Inspiring

Bambang Setiaji, Rektor Sederhana yang Gigih Antarkan UMS Jadi Kampus Kelas Dunia

9 Mins read

“Saya ingin mendidik dan memberi kesempatan kepada generasi muda”

Putra Pacitan

Tanggal 24 Desember, sekitar 55 tahun silam (1956), lahirlah anak laki-laki bernama Bambang. Dia lahir dari pasangan Bapak Harsono (alm.) dan Ibu Tentrem. Tempat lahirnya di Kecamatan Tulakan, sekitar 25 kilometer dari kota Pacitan, Jawa Timur.

Semasa kecil, anak lelaki dari 8 bersaudara ini dipanggil Gembur. Menurut pengakuan Bambang, di waktu kecil, badannya tampak gemuk. Karena itulah, teman-teman memanggilnya Si Gembur. Pendidikan dasarnya di SDN Tulakan, Pacitan. Konon, di SD inilah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengenyam pendidikan dasarnya. “Saya satu alumni dengan mantan Presiden”, kenang Bambang.

Setelah lulus SD, Bambang lalu melanjutkan studi ke SMP PGRI di Tulakan, Pacitan. Setelah lulus SMP, dia memutuskan untuk melanjutkan studi di SMAN di kota Pacitan.

Menurut penuturan lelaki yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini, selama menjalani pendidikan di SMA, dirinya tampak kurus. Karena itulah, kawan-kawannya tidak lagi memanggilnya dengan julukan Si Gembur.

Memang, kesederhanaan hidup mulai tampak selama Bambang duduk di bangku SMA. Ia lebih memilih untuk masak sendiri, tidak beli makan di warung. Dia juga tidak menyewa kontrakan, tetapi memilih untuk cari rumah kosong yang bisa ditempati. Sebab, harga rumah kontrakan pada waktu itu sangat mahal menurut ukuran kemampuannya. Kadang-kadang, ia sendiri harus jalan kaki sejauh 25 kilometer ketika pulang sekolah. Tapi, Bambang menjalani itu semua dengan sabar.

Sangat menarik ketika menelusuri jejak perjalanan hidup Bambang Setiaji semasa duduk di bangku SMA. Menurut pengakuannya, sejak duduk di SMA, dia sudah mulai belajar menulis di media massa. Dia memang punya bakat dalam menulis puisi. Akan tetapi, keberuntungan ternyata belum juga berpihak kepadanya. “Sudah berkali-kali menulis puisi, tapi belum juga pernah mendapat kesempatan untuk dimuat di media massa,” terangnya.

Semasa duduk di bangku SMA, Bambang Setiaji mengaku sebagai pengagum Sutardji Chalzoem Bachri, Corry Layun Rampan, Sapardi Djoko Damono, dan Arswendo Atmowiloto.

***

Tak jemu-jemu menulis puisi, akhirnya membuahkan hasil juga. Setelah lulus SMA, Bambang berhasil menikmati kesempatan pertama kalinya ketika harian Berita Yudha edisi hari Minggu (Yudha Minggu) memuat puisi buah karyanya sendiri.

“Pernah, di Yudha Minggu, memuat sekumpulan puisi hasil lomba. Di urutan keempat, puisi karya saya dimuat menggunakan identitas Gembur. Di urutan ketiga dimuat puisi karya Arswendo Atmowiloto. Setelah itu, saya menulis menggunakan nama saya, Setiaji. Kadang-kadang memakai nama kakek saya (Darmowiyoto—red.)”, kenang Bambang Setiaji.

Namun, bakat Bambang Setiaji sebagai sastrawan harus dikubur dalam-dalam. Pergulatan sebagai seorang sastrawan sempat membuatnya ragu dan memunculkan rasa khawatir. Menurut pengakuannya, terdapat ancaman dalam Al-Qur’an bagi orang-orang yang mempermainkan kata-kata. Padahal, kata Bambang Setiaji, sastrawan itu orang yang bermain dengan kata-kata. Hingga kini, sosok pengagum Sutardji Chalzoem Bachri ini sudah meninggalkan dunia sastra sama sekali. Sudah tidak ada lagi karya-karya puisi yang lahir dari imajinasi kreatifnya.   

Pada tahun 1977, Bambang Setiaji lulus SMA. Dia sempat menjajaki masuk kuliah di Fakultas Sastra UNS (Universitas Sebelas Maret). Masuk Fakultas Sastra terasa sangat mudah baginya. Itu semua karena dia punya bukti karya-karya sastra berupa puisi-puisi yang pernah dimuat di media massa.

