IBTimes.ID – Pada Kamis (25/2) siang, lini masa Twitter diramaikan dengan tagar #BersamaTegakkanKhilafah. Tagar ini memuncak pada sekitar pukul 14.00 WIB dan dicuitkan oleh netizen kurang lebih sebanyak 40 ribu kali.
Sebagian tweet yang tersebar di media masa dengan tagar #BersamaTegakkanKhilafah adalah kalimat-kalimat atau quote-quote beberapa tokoh yang dijadikan poster, yang berisi dukungan terhadap tegaknya Khilafah. Misalnya, quote dari M Ishak, peneliti Forum Analisis Kebijakan dan Transparansi Anggaran (FAKTA) yang berbunyi:
“Semenjak runtuhnya Khilafah Islam, nyawa kaum muslimin (satu ataupun seribu) seakan tak ada harganya, dikorbankan untuk kepentingan politik.”
Contoh lain, quote dari Nicko Pandawa, peneliti sejarah dan sautradara film JKDN berbunyi:
“Tanpa khilafah, lihat negeri Islam sekarat
Hidupnya melarat
Dihisap pengkhianat
Tak mengindahkan syariat
Lupa amanah rakyat!”
Selain itu, masih banyak quote-quote bertebaran dengan hashtag #BersamaTegakkanKhilafah dari berbagai tokoh seperti Farid Wadjdi, Pemimpin Redaksi Al-Waie; Dr Arim Nasim, Direktur Pusat Kajian Pengembangan Ekonomi Islam Kaffah; KH Yasin Muthohar; dan Dwi Condro Triono, pakar Ekonomi Islam.
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia
Lembaga yang secara terang-terangan mendukung berdirinya khilafah di Indonesia adalah Hizbut Tahrir Indonesia. Pada bulan Juli tahun 2017, HTI secara resmi telah dibubarkan oleh pemerintah melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Setelah dibubarkan, HTI mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, upaya HTI untuk tetap eksis kembali menemui jalan buntu. PTUN menolak seluruh gugatan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas keputusan pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut oleh pemerintah.
Dengan demikian, HTI tetap dibubarkan sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Memutuskan gugatan penggugat, ditolak seluruhnya…. Keputusan yang diambil pemerintah sudah tepat,” ungkap Ketua Majelis Hakim, Tri Cahya Indra Permana, di ruang sidang PTUN, Jakarta Timur, Senin (07/05), sebagaimana dilansir dari BBC Indonesia.
Posisi NU dan Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai ormas arus utama di Indonesia telah memutuskan untuk mendukung sepenuhnya Pancasila sebagai falsafah negara dan menolak segala bentuk perubahan, khususnya perubahan dari Pancasila menjadi Khilafah Islam. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar, Muhammadiyah memutuskan konsep Darul ‘Ahdi was Syahadah.
“Darul ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus nasional. Negara kita berdiri karena seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia. Kita ingin mengembalikan ke sana,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir sebagaimana diwartakan oleh laman resmi Universitas Muhammadiyah Malang.
“Kalau darul syahadah artinya negara tempat kita mengisi. Jadi setelah kita punya Indonesia yang merdeka, maka seluruh elemen bangsa harus mengisi bangsa ini menjadi Negara yang maju, makmur, adil bermartabat,” sambung Haedar.
Haedar mengatakan Pancasila yang menjadi dasar Negara ini sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam. Muhammadiyah mengajak seluruh elemen bangsa menjaga konsep tersebut, agar Indonesia menjadi Negara yang diampuni Tuhan. Menurutnya, konsep Darul ‘Ahdi was Syahadah adalah konsep penting dan menjadi aktualisasi jihad kebangsaan Muhammadiyah.
Sementara itu, Nahdlatul Ulama memiliki pandangan yang cukup tegas. Menurut Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, orang-orang yang berupaya mengganti dasar negara adalah pemberontak.
“Setiap warga NU dengan demikian berpandangan, bahwa setiap orang atau kelompok yang tidak mengakui eksistensi NKRI, enggan menaati pemerintah, tidak mengakui dasar/falsafah negara atau berupaya menggantinya dengan sistem lainnya, seperti model khilafah yang dinilainya lebih syar’i misalnya, adalah dapat dinyatakan sebagai pemberontak (bughat) yang wajib ditumpas dengan tuntas,” tulis KH Ahmad Ishomuddin di laman resmi Nahdlatul Ulama.
Reporter: Yusuf