Asal muasal penamaan Blackamerican Muslim atau muslim kulit hitam merupakan dampak dari proses historis yang panjang. Berawal dari kedatanganya yang dibawa oleh bangsa Eropa, mereka terus berdiaspora dan membentuk komunitas sosial yang membaur dengan para imigran maupun masyarakat asli. Selain itu, warga kulit hitam Amerika juga terkenal karena perjuangannya dalam menyuarakan hak sipil dan kesetaraan.
Tokoh ikoniknya juga bertalatar dari berbagai golongan. Sebut saja seperti Martin Luther King, Elija Muhammad maupun Malcolm X. Kedua tokoh yang disebut belakangan merupakan muslim, merupakan diantara banyak individu yang memimpin gerakan Blackamerican.
Gerakan perjuangan kulit hitam Amerika juga bermacam-macam. Salah satunya ialah “Black Regions” – sebuah protes religius terhadap rasisme anti-kulit hitam dengan menggunakan agama Islam sebagai simbol. Dalam hal ini, agama Islam berhasil meresap ke dalam kehidupan Blackamerican bukan semata-mata karena “hubungan Afrika” seperti yang umum diandaikan. Hal ini juga yang membuat mereka menamai dirinya sebagai Blackamerican Muslim.
Tesis tersebut diungkapkan oleh Dr. Sherman A. Jackson melalui bukunya Islam and the Blackamerican: Looking Toward the Third Resurrection. Dalam buku tersebut, ia menyuguhkan analisis tajam mengenai perjalanan Islam di kalangan masyarakat Afrika-Amerika. Jackson merupakan seorang mualaf bekebangsaan Amerika Serikat dan sarjana yang menekuni bidang studi Islam dan pengalaman Afrika-Amerika.
Latar Belakang dan Konteks Sejarah
Jackson mencoba melacak kemunculan gerakan Islam di kalangan Afrika-Amerika pada masa itu. Ia lantas mengambil kesimpulan bahwa Islam merupakan bagian dari pencarian kolektif untuk menemukan alat perlawanan terhadap penindasan rasial. Pada awal abad ke-20, banyak bermunculan gerakan proto-islamik seperti Nation of Islam dan gerakan serupa lainnya. Organisasi tersebut memanfaatkan simbol dan nilai-nilai Islam sebagai bentuk penolakan terhadap dominasi budaya dan politik kulit putih. Bagi banyak Blackamerican, Islam menjadi sarana untuk mendefinisikan kembali identitas mereka dalam konteks sejarah penindasan yang panjang.
Kemudian istilah “Black Religion” sendiri digunakan untuk menggambarkan sistem kepercayaan yang lahir sebagai respons terhadap pengalaman pahit perbudakan dan diskriminasi. Agama ini menekankan pusatnya nilai-nilai keadilan, penolakan terhadap penindasan, dan pencarian martabat. Jackson berargumen bahwa Islam memiliki potensi untuk menyatukan identitas keagamaan dan etnis Blackamerican. Kekuatan tersebut kemudian memberikan mereka dorongan spiritual dan sosial untuk melawan rasisme yang telah mendera selama berabad-abad.
Dinamika Komunitas Blackamerican Muslim
Pencabutan kebijakan pembatasan imigran atau National Origins Quota System di AS pada tahun 1965 membawa angin segar bagi pendatang baru. Salah satunya ialah terjadi arus masuk besar-besaran imigran Muslim ke Amerika. Kedatangan mereka juga membawa dampak sosial seperti meredefinisi makna Islam yang lebih tradisional dan terstandarisasi. Hal ini kemudian menggeser dominasi bentuk Islam yang telah berkembang secara lokal di kalangan Blackamerican.
Namun, konflik benar-benar muncul ketika pandangan imigran ini cenderung mengekspresikan Islam sebagai penolakan terhadap barat secara luas –suatu sikap yang tidak selalu sejalan dengan perjuangan spesifik melawan supremasi kulit putih yang dihadapi oleh Blackamerican. Jackson mengingatkan bahwa menentang barat tidak secara otomatis berarti menentang identitas dan perjuangan Blackamerican itu sendiri. Akan tetapi bagi muslim Afrika-Amerika, Islam justru menjadi alat untuk melawan supremasi kulit putih dan membangun kembali martabat serta identitas mereka.
Dalam situasi tersebut, Blackamerican juga merasa inferior karena paradigma dan tradisi islam versi imigran justru tidak menampilkan wajah Islam orisinal. Kedatangan mereka hanya mebawa budaya asli mereka tanpa adanya pesan-pesan substansial dari ajaran Islam itu sendiri. Sebut saja seperti simbol berpakaian, bahasa dan ritual-ritual keagamaan yang berkembang di negara asal mereka. Bahkan, Jackson sampai berkesimpulan bahwa para imigram muslim ini tak ubahnya seperti para kulit putih yang melakukan penjajahan sistemik pada budaya dan kultur sosial.
Mencari Jalan Tengah Blackamerican Muslim
Menurut Jackson, warisan tradisi Islam (turats) memiliki sumber daya untuk mengakomodasi identitas Blackamerican. Peninggalan budaya muslim ini membuat Blackamerican menemukan identitas tanpa harus mengorbankan nilai-nilai spiritual yang telah lama ada. Ia mengusulkan agar komunitas Muslim Amerika mengintegrasikan unsur-unsur “Black Religion” yang autentik ke dalam praktik keislaman mereka. Kemudian pada gilirannya mampu melawan apa yang ia sebut sebagai “domestikasi agama.”
Domestikasi ini terjadi ketika agama kehilangan daya perlawanan terhadap budaya dominan dan negara. Kondisi tersebut mebuat agama menjadi kontra produktif dan tidak lagi mampu menginspirasi perlawanan terhadap ketidakadilan. Oleh karena itu, penting bagi Blackamerican Muslim untuk tidak hanya fokus pada aspek politik atau penolakan terhadap supremasi asing saja. Selain itu, mereka juga bisa mengembangkan kehidupan spiritual pribadi yang kuat dan relevan dengan pengalaman mereka.
Selain itu, Jackson juga menekankan bahwa agar Islam tetap relevan di tengah masyarakat yang pluralistik. Maksudnya, Islam harus mampu merespons kebutuhan spiritual dan sosial spesifik Blackamerican. Pendekatan ini juga bisa menjadi contoh bagi komunitas lain yang tengah berjuang menghadapi ketidakadilan dan pencarian identitas. Dengan mengintegrasikan warisan budaya dan tradisi keagamaan yang autentik, komunitas Muslim Amerika dapat menemukan keseimbangan antara warisan imigran dan kebutuhan lokal yang unik.
Warisan Tradisi Islam Sebagai Solusi
Melalui karyanya, Sherman A. Jackson mengajak kita untuk melihat bahwa Islam, dalam dimensi Black Religion-nya, merupakan respons terhadap pengalaman hidup yang penuh perjuangan. Jackson menyarankan agar umat Muslim -terutama di kalangan Blackamerican, mampu menggabungkan tradisi keislaman yang murni dengan identitas mereka secara autentik. Sehingga agama ini tetap menjadi sumber kekuatan dalam melawan penindasan dan membangun masyarakat yang adil dan bermartabat.
Editor: Assalimi