Tapi Bambang punya pilihan lain. Ia lebih memilih masuk Fakultas Ekonomi (angkatan 1977). Lalu, ia kenal dengan almarhum Bapak Syaikhu, Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada waktu itu. Dari situlah Bambang Setiaji mulai ditarik untuk masuk organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah bidang kemahasiswaan: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

“Sewaktu masuk IMM di UMS, organisasi ini sedang macet. Lalu, oleh DPP IMM, dihidupkan lagi pada masa kepemimpinan Immawan Wahyudi, Din Syamsuddin, dan Ali Taher Parasong. Saya memang tidak masuk organisasi kemahasiswaan selain IMM”, kenang Bambang.

***

Sebelum lulus Sarjana Ekonomi, sewaktu masih berstatus sebagai mahasiswa semester akhir, Bambang Setiaji sudah terlibat aktif mengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dia pernah mengajar di Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Sangkrah. Pernah juga menjadi guru SMP Muhammadiyah 8 dan STM Muhammadiyah 3.

Baca Juga  As-Syafi’i, Sang Musafir Ilmu dan Pendiri Mazhab

Setelah lulus sebagai Sarjana Ekonomi, Bambang Setiaji menjadi dosen di UMS. Di UMS, sembari melanjutkan studi S2 di Universitas Gajah Mada (UGM), karir salah satu tokoh yang terpilih dalam buku 100 Tokoh Jawa Tengah (2010) ini terus melejit.

Berawal dari profesi sebagai dosen, kemudian Bambang pernah memimpin unit penerbitan di UMS. Pernah juga menjabat sebagai Dekan di Fakultas Ekonomi (1989-1992).

Tahun 2001, Bambang Setiaji berhasil merampungkan S3 di UGM pada Jurusan Ekonomi. Pelan, tetapi pasti, karir putra Pacitan ini terus menanjak.

Ketika Prof. Drs. Malik Fadjar menjabat sebagai Rektor UMS, Bambang Setiaji dipercaya menduduki posisi sebagai Direktur Program Pascasarjana UMS (2002-2008). Puncak pengabdian Bambang Setiaji pada 1 Januari 2005, ketika dia dipercaya menjabat sebagai Rektor UMS.

Dilihat dari aspek kepribadian, saat berada di puncak pengabdiannya di UMS, Bambang Setiaji ternyata tidak jauh berbeda dengan sosok Si Gembur pada sekitar 45 tahun silam. Gembur, seorang anak laki-laki dari 8 bersaudara yang lahir di Tulakan, adalah sosok pemuda giat belajar, hidup sederhana, dan selalu optimis menjalani hidup.

Dengan status sebagai ‘orang nomor satu’ di UMS kala itu, Bambang Setiaji masih tetap memperlihatkan diri sebagai sosok yang gemar belajar, hidup sederhana, dan optimis.

Serangkaian aktivitas Bambang Setiaji dalam mengikuti kursus dan pelatihan di dalam dan di luar negeri menunjukkan semangatnya sebagai orang yang gemar menuntut ilmu. Tidak hanya menimba ilmu lewat pengabdian di Muhammadiyah, ia juga sempat aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (2009) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (2004-2009).

Sejak 2008 hingga sekarang, putra Pacitan ini menjabat sebagai Dewan Komisaris PT. Bank Syariah BUKOPIN dan Dewan Pengawas Syariah Bank Jateng Syariah.

***  

Sikap hidup yang sederhana tercermin dalam ruang kerjanya dulu saat menjabat rektor di UMS. Untuk ukuran jabatan sebagai rektor, ruang kerja Bambang Setiaji jelas di bawah standar sebagai ruang kerja rektor pada umumnya.

Konon, ruang kerja tersebut warisan dari almarhum Bapak Djazman Al-Kindi. Namun, Bambang Setiaji sendiri mengaku tidak pernah terpengaruh dengan kondisi ruang kerjanya yang amat sederhana.

Cermin sikap optimis dapat dilihat sejak Bambang Setiaji memutuskan untuk menikah dengan Menuk Hardiningsih, putri seorang seniman tari, padahal sebenarnya ia masih berstatus sebagai mahasiswa.

Pernikahan Bambang Setiaji dengan Menuk Hardiningsih menurunkan enam anak: Ibrahim Fatwa Wijaya, Dina Estova, Anisa, Ali Muhammad Sidiq, Yusuf Sifarohman, dan Raihan.

Pertama kali menjabat sebagai Rektor UMS pada 1 Januari 2005, Bambang Setiaji kembali menunjukkan sikapnya sebagai orang yang optimis ketika mengantarkan UMS menjadi World Class University.               

Ciri Khas PTM

Di tengah situasi bangsa yang tengah carut-marut dan kondisi pendidikan nasional kalah bersaing dengan negara-negara lain, eksistensi perguruan tinggi swasta, khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), jelas menghadapi tantangan yang cukup berat.

“Untuk setingkat UMS barangkali bisa bersaing dengan universitas-universitas lain di Indonesia, tetapi sebenarnya itu sangat berat”, jelas Bambang Setiaji.

Tidak semua PTM bisa bersaing dengan universitas-universitas lain. Sebab, beberapa PTM sebenarnya memiliki kondisi yang berbeda-beda. Ada yang sudah mapan, ada pula yang masih seadanya. Rata-rata, semua PTM menghadapi tantangan yang berat, terutama dalam hal pendanaan yang terbatas.

“UMS sebagai salah satu PTM yang menghendaki jadi World Class University, tetapi ternyata sangat berat. Dengan kendala pendanaan yang sangat terbatas, cita-cita UMS sebagai World Class University jelas sangat berat!”, tegas Bambang.

Namun, pihak UMS berhasil mendapatkan beasiswa untuk para dosen supaya melanjutkan pendidikan di luar negeri. Beasiswa dari pemerintah sangat membantu UMS untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Sebagai AUM, eksistensi PTM memang berbeda dengan perguruan tinggi lain. Bambang Setiaji menuturkan pengalamannya sambil membandingkan antara PTM dengan perguruan tinggi umum.

Di PTM, ketika menyampaikan materi keislaman tidak akan mengherankan. Itu sudah dianggap biasa. Namun, ketika menyampaikan materi keislaman di perguruan tinggi umum akan sangat kentara perbedaannya. “Saya ini seorang ekonom, ketika mengajar di perguruan tinggi lain menggunakan ayat-ayat akan dianggap aneh. Kamu itu sedang ngomong apa?” jelasnya.

Baca Juga  Mengenal Fethullah Gulen; Lawan Politik Erdogan dan Muhammadiyah ala Turki
***

Sekalipun PTM memiliki nilai plus dalam bidang ilmu agama dan ilmu umum, tetapi kelemahan pada umumnya terletak pada sumber daya manusia (SDM). Input PTM selalu kelas dua. Inilah kenyataan pada umumnya PTM di seluruh Indonesia menurut Bambang Setiaji. Hanya saja, memang ada beberapa fakultas yang menjadi pengecualian. “Fakultas Kedokteran jelas input-nya kelas satu. PGSD input-nya bagus. Farmasi agak baik. Mungkin FKIP ada beberapa yang baik. Fakultas-fakultas lain input-nya kelas bawah”, jelas Bambang, “tapi, itu bukan masalah yang berat. Tinggal usaha mendidiknya harus lebih keras.”

Budaya dan sumber daya manusia juga termasuk menjadi kelemahan PTM. Menurut penuturan Bambang Setaji, dulu di UMS masih banyak mahasiswa titipan. Tapi sekarang, UMS sudah menggunakan sistem seleksi yang tertib dan obyektif.

Mahasiswa dan dosen diseleksi secara tertib dan obyektif. Mahasiswa masuk pakai seleksi komputer dan tidak ada titipan. Dosen masuk harus mencapai TOEFL 500 dan 525. Untuk dosen lulusan S2 standar TOEFL 500 dan untuk lulusan S1 standar TOEFL 525.

World Class University

Tanggal 1 Januari 2005, untuk pertama kali, Bambang Setiaji mengemban amanat yang cukup berat untuk mengantarkan UMS menuju perubahan. UMS sebagai salah satu Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di bidang pendidikan membutuhkan strategi cerdas untuk dapat berubah lebih maju. Oleh karena itu, strategi yang diterapkan Bambang Setiaji pertama kali menjabat sebagai Rektor UMS jelas sangat menentukan untuk mengukur keberhasilan saat ini.

