Dewasa ini kita sering kali membaca berita bahwa Indonesia adalah merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekosistem ekonomi Islam. Jika berbicara mengenai ekosistem ekonomi Islam, maka kita bisa mulai berfokus pada beberapa aspek terlebih dahulu untuk dibahas lebih lanjut berdasarkan kesiapan sarana maupun prasarana pendukung yang sudah eksis saat ini.
Ya, agaknya hal pertama yang selalu menarik untuk kita bahas mengenai ekosistem ekonomi Islam ini adalah potensi perbankan/keuangan syariah yang secara konkret dapat dilihat kasat mata mengenai keberadaannya. Namun kendati demikian, sebelum penulis membahas kondisi terkini pertumbuhan perbankan Syariah di Indonesia sejak masa berdirinya, penulis akan me-recall hal-hal yang pernah penulis sampaikan pada tulisan beberapa tahun silam sekitar tahun 2011-2012 yang juga dimuat oleh beberapa surat kabar pada saat itu.
Privilege Demografi
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan industri perbankan syariah. Di negara ini, industri perbankan syariah digerakkan langsung oleh masyarakatnya yang menjadi aktor utama bagi hidupnya perbankan syariah di Indonesia (society driven). Industri perbankan syariah tumbuh dari bawah dan terus ke atas (bottom-up) seiring kedewasaan masyarakat yang mulai membuka diri terhadap perbankan syariah dan ekonomi Islam pada umumnya. Hal ini tidak lain didukung oleh kematangan masyarakat yang menjadi pelaku ekonomi Islam dalam memahami keberislamannya (Yuslam Fauzi: 2011).
Maka dari itu, mereka dengan mudah menerima nilai-nilai yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dan perbankan syariah pada khususnya.
Berbeda dengan di Indonesia, di Malaysia pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariahnya sangat “dibantu” oleh pemerintah mereka yang memang mendukung penuh terhadap perbankan syariah di negaranya (government driven).
Keseriusan pemerintah mereka terefleksi dari diwajibkannya setiap instansi pemerintahan agar menaruh uangnya pada pebankan syariah, sehingga tidak heran kalau aset perbankan syariah mereka lebih besar dari Indonesia. Pemerintah yang medukung secara penuh itulah kunci yang membuat perbankan syariah di negara Malaysia maju dan berkembang secara pesat.
Intervensi Pemeritah
Berdasarkan 2 (dua) standing poin pada paragraph di atas, maka kondisi terkini sudah tidak lagi relevan dengan tulisan 10 tahun silam tersebut. Mengapa demikian? Ya, karena saat ini Indonesia juga memiliki government driven yang secara konsisten terus ditunjukan oleh pemerintah melalui kementerian BUMN seperti penggabungan (merger) beberapa bank syariah sehingga melahirkan Bank Syariah Indonesia, melakukan konversi Bank Umum Konvensional (BUK) menjadi Bank Umum Syariah (BUS), dan terus melakukan inisiasi-inisiasi untuk penggabungan BUS agar menjadi lebih besar sehingga mampu dan siap “menantang” industry dengan kekuatan modal dan infrastruktur yang dimilikinya.
Pelbagai hal tersebut akan terus “digenjot” oleh pemerintah ataupun regulator guna membawa Perbankan Syariah lepas dari “jebakan” market share sebesar 10% yang hingga saat ini belum mampu ditembus meskipun umur bank syariah di Indonesia telah mencapai lebih dari 30 tahun.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Siti Yayunigsih yang merupakan Peneliti Eksekutif di OJK bahwa saat ini pangsa pasar bank syariah di Indonesia baru mencapai 7% pada tahun 2022, Kinerja BUS sulit untuk menembus angka 10% hingga tahun 2028 tanpa adanya intervensi struktural yang lebih massif, ungkapnya pada Rabu 13 Maret 2024 dalam acara Idea Talks Riset OJK Volume 4.
Islamic Economic Ecosystem
Kembali lagi kepada tema awal bahwa ekosistem industri halal tidak melulu hanya kepada perbankan syariah, namun juga kita (Pemerintah, Masyarakat, dan Pelaku Bisnis) harus benar-benar serius melihat bahwa sekarang ini pergeseran nilai mulai terjadi di masyarakat. Seperti mulai adanya permintaan terhadap pariwisata halal misalnya, ataupun fashion Islami yang juga “happening” bersama dengan komunitasnya yang tumbuh subur, dan juga pendidikan yang berbasis kepada nilai-nilai agama.
Hal inilah yang harus mampu ditangkap oleh semua stakeholder bagaimana mensinergikan Islamic ecosystem ini dari hulu hingga ke hilir, jangan sampai ada chain yang terputus sehingga terjadi potential loss akibat kurang pedulinya kita terhadap kekuatan/bonus demografi yang kita miliki saat ini.
Pada kesempatan selanjutnya, penulis akan membahas tentang Islamic Ecosystem kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi kelas ultra mikro yang telah dilakukan “lagi-lagi” oleh sinergi BUMN dalam hal holding ultra mikro antara bank BRI, Pegadaian, dan PNM.
Editor: Soleh