Tajdida

Berburu Lailatul Qadar di Tengah Pandemi

2 Mins read

Ramadan tahun ini agak berbeda daripada Ramadan yang telah kita lalui sebelum-sebelumnya. Ramadan menjadi momentum paling dinantikan sebab di bulan yang mulia ini pahala ibadah dilipat gandakan. Ibadah sunnah pahalanya menjadi seperti ibadah fardhu di luar Ramadan, sedangkan ibadah fardhu sama seperti ibadah fardhu 70 kali lipat di luar Ramadan. Keistimewaan yang luar biasa sekali. Belum lagi dengan adanya lailatul qadar

Lailatul Qadar

Kenyataan ini dapat kita lihat betapa masjid-masjid ramai dengan orang i’tikaf, kajian keagamaan, berbagi ta’jil, tadarus Al-Qur’an dan ibadah lainnya. Tetapi semua itu menjadi berbeda di Ramadan kali ini. Di tengah mewabahnya virus corona penyebab Covid-19 yang begitu ganas mengguncang dunia dari sekitar dua bulan sebelum Ramadan.

Larangan agar menghindari kerumunan sealalu ditekankan oleh pemerintah sebagai salah satu langkah pemutus mata rantai virus ini. Akhirnya, masyarakat dianjurkan untuk tinggal di rumah saja, bekerja dari rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah, dan sama sekali tidak boleh keluar rumah jika tidak untuk keperluan mendesak.

Masjid sebagai tempat peribadatan umat muslim nyaris tidak ada orang sama sekali. Sebab masyarakat diimbauagar beribadah di dalam rumah dan dilarang melakukan kegiatan bagaimanapun termasuk di tempat ibadah. Termasuk di bulan suci Ramadan ini.

Tidak terasa kita sudah memasuki sepuluh ke dua dalam melakukan ibadah puasa. Waktu yang cukup dalam membetuk kebiasaan baru selama Ramadan ini dengan beribadah di rumah. Dan tanpa terasa pula sebentar lagi kita akan memasuki sepuluh yang terakhir.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah R.a bahwa Rasulullah Saw. bersungguh-sungguh di bulan Ramadan daripada di lainnya. Dan pada sepuluh terakhir beliau lebih bersungguh-sungguh lagi daripada sebelumnya. Ini menunjukkan sebagaimana riwayat Imam Bukhari dalam hadist lain perintah nabi agar berburu lailatul qadar pada tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan.

Baca Juga  Salafisme dan Liberalisme di Muhammadiyah

Harapan di Kala Pandemi

Secara literal lailatul qadar adalah berasal dari dua suku kata yaitu lailat yang berarti malam dan qadar berarti mulia. Dikatakan malam mulia sebab alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad dari lauh mahfudz tepat pada malam ini. Sedangkan dalam surah Al-Qadar Allah menyebutnya sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Ini menunjukkan agar umat muslim benar-benar memburu kemulian ini selama Ramadan. Sebab betapa perbandingannya dengan seribu bulan, siapa yang bisa menjamin umur seseorang sampai? Terlebih pada sepuluh terakhir. Khususnya di tanggal ganjil sebagaimana dalam hadis nabi di atas dan seperti pendapat ulama’ bahwa jatuhnya lailatul qadar adalah pada tanggal ganjil.

Itulah alasannya kenapa di kampung-kampung Madura sudah mentradisi pada tanggal-tanggal ganjil (lekoran Red. Madura) dilakukan kegiatan sedekah dengan saling berbagi masakan sendiri ke tetangga dekat.

Dalam situasi seperti sekarang ini di tengah pandemi Covid-19 bukan berarti tidak ada harapan untuk berburu malam mulia itu sekalipun beribadah di rumah. Sebab yang paling penting adalah bagaimana agar kita umat Islam tetap istiqamah (konsisten) dalam melakukan ibadah tanpa mengurangi sedikitpun. Kecuali mungkin beda cara yang dilakukan dalam pelaksanaannya. Dalam waktu yang sudah berjalan pun cukup menciptakan kebiasaan dalam beribadah di rumah.

Atau bahkan justru keterbatasan selama pandemi inilah yang menjadi alasan seseorang dalam memacu semangat yang tinggi dalam meraih kesuksesan. Tinggal bagaimana niat itu tertata dengan baik dan implementasi melalui kelakuan. Jika Ramadan sebelum-sebelumnya mungkin kuat mengkhatamkan Al-Quran dua atau tiga kali, dalam situasi “terbatas” ini bisa ditambah lagi. Dan apalagi dalam sepuluh terakhir nanti tentu semangat itu harus ditambah.

Baca Juga  Pluralitas Indonesia: Harapan atau Ancaman?

Gadget atau Al-Quran?

Ini tidak mudah. Tapi bagaimana lagi. Pasien positif corona setiap harinya semakin bertambah di negeri ini. Berani keluar sama halnya dengan menantang takdir. Artinya melakukan ibadah di rumah jelas butuh tantangan dan sekali lagi niat yang tidak sembarangan. Apalagi abad ini teknologi selalu menggiurkan untuk dijelajahi tanpa henti.

Maka jangan heran jika memegang gadget lebih tidak terasa lamanya daripada megang Al-Quran padahal sebentar tapi sudah mengantuk mengundang tidur. Tetapi niat yang benar-benar besar mungkin bisa mengalahkan semuanya.

Karena tidak ada yang benar-benar tahu kepastian kapan jatuhnya lailatul qadar, sebagai manusia tentu berusaha adalah sebaik-baiknya cara. Hal ini dapat dilakukan melalui konsisten dalam melakukan ibadah, salah satunya menghidupkan malam dengan beribadah dan bermunajat. Semoga keberkahan Ramadan dan kemulian lailatul qadar bisa kita dapatkan.

Editor: Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alumni PP. Darul Ulum Banyuanyar.
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds