Jika dulu media massa mutlak memegang kendali atas informasi yang disajikan kepada publik, kini siapa saja  dapat dengan mudah membuat dan menyebarkan suatu informasi dengan tangan sendiri. Kehadiran internet hari ini rupanya telah merubah status quo, menuju era informasi yang semakin tanpa dinding. Makin rumit urusannya ketika terjadi banjir informasi saat pandemi.
Banjir Informasi Saat Pandemi
Saat pandemi corona atau Covid-19 ini, beragam informasi yang tersaji di ranah publik begitu melimpah. Tak hanya dari portal berita, melainkan juga dari akun humas, postingan seseorang di akun media sosial, hingga informasi yang beredar liar di grup Whatsapp.
Penularan yang begitu cepat dengan jumlah korban yang banyak membuat intensitas peliputan Covid-19 menjadi tinggi. Masifnya peredaran informasi tersebut pada akhirnya turut menjadi tantangan dalam perlindungan Covid-19.
Banjir informasi saat pandemi pun acap kali didominasi “berita buruk.” Mulai dari jumlah positif Covid-19 yang terus meningkat, kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) tenaga medis, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal, hingga ancaman keamanan yang mulai dirasakan di beberapa daerah. Angel “berita baik” menjadi begitu dirindukan publik.
Di keadaan carut marut seperti ini, kita membutuhkan informasi yang berimbang. Memberitakan apa adanya sekalipun itu “berita buruk” memang perlu, namun rasanya tak salah apabila juga memberi porsi untuk “berita baik” yang terjadi di lapangan, donasi yang terus mengalir misalnya.
Banjir informasi saat pandemi Covid-19 menghantui kita, disetiap saat kita membuka media sosial yang kita miliki. Beragam informasi tersebut masuk ke dalam ingatan, dalam intensitas tinggi, dalam jumlah besar.
Dalam hal ini, peran media dan beragam pemberitaan lain agaknya sangat kuat dalam menyuntikan informasi kepada publik. Ditambah dengan “sifat” manusia yang dikatakan sebagai makhluk yang mudah menyerap informasi baru.
Apa yang terjadi? Kepanikan.
Diet Media
Menurut Dokter Spesialis Kejiwaan, dr Andri, Sp.KJ, FACLP dalam akun twitternya, dampak yang ditimbulkan akibat banjir informasi virus corona dirasakan hingga sisi psikolosomatik. Bahkan, terlalu sering menerima informasi terkait Covid-19, dapat membuat kita seolah-olah ikut merasakan gejalanya.
Misalnya saat kita sedang membaca berita atau cerita tentang gejala virus corona, lalu tiba tiba kita merasa tenggorokan kita agak gatal, nyeri, dan merasa sedikit meriang meskipun suhu tubuh normal.
Membatasi dan memilah informasi yang masuk menjadi salah satu pilihan yang dapat dilakukan, dengan menerapkan diet bermedia misalnya. Diet media sosial merupakan metode untuk membatasi penggunaan media sosial dalam keseharian. Diet bermedia bukan berarti sama sekali tidak mengkonsumsi informasi, melainkan memberi batasan atas konsumsi tersebut. Bagaimanapun kita tetap membutuhkan informasi terkait Covid-19 untuk menambah wawasan kita terkait pencegahannya. Namun, semua ada porsinya.
Memaksa diri untuk selektif menerima informasi mau tak mau harus dimulai saat ini. Beberapa cara dapat dilakukan, salah satunya dengan memblock akun yang dianggap tidak kredibel dalam menyajikan informasi. Artinya, kita hanya akan mengkonsumsi informasi yang kita butuhkan dan dari sumber yang terpercaya saja.
Menyaring berita, cek sumber informasi sebelum kita membaca maupun menyebarluaskan suatu informasi. Hati hati dengan jari kita, jangan sampai niat baik untuk memberitahu orang lain malah  justru menambah kepanikan masyarakat karena menyebarluaskan informasi hoax. Karena sebuah informasi yang sudah terlanjur tersebar akan sulit untuk  ditarik.
Atur Waktu dan Pasang Target
Selanjutnya dapat dengan mengatur waktu untuk mengakses informasi. Dapat dengan sehari penuh tidak mengakses informasi terkait Covid-19 atau dengan menjadwal. Pengaturan jadwal bisa disesuaikan dengan aktivitas kita. Usahakan memilih waktu yang longgar dan saat pikiran kita jernih, agar kita dapat menerima dan mengolah informasi yang masuk dengan bijak.
Di saat Covid-19 dan aturan untuk work from home ini, rasanya gadget memang semakin tidak dapat terlepas dari genggaman. Untuk keperluan kerja, mengerjakan tugas, berinteraksi dengan teman, hingga memenuhi kebutuhan hiburan, misalnya. Di saat yang sama, tanpa sengaja kita terus disodorkan dengan berbagai informasi terkait Covid-19.
Saat ini algoritma memang begitu apik hingga dapat menampilkan suatu informasi tanpa diminta. Oleh karenanya, sejenak lepaskan diri dari gadget dan banjir informasi saat pandemi di dalamnya.
Untuk mengisi kegiatan sembari lepas dari gadget, kita dapat membuka target target lama yang belum sempat dilakukan karena aktivitas sehari hari, tentunya yang dapat dilakukan dari rumah. Sehingga waktu tetap terisi dengan produktif berkarya. Menyalurkan hobi juga menjadi hal menarik yang dapat dilakukan.
Misal memasak, bermain alat musik, atau bersepeda sembari berolahraga ringan. Beres-beres rumah pun dapat menjadi pilihan, mengemas barang yang tidak digunakan, menanam tanaman di halaman rumah, atau mendekorasi ulang kamar. Yang tak kalah penting, juga memberi waktu lebih untuk bercengkrama dengan keluarga, hal yang mungkin jarang dilakukan karena kesibukan masing masing.
Mengistirahatkan diri beberapa saat perlu dilakukan, bagi kita yang mulai merasa “tidak baik baik saja” dengan banjir informasi ini. Kita perlu membentengi diri sendiri untuk menjaga kesehatan psikis dan mental selama pandemi ini.
Diet media setidaknya dapat memberikan waktu istirahat untuk diri sendiri ditengah suasana yang sedang gaduh. Jika kita tidak dapat menahan laju banjir informasi saat pandemi Covid-19, alangkah baiknya jika diri sendirilah yang membatasinya.
Editor: Nabhan