Perspektif

Benarkah Gerakan Mahasiswa Islam Hari Ini Sudah Mati?

4 Mins read

Beberapa waktu terakhir dalam suasana mendekati pemilu, selain tingkah para calon pemimpin dan balihonya, saya menemukan banyak hal yang menarik perhatian. Salah satunya adalah pergerakan mahasiswa Islam. Betapa tidak, kita lihat sekarang; ada yang secara gamblang mendukung dengan penuh kompromi salah satu paslon, ada pula yang di tengah musyawarah malah baku-hantam, ada juga yang mencoba merekrut anggota baru dengan menggunakan trend yang norak.

Istilah-istilah dengan konotasi buruk pun mulai bermunculan; abang-abangan kiri, senior gila urusan, mahasiswa abadi, dan lain-lain. Tersandang bagi mereka yang menggeluti organisasi pergerakan, tak terkecuali pergerakan mahasiswa Islam. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa menjadi bagian dari pergerakan mahasiswa sangat tidak prestisius.

Bukan Mati, Tapi Tak Menarik

Amat disayangkan fenomena ini justru semakin membuat kawula muda khususnya mahasiswa sudah mulai meninggalkan dunia pergerakan.

Untuk dikatakan bahwa gerakan mahasiswa Islam sudah mati, nampaknya kalimat ini tidak benar karena sampai hari ini kita masih melihat bahwa organisasi pergerakan mahasiswa masih eksis. Namun, barangkali “sudah tak menarik” menjadi frasa yang tepat untuk situasi hari ini. Menurut saya, ini dikarenakan mahasiswa dan pergerakannya sangat mubazir dan kontra-produktif.

Tulisan ini hanya sebuah ulasan singkat berdasar dari pengamatan pribadi dan pengalaman selama kurang lebih lima tahun dalam pergumulan pergerakan mahasiswa Islam. Selain itu, pandangan ini tak sekadar ditujukan untuk organisasi mahasiswa tertentu. Lebih dari itu, saya mengharapkan ini menjadi pandangan bersama selain untuk merajut perubahan juga mampu menjadi bahan refleksi perbaikan dalam batang tubuh gerakan mahasiswa Islam di Indonesia.

Mahasiswa dan Sejarahnya yang Belum Usai

Mahasiswa tidak hanya menjadi label tunggal bagi mereka yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Dalam dari itu, di Indonesia mahasiswa memiliki nilai historis yang kemudian membuat istilah mahasiswa menjadi salah satu entitas yang memiliki kekuatan politik dan modal sosial yang besar. Hal ini terbukti dalam rentetan lintas sejarah bangsa, bahwa mahasiswa yang diidentikkan sebagai kaum muda merupakan pelopor perubahan.

Baca Juga  Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

Bahkan gagasan kemerdekaan dikembangkan oleh para ‘anak kos’ HOS Tjokroaminoto. Di belahan dunia yang lain, sembari menjalani masa studinya bung Hatta mempelajari dengan serius bagaimana agar cita-cita sebagai bangsa yang luhur dan merdeka mampu diwujudkan. Begitu juga pada hari-hari sebelum proklamasi, desakan untuk menyegerakan proklamasi kemerdekaan digaungkan oleh kaum muda dengan mendesak Sukarno-Hatta di Rengasdengklok sehingga tercetuslah kemerdekaan Indonesia.

Selain mendorong perubahan, dengan kematangan berpikir, akses pada ilmu pengetahuan, energi yang membara, dan inisiatif serta kreatifitasnya mahasiswa mampu mengambil peran ‘social control’ bagi masyarakat. Menjadi penyambung lidah bagi rakyat di hadapan penguasa dan berani tegak berdiri melawan berbagai bentuk penindasan serta pembodohan.

Itulah yang terjadi pada momen bersejarah; Reformasi 1998. Tragedi berdarah namun menjadi warisan sejarah bahwa pemuda berada di garda terdepan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia.

***

Tak hanya sampai di situ saja, selepas reformasi sampai pada awal tahun 2000-an intelektual dan cendekiawan muslim mampu mendorong diskursus pembaruan Islam dengan cukup masif. Tokoh-tokoh seperti Kuntowijoyo, Moeslim Abdurrahman, Jalaluddin Rakhmat, Nurcholis Madjid, dan sosok intelektual lainnya menjadi penulis yang karyanya sangat digandrungi para mahasiswa pada masanya.

Namun dalam satu dekade terakhir, kita belum pernah menemukan gebrakan revolusioner dari kalangan mahasiswa pergerakan. Justru hal itu telah mulai digalakkan oleh banyak kawula muda yang tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi ataupun organisasi pergerakan.

Bukan ingin menyinggung mereka yang tidak menjadi mahasiswa dan menggalakkan perubahan, namun menjadi salah satu penyesalan tersendiri lantaran pergerakan mahasiswa Islam justru nampaknya mubazir. Waktu, tenaga, pikiran, dan upayanya belum pernah membuahkan hasil yang cemerlang.

Kepemimpinan Organisasi yang Harus Dibangun

Saya meyakini bahwa seluruh organisasi pergerakan mahasiswa Islam di Indonesia memiliki cita-cita luhur dan visi besar utamanya dalam melahirkan para intelektual Islam yang pada gilirannya mampu mendorong masyarakat yang berkeadaban dengan peradaban yang islami (rahmatan lil alamin).

Baca Juga  Disorientasi DPR dan Fenomena Pengabaian Suara Publik

Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa Islam tidak mengartikulasikan keutuhan ajaran dan nilai islam yang utuh dan otentik serta belum mampu sepenuhnya memahami tantangan dan peluang perubahan zaman. Kemudian permasalahan itu berimbas pada disorientasi dari setiap pergerakannya. Selain itu geliat polemik politik kampus kerap dilakoni oleh para pelaku organisasi pergerakan, dan masih banyak lagi jika kita mau ulas satu-satu.

Sungguh ini membuat kita semakin yakin bahwa gerakan mahasiswa sangat tidak menarik karena kerjaannya hanya memicu konflik. Lebih dari itu, di tengah rezim yang makin hari makin abrur-adul demonstrasi besar tak pernah lagi digalakkan dalam beberapa tahun terakhir. Jelas yang menjadi salah satu kunci dari persoalan tersebut ialah kepemimpinan.

Perubahan hanya mampu dirajut dengan organisasi yang memiliki kebudayaan yang memungkinkan untuk mendorong setiap anggotanya agar memiliki visi bersama dan bergerak secara sinergis dengan berbagai strategi dan taktik. Hal ini hanya dimungkinkan jika organisasi tersebut memiliki kepemimpinan yang inklusif dan transformatif.

***

Dua kata kunci tersebut perlu dipahami bahwa gerakan mahasiswa perlu untuk memiliki fleksibilitas dan adaptabilitas yang baik dalam menghadapi perubahan sosial dan kebudayaan. Inklusifitas mensyaratkan bentuk organisasi yang akomodatif terhadap persoalan serta kebutuhan mahasiswa dan masyarakat yang kian kompleks.

Di sisi yang lain transformasi atau perubahan ke arah yang lebih baik perlu untuk menjadi common-sense yang kemudian menjadi misi bersama, sehingga kepemimpinan bukan semata didasarkan pada visi keberlanjutan. Lebih dari itu perubahan yang berdampak menjadi orientasi dari pergerakannya. Oleh karena itu dibutuhkan gambaran besar desain organisasi (Grand Design).

Roda kepemimpinan organisasi selalu berganti di setiap jenjangnya, rapat sampai dini hari, musyawarah digelar berhar-hari, diskusi dan konsolidasi selalu diselenggarakan satu atau dua pekan sekali. Bahkan yang lebih parah lagi, kerap para pelaku organisasi abai terhadap tanggungjawab akademiknya; menyelami lautan ilmu pengetahuan, mereproduksi wacana keilmuan, dan membawa dampak positif bagi sekitarnya dengan pola pikir, sikap, serta tingkah laku yang layak diteladani.

Baca Juga  Muhammadiyah: Quota Besar, Kaya Followers

Catatan Penutup

Saya merasa perlu kiranya untuk membangun kebudayaan kritis-kreatif. Melihat mahasiswa pergerakan hari ini nampaknya hanya kritis-verbatif, banyak bicara minim karya. Dengan demikian pergerakan mahasiswa Islam tetap pada khittah perjuangannya; menjadi wadah aktualisasi alternatif bagi calon intelektual muslim masa depan di tengah sumpek-nya kampus yang semakin hari kian formal nan kaku. Kurikulumnya ‘merdeka’ namun kreativitas dan aktivismenya ‘terjajah’.

Selain itu, kepemimpinan organisasi merupakan fondasi tercapainya cita-cita dan visi bersama. Para pemimpin organisasi jangan sampai terjebak dalam romantika sejarah atau sebaliknya, hanyut di tengah derasnya ombak status-quo atau . Kolaborasi harus menjadi semangat dan kompetisi yang ugal-ugalan harus segera ditinggalkan agar tidak menyisakan konflik internal yang berkepanjangan tak berkesudahan.

Editor: Soleh

Avatar
5 posts

About author
Kader PK IMM FAI UMY
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds