Fenomena Kedai Kopi
Berdakwah di Kedai Kopi – Di Indonesia, bisnis angkringan, kedai kopi, dan warkop, sangat berkembang pesat. Berkembang pesatnya bisnis ini bisa kita temukan di berbagai daerah. Setiap daerah pasti memiliki angkringan, kedai kopi, serta warkop yang jumlahnya lebih dari lima puluh.
Fenomena merebaknya pebisnis angkringan, kedai kopi, serta warkop, tentu saja ditanggapi berbeda-beda oleh beberapa kalangan.
Awal mulanya, sangat banyak orang yang beranggapan bahwasannya angkringan, kedai kopi, dan warkop itu hanya sebagai tempat hiburan atau tempat tongkrongan semata.
Anggapan tersebut bisa dikatakan salah. Faktanya, sangat banyak pemuda atau mahasiswa melakukan diskusi keislaman atau diskusi umum di kedai kopi.
Sehingga, sisi positif yang dimiliki oleh kedai kopi tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan sebagai salah satu tempat berdakwah.
Hasan Al Banna dan Misi Dakwahnya
Melihat fakta tersebut penulis teringat dengan sosok perintis zaman baru Islam yakni Hasan Al Banna. Beliau lahir di Kota Delta Mesir, Mahmudiah pada tahun 1906.
Ayah beliau, selain berprofresi sebagai tukang reparasi jam, juga sebagai ulama. Beliau bernama Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al Banna al Sa’ati (Ali Abdul Halim Mahmud, 1997).
Kembali ke Islam sejati merupakan salah satu tujuan Hasan Al Banna untuk berdakwah. Karena kalau dilihat dari latar belakang negara Mesir pada waktu itu, sangat didominasi oleh bangsa Eropa.
Kairo dan Iskandariah menjadi korban. Yang mana, kota ini menerapkan kehidupan kebarat-baratan. Misalnya masyarakat Mesir dapat mengunjungi club malam, teater, serta bioskop.
Kelompok modernis sekuler Mesir, memiliki anggapan bangsa Eropa itu lebih unggul. Dan lebih parahnya, kelompok ini menyarankan kaum wanita untuk tidak menggunakan jilbab.
Hal ini tentu saja membuat Hasan Al Banna geram karena masyarakat Mesir sangat dikuasai bangsa asing. Sehingga Hasan Al Banna langsung bergegas untuk melaksanakan misi dakwahnya.
Dakwah di Kedai Kopi
Secara umum, pendakwah hanya melakukan dakwahnya di masjid ataupun majelis taklim. Namun di sini, Hasan Al Banna memiliki keunikan dalam menyebarkan agama Islam. Yakni dengan cara beliau setiap hari pergi ke kedai kopi untuk menyampaikan ceramah agama.
Hasan Al Banna memiliki alasan tersendiri untuk menjadikan kedai kopi sebagai tempat berdakwah. Yakni, karena ia tidak mau terlibat dalam berbagai faksi keagamaan lokal.
Sehingga, Hasan Al Banna setiap hari pergi ke kedai kopi untuk memberikan ceramah agama walaupun ceramah yang disampaikan itu singkat (Ilyas Hasan, 1995).
Metode dakwah yang dilakukan oleh Hasan Al Banna membuat ia lebih dikenal. Sehingga, asumsi-asumsi agama yang diberikan oleh Hasan Al Banna bisa diterima dan memikat para audiensnya.
Tidak heran apabila para audiensnya kagum dengan kemampuan yang dimiliki oleh Hasan Al Banna dalam menyampaikan ceramahnya. Karena ia sejak memasuki sekolah dasar, sudah bergabung dengan Himpunan Perilaku Bermoral. Himpunan ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. (Richard Paul Mitchel, 1969).
Al Afghany Juga Berdakwah di Kedai Kopi
Terlepas dari itu, berdakwah di kedai kopi sudah rutin diterapkan sejak tahun 1839. Yang mana di tahun ini, metode dakwah di kedai kopi telah diterapkan oleh Jamaluddin Al Afghany.
Jamaluddin Al Afghany merupakan sosok pembaharu Islam yang berkebangsaan Afghanistan. Ia lahir pada tahun 1839 dan wafat pada 1897. Jamaluddin Al Afghany memiliki nama lengkap Sayid Jamaluddin Al Afghany bin Safar (Jamil Ahmad, 1996).
Pendidikan pertama yang diterima oleh Jamaluddin Al Afghany yakni dari ayahnya, sejak kecil Jamaluddin Al Afghany sudah dikenalkan dengan ilmu-ilmu agama.
Sehingga, ketika beliau berusia 18 tahun, sudah mengusai filsafat, ushul fiqh, sejarah, metafisika, tasawuf, kedokteran, sains, astronomi, dan astrologi.
Salim Anhuri menceritakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh Jamaluddin Al Afghany di malam hari yakni, selalu pergi ke kedai kopi untuk menyapa komunikan dakwah. Ketika siang hari, Jamaluddin Al Afghany memiliki kewajiban untuk mengajar.
Di kedai kopi, sangat banyak orang-orang yang siap bertanya pada Jamaluddin Al Afghany mengenai persoalan filsafat, politik, agama, dan sebagainya. Kalangan yang bertanya pada Jamaluddin Al Afghany yakni mulai dari kalangan apoteker, sastrawan, dokter, ahli sejarah, bahkan ahli saintis.
Karena pada dasarnya, Jamaluddin Al Afghany sudah paham betul persoalan-persoalan tersebut sejak ia berusia 18 tahun.
Berdakwah di Kedai Kopi: Harus Digencarkan!
Oleh karena itu, berkembang pesatnya kedai kopi perlu dimanfaatkan para dai atau mahasiswa dengan cara berdiskusi seputar keislaman atau diskusi umum.
Apabila kedai kopi dapat kita manfaatkan dengan baik, maka wawasan kita akan semakin bertambah. Orang-orang yang memiliki pandangan negatif bisa saja akan berkurang, karena mengetahui para remaja yang berada di kedai kopi itu tidak hanya bersenang-senang semata, melainkan melakukan diskusi seputar Islam.
Para dai Indonesia juga memiliki peluang besar untuk mengisi ceramah agama di kedai kopi seperti yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Penulis membayangkan betapa enaknya, enjoynya, relax-nya apabila ngopi ditemani dengan ceramah-ceramah agama.