Ustadz Cinta Restu Sugiharto
Bila Anda manusia, bersyukurlah karena manusia itu begitu berharga. Saking berharganya manusia, maka bila sampai ada seseorang yang membunuh orang lain. Padahal orang yang dibunuh tersebut tak bersalah dan juga tak membuat kerusakan di muka bumi, maka sang pembunuh tersebut seakan telah membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, bila ada yang menghidup-hidupi satu orang saja, seakan dia telah menghidupi seluruh manusia. Demikian makna firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32.
Bila manusia secara umum saja berharga, apalagi manusia yang beriman. Tentu lebih berharga lagi.
Suatu ketika Nabi pernah berbicara kepada ka’bah: “Wahai ka’bah, engkau hanyalah tumpukan batu bata. Tapi karena Allah sangat memuliakanmu, maka akupun memuliakanmu. Tapi sungguh satu orang yang beriman, lebih mulia dibandingmu!”.
Subhanallaah…ternyata orang yang beriman tak hanya lebih berharga dari sekedar manusia, tapi bahkan pun lebih berharga dibanding bangunan ka’bah yang sangat dimuliakan dalam islam itu.
Dan bila orang yang beriman seberharga itu, apalagi bila orang yang beriman itu adalah orang tua kita, pasangan kita, anak cucu kita, sanak saudara kita, tetangga dekat kita, kawan karib kita! Tentu mereka jauh lebih berharga lagi.
Pertanyaannya sekarang adalah, seberapa besar penghargaan kita terhadap keluarga besar, sanak saudara, tetangga dekat dan kawan karib kita yang beriman itu? Seberapa besar cinta dan kasih sayang kita pada mereka? Seberapa besar pengorbanan kita untuk mereka?
Banyak orang yang terbalik-balik. Mereka begitu menghormati dan menghargai orang lain yang bahkan pun tak mereka kenal dan tak mereka ketahui apakah orang lain tersebut seiman atau tidak. Sementara dengan keluarga besar, sanak saudara, tetangga dekat dan kawan karib yang jelas seiman, terkadang malah acuh tak acuh, bahkan terkadang galaknya minta ampun dengan mereka. Na’uudzubillaah min dzaalik.
Yuk kita muhasabah lagi, Jangan-jangan kita tak jauh berbeda dengan mereka. Padahal dalam hadits riwayat imam Bukhari dan muslim Nabi pernah menandaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman sehingga dia bisa mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.
Maksud “saudaranya” di sini adalah “saudara” seiman. Dan “saudara” seiman itu urutannya adalah: keluarga besar yang seiman, sanak saudara yang seiman, tetangga dekat yang seiman, kawan karib yang seiman, tetangga jauh yang seiman, baru kemudian seluruh orang yang beriman di muka bumi ini.
Itulah mengapa Nabi pernah menandaskan bahwa sedekah terbaik adalah sedekah kepada keluarga besar dan sanak saudara seiman yang sedang membutuhkan, karena sedekah kepada mereka berpahala dua: berpahala sedekah dan berpahala silaturrahmi (HR. Tirmidzi).
Memang ada pengecualian ketika ada kondisi darurat di mana ketika ada saudara seiman yang meskipun jauh, tapi karena kita mendengar bahwa mereka sedang sangat tertindas seperti misalnya saudara seiman kita di Palestina dan lain-lain, maka bisa kita dahulukan untuk kita bantu.
Termasuk pengecualian juga untuk kita perhatikan khusus seperti yang tertera dalam surat An-Nisa ayat 36, yakni anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan pembantu.
Semoga setelah ini kita bisa lebih menghargai lagi manusia lain, apalagi orang lain seiman, apalagi tak hanya seiman tapi mereka juga orang-orang dekat yang sangat mencintai kita. Wallaahu a’lam bish-showaab.