Tafsir

Benarkah Akal Perempuan Lebih Rendah Daripada Laki-Laki?

2 Mins read

Oleh: Miftahur Rahman*

-Perempuan dan akal- Hadis Nabi saw. merupakan sumber otoritatif yang wajib dipegang oleh umat Islam kapan pun dan di mana pun. Bagaimana jika sumber tersebut justru terkesan patriaki dan misogini? Bukankah ini bertentangan dengan prinsip Islam yang sebagai agama rahmat bagi seluruh kita semua? Siapakah yang bemasalah di sini? teks ataukah pembaca yang tidak memahami konteks di mana teks tersebut muncul?

Salah satu pembahasan menarik yang berkaitan dengan ini adalah bunyi teks hadis “akal perempuan lebih rendah daripada laki-laki”. Bagaimana penjelasan hadis tersebut? Yuk, simak!

Hadis mengenai akal perempuan diriwayatkan oleh beberapa mukharrij. Di antaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, al-Darimi, dan Abu Daud. Artinya, hadis tersebut cukup familiar di kalangan umat Islam, dulu maupun sekarang. Hadis riwayat Imam Bukhari no. 302 sebagaimana berikut,

خَرَجَ رسولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم في أضحى ـ أو في فِطرٍ- إِلى المصلَّى، فمرَّ عَلَى النساءِ فقال: يا مَعشرَ النساءِ تَصَدَّقْنَ، فإني أُرِيتكُنَّ أكثرَ أهلِ النارِ. فقُلنَ: وبمَ يا رسولَ اللَّهِ؟ قال: تُكثرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكفُرْنَ العَشيرَ، ما رأيتُ من ناقِصاتِ عَقلٍ ودِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحازِم مِن إِحداكنَّ. قلنَ وما نُقصانُ دِينِنا وعَقلِنا يا رسولَ اللَّهِ؟ قال: أَلَيسَ شَهادةُ المرأةِ مِثلُ نِصفِ شَهادةِ الرجُل؟ قلن: بَلى. قال: فذلِكَ من نُقصان عَقلِها. أليسَ إِذا حاضَتْ لم تُصَلِّ ولم تَصُمْ؟ قلن: بَلى. قال: فذلِك من نُقصانِ دِينِها

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari raya ‘Iedul Adlha atau Fitri keluar menuju tempat salat, beliau melewati para wanita seraya bersabda: “Wahai para wanita! Hendaklah kalian bersedekahlah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka.” Kami bertanya, “Apa sebabnya wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat dari tulang laki-laki yang akalnya lebih cepat hilang dan lemah agamanya selain kalian.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa tanda dari kurangnya akal dan lemahnya agama?” Beliau menjawab: “Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?” Kami jawab, “Benar.” Beliau berkata lagi: “Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa?” Kami jawab, “Benar.” Beliau berkata: “Itulah kekurangan agamanya.”

Secara umum hadis di atas mengandung beberapa poin penting. Pertama, anjuran bersedekah. Kedua, tentang saksi dari kalangan kaum perempuan. Ketiga, tentang kurangnya akal.

Baca Juga  Balasan Allah dan Rumus Kausalitas Dalam Alqur’an

Masalah yang diperdebatkan adalah ada pada poin ketiga, yakni pada makna lafaz nuqshan. Menurut Ibn Manzur, lafaz nuqshan bermakna “sesuatu yang hilang” atau bisa dikatakan tidak sempurna karena kurang. Jadi, makna dari nuqsan al-aql adalah tidak sempurnanya akal. Untuk memahami hadis Nabi saw, tidak hanya pendekatan kebahasaan yang perlu diperhatikan, konteks historisitas juga tidak kalah pentingnya untuk memahami hadis Nabi secara komprehensif. Mari kita lihat!

Secara historis, sebelum datangnya Islam, kaum perempuan pada masa jahiliyah tidak dihormati, tidak bergerak di wilayah umum, tidak mendapat warisan, dijadikan budak, bahkan sampai dibunuh hidup-hidup. Jika dipahami dari situasi dan kondisi ini, maka hadis tersebut tidak akan tampak merendahkan kaum perempuan.

Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari, hadis di atas muncul ketika Nabi hendak melaksanakan salat Idul Adha dan melawati beberapa sohibat. Dikarenakan Nabi mempunyai janji untuk memberikan ceramah dan nasihat yang khusus untuk kaum perempuan, maka Nabi sebelum naik mimbar, menganjurkan mereka untuk bersedekah.

***

Redaksi “kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa tanda dari kurangnya akal dan lemahnya agama?” Beliau menjawab: “Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?” Kami jawab, “Benar.” Beliau berkata lagi: “Itulah kekurangan akalnya” harus dipahami dengan keadaan dan situasi kaum perempuan yang pada saat itu tidak bergelut di wilayah publik.

Situasi dan kondisi ini mengakibatkan pengetahuan mereka jauh di bawah kaum laki-laki. Yang mengharuskan kesaksian dari perempuan, merupakan setengah dari laki-laki.

Redaksi “dan bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak salat dan puasa?” Kami jawab, “Benar.” Beliau berkata: “Itulah kekurangan agamanya” harus dipahami bahwa perbuatan tidak melaksanakan salat dan puasa merupakan penyebab dari berkurangnya ketakwaan kepada Allah, bagi siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Dan menjadi tidak adil jika redaksi ini dimaknai bahwa haid menjadi penyebab berkurangnya kualitas takwa seseorang.

Baca Juga  Bacalah dengan Nama Tuhanmu: Refleksi dan Manifestasi

Maka dari itu, hadis di atas tidak sama sekali berbicara tentang “akal laki-laki lebih hebat daripada akal perempuan”. Penulis juga sependapat dengan Abu Syuqyah yang menyatakan bahwa hadis di atas harus dipahami secara spesifik dan tidak boleh digeneralisir. Karena konteksnya dalam suasana hari raya, yang mendorong Nabi untuk memberikan nasihat yang menenangkan dan menggembirakan hati perempuan.

.

*Alumnus Ponpes Darul Mukhlasin Probolinggo. Aktif di Laboratorium Studi Quran-Hadis (LSQH) UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

.

Selanjutnya, klik di sini

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds