Islam menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam hukum Islam atas pelengkap kitab-kitab terdahulu. Seluruh persoalan yang menyangkut kehidupan manusia telah diatur dengan sedemikian rupa oleh Allah ﷻ. Sering kali Al-Qur’an tidak memberikan penjelasan yang lebih jauh dari suatu makna kata atau ayat yang ada sehingga muncul pendapat-pendapat ulama yang berbentuk karya tafsir.
Al-Qur’an juga diturunkan dengan bahasa Arab yang tidak begitu mudah dipahami. Kita perlu pembelajaran khusus agar mudah memahami makna isi kandungannya. Studi terhadap Al-Qur’an dan tafsir juga selalu mengalami perkembangan yang signifikan, tafsir yang dihasilkan memiliki corak dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sosial budaya manusia pada kontemporer ini.
Menafsirkan Al-Qur’an pada hakikatnya tidak hanya untuk memahami sebuah teks oleh pelaku, melainkan juga memahami teks untuk menjawab berbagai masalah yang dialami ketika hendak menulis tafsir.
Oleh karena itu, mufasir ketika menafsirkan Al-Qur’an juga dipengaruhi oleh kondisi sosial-kultural dimana ia tinggal sekalipun permasalahan politik yang melingkupi juga memiliki andil dalam penafsirannya. Dan disamping itu juga dalam dinamika perkembangan tafsir juga ada kecenderungan dalam diri mufasir untuk memahami Al-Qur’an sesuai dengan sudut pandang ilmunya.
Munculnya karya tafsir yang beragam dan memiliki karakteristik sistematiknya masing-masing, dianggap cukup relevan dengan permasalahan yang ada. Penafsiran yang menjadi tren pada era modern-kontemporer ini adalah penafsiran yang mudah dipahami dengan konteks kekinian yang secara produktif dapat menjawab isu dan problem baru yang saat ini lebih kompleks dari pada masa-masa sebelumnya.
Relevansi Tafsir Al-Qur’an di Masa Depan
Keilmuan dalam menafsirkan Al-Qur’an dan juga metodologinya mengalami perkembangan yang signifikan. Mempelajari dan juga memahami makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an tidak akan terlepas dari asbabun nuzul ayatnya. Munculnya ragam penafsiran dari asbabun nuzul yang sama memberikan alasan bahwa Al-Qur’an itu adalah mukjizat bagi kita umat Islam yang diturunkan oleh Allah ﷻ. Bahkan bagi mereka yang nonmuslim (orientalis) tidak tertutup juga untuk mengkaji apa yang tersirat di dalam Al-Qur’an.
Tidak semua tafsir dapat dikatakan relevan dimasa depan, hal ini dikhususkan untuk apa, mengapa tafsir itu dituliskan. Perlu pengkajian lebih mendalam untuk dapat menjadikan tafsir yang di tuliskan seorang mufassir agar relevan untuk masa depan.
Sangat tidak mudah untuk menilai apakah suatu kitab tafsir itu bisa dikatan tafsir yang idel ataupun tidak itu sangat relatif. Hemat penulis tafsir bisa dikatakan ideal apabila tafsir itu dapat digunakan sebagai refrensi ataupun rujukan oleh banyak orang terkhususnya oleh kaum awam yang masih sukar dalam memahami maksud dari Al-Qur’an.
Penafsiran itu selalu berkembang mengikuti zaman yang ada. Keadaan umat saat ini sangat berbeda jauh dengan keadaan umat di masa Nabi ﷺ. Dalam menggagas tafsir di ideal untuk masa depan hendaknya seorang mufassir memperhatikan beberapa hal yang menurut penulis penting.
Pertama, metodologi yang kuat sesuai yang dibutuhkan zaman. Dengan menggunakan metode yang kuat sang mufassir dapat menghindari penafsiran secara parsial (berdasarkan prinsip pribadi), tidak utuh ataupun tidak kompleks dalam memaknai maksud dari Al-Qur’an.
Kedua, reinterpretasi (pembaharuan). Suatu ilmu itu pasti berkembang dan juga kebutuhan orang semakin bertambah. Pentingnya pembaharuan merupakan hal yang penting mengingat Al-Qur’an adalah kalam yang shalilh likulli zaman wa makan perlu pengkajian ulang sesuai zaman.
***
Ketiga, tidak adanya fanatisme atas mazhab sepihak. Islam sudah menjadi ajaran yang patut untuk seluruh umat-Nya. Sebuah tafsir itu tidak boleh bernuansa subyektifitas ideologis dikarenakan kitab tafsir ini akan dipakai dan digunakan seluruh umat yang ingin mendapatkan pembaharuan dari suatu ayat Al-Qur’an.
Keempat, memasukkan permasalahan kontemporer. Pada abad ke-21 ini problematika yang muncul semakin kompleks di banding problematika pada masa lalu atau era klasik.
Singkatnya, penulis merumuskan beberapa tafsir yang masyhur dan kitabnya mungkin akan di pakai pada masa depan, seperti; Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-Ibriz karya Bisri Mustofa, Tarjumanul Mustafid karya Abdur Ra’uf as-Sinkili, dan masih banyak lagi.
Begitu juga mufassir yang akan memiliki pengaruh di masa depan dari kalangan kontemporer, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Chirdzin, Abdul Mustaqim, Sahiron Syamsuddin, Farid Essack, Fazlur Rahman, dan lain-lain.
Sudah seharusnya sebuah kitab tafsir itu muncul dapat memberikan kontribusi positif atas permasalahan di masa depan. Ided-ide kreatif diharapkan juga muncul menjawab tantangan di masa datang. Semangat inilah yang hakikatnya dibutuhkan di era emasnya Indonesia 2045 nanti.
Editor: Yahya FR