“Kita lebih konsentrasi pada pengembangan SDM. Pendidikan S2 dan S3 kita upayakan betul. Pada waktu, pada zaman Pak Dochak, kita memenangkan empat TPSDP senilai 40 milyar. Sekitar 30 milyar untuk sekolah. Rata-rata ke Inggris dan Australia. Saya mengambil alih proyek ini belum selesai, karena baru jalan satu tahun. Sewaktu saya menjabat sebagai rektor, jumlah dosen yang sekolah di Inggris 11 orang. Lalu, saya menjalin kerjasama dengan universitas-universitas di Inggris, misalnya Kingston University. Di Australia, kita juga menjalin kerjasama dengan Charles Darwin University. Lalu, kita juga menjalin kerjasama dengan Derby University”, terang Bambang.

Lewat strategi kebijakan menjalin kerjasama dengan universitas-universitas di luar negeri, UMS bisa belajar kurikulum dan standar pendidikan di luar negeri. Misalnya, di Charles Darwin University lebih konsentrasi kepada manajemen. Apa yang diajarkan di Charles Darwin University diajarkan di UMS. Buku-buku rujukan yang digunakan di Charles Darwin University digunakan pula di UMS. Dengan demikian, standar pendidikan di UMS akan sama dengan universitas-universitas di luar negeri.

***

Karena sudah banyak menerima beasiswa dari luar negeri, anggaran belajar UMS digunakan untuk mengirim kursus Inggris ke luar negeri sambil belajar budaya. Setiap enam bulan, UMS mengirim enam orang untuk mengikuti short course selama tiga sampai empat bulan. Konon, kata Bambang Setiaji, amat jarang PTM yang menerima program ini, tetapi UMS berani menjalankan program ini. Hasilnya, hampir tiap dosen di UMS, minimal, pernah tinggal di luar negeri selama tiga sampai enam bulan. Oleh karena itu, strategi kebijakan ini sangat mendukung terwujudnya cita-cita menuju World Class University.

Untuk strategi pembangunan infrastruktur, UMS lebih konsentrasi pada rehabilitasi gedung-gedung lama. Bambang Setiaji menjelaskan, “Sewaktu saya mengambil alih kepemimpinan di UMS, sudah banyak gedung yang dibangun. Gedung-gedung yang dipakai UMS sudah lama, sehingga konsentrasi kita pada pembangunan infrastruktur lebih pada upaya rehabilitasi.”

“Auditorium Djazman itu gedung lama, lalu kita rehab menghabiskan 1 milyar. Di Fakultas Ekonomi dulu ada hall, setelah kita rehab jadi bagus. Bahkan, jadi lebih bagus dari hotel. Fasilitas gedung kita perbarui. Kursi-kursi di auditorium itu lebih nyaman dipakai”, jelas Bambang.

Untuk penerimaan mahasiswa dari luar negeri, UMS paling banyak menerima mahasiswa dari Thailand. Program dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberi beasiswa kepada Thailand. Di antara PTM se-Indonesia, UMS paling banyak menerima mahasiswa dari Thailand. Tahun 2011, UMS menerima mahasiswa asal Thailand hampir mencapai 70-an orang.

Meskipun diakui, UMS masih terlalu sedikit menerima mahasiswa dari luar negeri. Akan tetapi, Bambang Setiaji sudah mempersiapkan strategi untuk menggaet mahasiswa dari luar negeri agar bisa belajar di UMS. “Kita akan mencoba menawarkan program ini ke Afrika. Kita pasang iklan di Times yang peredarannya di Afrika”, terang Bambang.

Baca Juga  H.M. Rasjidi (2): Sang Pahlawan Nasional

UMS termasuk salah satu dari 14 universitas yang diundang Dirjen Dikti (Pendidikan Tinggi) untuk bertemu dengan delegasi pendidikan dari Jepang pada 16 Mei 2011.

***

Sekalipun berstatus sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS), UMS diundang sejajar dengan ITB, UI, dan lain-lain. Di tingkat nasional, saat Bambang Setiaji menjadi rektor, UMS menduduki peringkat ke-12 sebagai perguruan tinggi terbaik. Di tingkat ASEAN, PTM yang saat itu dipimpin oleh Bambang Setiaji ini menduduki peringkat ke-32.

Di Muhammadiyah, saat dipimpin Bambang Setiaji, UMS menempati posisi nomor wahid sebagai PTM terbaik. Serangkaian catatan prestasi tersebut tidak datang dengan sendirinya. Perlu kebijakan-kebijakan strategis dari pemegang otoritas kepemimpinan di level puncak. Dalam hal ini, langkah-langkah strategis yang dilakukan Bambang Setiaji amat menentukan dalam perolehan prestasi UMS selama ini.

“SDM kita kaya. Ini bukan hanya di Muhammadiyah, di PTS mungkin tidak ada yang seperti ini. Sejumlah 80 doktor lulusan luar negeri itu prestasi yang luar biasa!”, tegas Bambang.

Menurut penuturan Bambang Setiaji, kualitas doktor di UMS banyak diminati oleh universitas-universitas di luar negeri. Misalnya, Agus Ulinuha sempat ditawar untuk mengajar di salah satu universitas di Australia. Saudara Mujib, doktor lulusan dari Canada diminta untuk melakukan riset ditempatkan di Abu Dhabi. Mereka adalah para doktor yang berkualitas dan memiliki dedikasi tinggi dalam menjalankan tugas.

Sebagai gerakan sumber daya manusia, UMS di bawah kepemimpinan Bambang Setiaji sangat memperhatikan ketenangan dalam bekerja. UMS membentuk Dana Abadi yang bertujuan untuk menyediakan dana pensiun bagi para karyawan. Dana Abadi diambil dari sisa anggaran. Namanya Lembaga Wakaf Tunai.

Mekanisme pembentukan Dana Abadi lewat pemanfaatan sisa anggaran. “Misalnya, jika ada pemasukan 100, kita pakai 80. Sisanya 20 masuk dana abadi. Setahun, rata-rata UMS menabung 20 milyar. Selama enam tahun sudah ada sisa anggaran 120 milyar. Sekitar 40 milyar untuk dana pensiun. Sisanya masih di dana abadi”, jelas Bambang.

***

Lebih lanjut, Bambang Setiaji menjelaskan, dana abadi adalah human resource development found. Dana yang digunakan untuk membiayai pengembangan SDM. Misalnya, dana digunakan untuk membiayai pendidikan, riset, dan lain-lain. Jadi, dana pendidikan diambilkan dari human resource development found, tidak dari UMS sendiri. Dana tersebut sekarang sudah terkumpul 120 milyar. Sekitar 40 milyar untuk alokasi dana pensiun. Padahal, karyawan yang pensiun baru 30 orang.

Bambang Setiaji menjelaskan mekanisme perhitungannya, “Dari dana 40 milyar, hasil dari obligasi, tiap bulan berarti dapat 400 juta. Padahal, karyawan yang pensiun 30 orang, mungkin hanya butuh 25 juta. Katakanlah, uang yang masuk 400 juta, pengeluarannya 25 juta, jadi tiap bulan ada sisa 375 juta. Jika selama satu tahun mungkin sudah dapat 3 milyar. Itu akan tambah terus, tambah terus… Bagi hasil dari dana yang tersimpan itulah yang digunakan untuk menyekolahkan dosen-dosen UMS.”

Selama menjabat sebagai rektor, Bambang Setiaji punya obsesi untuk menyekolahkan semua dosen UMS ke luar negeri, minimal tiga bulan. Bahkan, pihak UMS sendiri saat ini telah mengontrak sebuah rumah di Charles Darwin sebagai ajang pertemuan dan tempat singgah yang strategis. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, Bambang Setiaji optimis menyongsong UMS menuju World Class University.

Bambang Setiaji ketika menjadi rektor UMS juga memiliki perhatian yang besar kepada generasi muda. Di dinding kantor rektorat, di belakang meja kerja, Bambang Setiaji memasang dua photo besar kegiatan mahasiswa UMS. Kesannya memang amat sederhana. Tapi, menurut Bambang Setiaji, dengan menempatkan foto kegiatan mahasiswa di samping kanan dan kiri dinding kantornya menujukkan bahwa mahasiswa atau generasi muda adalah segala-galanya.

“Tolong itu dicatat ya. Ada dua photo kegiatan mahasiswa di atas. Itu menunjukkan bahwa di mata saya, mahasiswa adalah segala-galanya,” kata Bambang Setiaji berfilosofi. “Memang, saya selalu memberikan kesempatan yang luas kepada generasi muda”, demikian pesannya.

***
BIODATA
Nama LengkapProf. Dr. Bambang Setiaji
Tempat/Tanggal LahirPacitan, 24 Desember 1956
Alamat RumahJl. Tejonoto RT 002/006 Jogosuran, Serengan, Danukusuman, Surakarta.

Editor: Yahya FR

Avatar
1420 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds