuan dasar tentang huruf-huruf Arab. Pelajaran mengenai hal ini pun, tersedia di YouTube.

Langkah berikutnya adalah menguasai ilmu sambung-menyambung kata dalam bahasa Arab (mengeja dengan baik, memiliki pelafalan yang fasih, mengerti tajwid dan lain sebagainya). Sekiranya merujuk buku Iqro’, maka sudah tuntas menyelesaikan level 6.

Pengetahuan dasar mengaji ini akan lebih mahir sekiranya kita hafal di luar kepala surat-surat pendek di dalam Juz Amma (Juz 30). Kita tinggal menyesuaikan langgam yang digemari. Misalnya Bayati atau Hijaz. Nada-nada merdu nan indah, bisa kita pelajari dari berbagai Channel khusus yang tersedia.

Ingat, ketika belajar, sebenarnya secara teknis kita belum belajar “membaca” Al-Quran. Tapi, baru memasuki level “membunyikannya.” Untuk itu, perlu kiranya juga mendengarkan berbagai kajian Al-Qur’an yang ada. Kajian yang berbobot biasanya isi dan substansinya berorientasi menjadikan para audience lebih dekat kepada Allah dengan cara yang membahagiakan, menghargai martabat kemanusiaan, serta disampaikan dengan bahasa yang halus, santun, dan menenangkan hati.

Baca Juga  Semiotika Roland Barthes: Mungkinkah Dipakai untuk Mengkaji Al-Qur'an?
***

Harap berhati-hati, jangan salah “mengaji” pada Channel yang mengajak kita justru terjerumus pada hal-hal yang destruktif, mudah marah, menggelisahkan, dan menganggap orang lain selalu salah. Wawasan sejarah, hikmah, dan ilmu-ilmu tentang menyucikan hati (tazkiyah al-nafs) juga penting, dalam rangka menghaluskan perasaan dan meningkatkan sensitivitas nilai-nilai Qurani (akhlak mulia) yang kita miliki.

Jadi, mari membaca Al-Quran, boleh di-YouTube-kan asal tulus ikhlas. Dan mari belajar Al-Qur’an via YouTube bagi yang gemar belajar mengaji, jika tidak punya guru ngaji. Mari belajar mengaji dengan baik dan benar, tepat memilih Channel dan senantiasa bersikap rendah hati, sabar dan disiplin. Semoga Allah memberikan karunia ilmu yang bermanfaat bagi para pembelajar Al-Quran.

Hasnan Bachtiar: Baca Al-Qur'an di Youtube, Syiar atau Riya'
Editor: Arif
Desain Grafis: Galih Qobid Mulkhi
Publisher: Yahya FR
89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds