Shalat jamak secara bahasa berarti menggabungkan/penggabungan. Sedangkan menurut istilah menjamak shalat adalah mengerjakan dua shalat wajib dalam satu waktu. Misalnya, menggabungkan antara shalat Dzuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya.
Jamak dibagi menjadi dua macam, yakni jamak Taqdim dan jamak ta’khir. Jamak Taqdim yaitu mengumpulkan dua shalat wajib dan dikerjakan di waktu awal. Misalnya; shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan di waktu Dzuhur, Shalat Magrhib dan Isya dikerjakan di waktu Maghrib. Sedangkan jamak Ta’khir yaitu mengumpulkan dua shalat wajib dan dikerjakan di akhir waktu, kebalikan dari Jamak Taqdim.
Namun, jamak shalat tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa adanya udzur yang jelas. Sedang dalam perjalanan (musafir) misalnya. Namun, bolehkah menjamak shalat karena sedang hujan? Sebagaimana di Indonesia yang saat ini sedang mengalami musim hujan.
Menjamak Shalat karena Hujan
Di dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 02 tahun 2004, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mencatat beberapa dalil tentang shalat jamak. Diantaranya:
جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ. [رواه أحمد]
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ. [متّفق عليه]
Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat Dzuhur ke waktu shalat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan.” (Muttafaq ‘Alaih)
***
Adapun dalil tentang dibolehkannya menjamak shalat saat turun hujan, yaitu:
حدثنا أبو النعمان قال حدثنا حماد هو ابن زيد عن عمرو بن دينار عن جابر بن زيد عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه و سلم صلى بالمدينة سبعا وثمانيا الظهر والعصر والمغرب و العشاء فقال أيوب لعله في ليلة مطيرة ؟ قال عسى
Artinya: ““Dari Jabir bin Zaid dan dari Ibnu Abbas menceritakan bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat di Madinah tujuh dan delapan yaitu dhuhur-ashar dan maghrib-isya’, maka berkata Ayyub as Sukhtiyani: “mungkinkah itu di malam yang turun hujan lebat”, jawab Ibnu Abbas: “ya, bisa jadi”. (HR. Bukhari : 518)
Dalam dalil lain yang berbunyi:
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا جَمَعَ اْلأُمَرَاءُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِى الْمَطَرِ جَمَعَ مَعَهُمْ. رَوَاهُ مَالِكٌ فِى الْمُوَطَّاء ِ وَاللَّفْظُ لَهُ، وَالْبَيْهَقِيُّ وَالشَّافِعِيُّ وَعَبْدُ الرَّزَّاقِ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
Artinya: “Dari Nafi’ menceritakan bahwasanya Abdullah bin Umar, apabila para pejabat menjama’ antara maghrib dan isya’ karena hujan, maka beliau (Ibnu Umar) sholat jama’ bersama mereka pula.” (Diriwayatkan Imam Malik dalam Al Muwatho’, dan Baihaqi, Syafi’I dan Abdurrozaq dengan sanad shahih).
***
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tanya Jawab Agama Vol I, Hal. 60 cetakan Suara Muhammadiyah, menjelaskan bahwa melakukan jamak shalat karena hujan hukumnya rukshah. Artinya, sebuah keringanan atau kemurahan bagi orang yang bisa melakukan shalat berjamaah di masjid. Sebab, hujan turun akan menyulitkan orang tersebut kalau sekiranya dia harus kembali ke masjid.
Contoh kasus: seseorang telah selesai melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah di masjid, namun ketika tiba waktu Ashar turunlah hujan, yang menyulitkan ia untuk melaksanakan shalat Ashar di masjid. Ataupun setelah shalat Maghrib menuju masuknya waktu Isya tiba-tiba turun hujan, maka ia boleh menjamak shalatnya.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:
Artinya: “Nabi Saw menjamak antara salat Maghrib dengan salat Isya pada suatu malam turun hujan lebat” (HR. Bukhari).
Jadi, jamak shalat hanya berlaku bagi mereka yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Adapun untuk orang yang shalat di rumah, jamak shalat karena hujan tidak diperkenankan/tidak berlaku.
Sumber: Fatwa Tarjih dan Majalah Suara Muhammadiyah No. 02 tahun 2014
Editor: Soleh