Bicara tentang literasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, memang rasanya masih terdegar asing, apalagi jika literasi hanya disandingkan dengan membaca buku. Hal tersebut akan terlihat lebih asing lagi oleh sebagian besar masyarakat. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan literasi?
Pengertian Literasi
Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Tetapi, dengan adanya perkembangan zaman yang terus-menerus berubah, definisi literasi pun terus berevolusi sesuai dengan zaman yang berlaku, misalnya saja ada 6 macam literasi dasar, seperti: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, serta literasi budaya dan kewargaan. Sedangkan secara etimologi, istilah literasi berasal dari bahasa Latin, yakni “Literatus” yang memiliki arti orang yang belajar.
Langkah Meningkatkan Minat Literasi agar Menjadi Budaya Masyarakat Indonesia
Pertama, kita harus membahas tentang pengertian budaya itu sendiri. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang atau masyarakat. Terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, dan bahasa. Untuk meningkatkan minat literasi menjadi budaya yang dijalankan oleh suatu masyarakat, tentu kita harus memahami terlebih dahulu lingkungannya dalam bentuk sumber daya manusia maupun bentuk geografisnya. Lalu membuat pemetaan dan konsep yang menarik untuk mendapatkan perhatian masyarakat sekitar terhadap literasi itu sendiri.
Kedua, diperlukan pendekatan yang tepat dan efektif. Sebagai contoh, literasi digital dapat dilakukan dengan berdiskusi mengenai informasi atau film tertentu. Cara tersebut dapat digunakan untuk mengajak masyarakat Indonesia dalam memahami literasi. Film dikemas semenarik mungkin untuk mendapatkan perhatian dan simpati dari masyarakat sekitar. Melihat adanya laporan dari Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 74 dengan skor membaca rata-rata 371. Untuk meningkatkan minat literasi baca tulis, tidak bisa semata-mata kita paksakan agar setiap orang membaca satu buku dalam satu hari. Hal itu justru akan membuat masyarakat Indonesia semakin jauh dari literasi, karena cara pendekatannya yang kurang friendly.
***
Ketiga, literasi digital sebagai langkah awal untuk menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya literasi. Teknologi, terutama gadget yang sekarang berkuasa di kalangan masyarakat khususnya generasi muda zaman sekarang, membuat mereka enggan untuk belajar melalui buku. Bahkan, orang tua pun banyak yang terfokus pada gadget karena asyik berkomunikasi melalui aplikasi chatting dengan sesama teman atau keluarga. Kebiasaan yang dijalankan masyarakat sekarang dapat dijadikan alat untuk memperjuangkan minat literasi menjadi budaya pada masyarakat. Kita dapat memulainya dengan literasi digital yang pelaksanaannya menggunakan teknologi.
Keempat, ketertarikan yang berbeda-beda. Kita semua tahu bahwa setiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda. Karena ketertarikan yang berbeda-beda inilah kita tidak bisa memaksakan setiap orang harus membudayakan salah satu jenis literasi saja, yaitu literasi baca tulis. Ahmad Soleh, seorang aktivis yang sedang aktif di salah satu organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dengan menjabat sebagai Sekretaris Bidang Riset Pengembangan dan Keilmuan di tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP), mengakui bahwa ketertarikan atau minat literasi memang berbeda-beda, dan tidak dapat memaksakan semua orang harus menyukai literasi baca tulis. Pernyataan tersebut beliau sampaikan dalam diskusi yang dilaksanakan di sebuah gubuk pinggir sungai.
Literasi Sebagai Pembiasaan
Dari beberapa uraian di atas, kita dapat melihat bahwa literasi harus terus dipaksakan dengan cara membaca dan menulis. Prinsip literasi adalah sebuah pembelajaran. Pembelajaran semestinya bisa dilakukan dengan cara apapun, melalui media apapun. Tujuan akhirnya tetaplah pada literasi baca tulis, tetapi sekali lagi, itu tidak bisa kita paksakan secara langsung agar masyarakat menyukainya.
Seperti orang yang kecanduan bermain game. Awalnya, mereka hanya mencoba, lalu mulai menyukainya dan menjadikannya hobi, bahkan sumber penghasilan. Mereka akan sulit berhenti karena mengerjakan atau melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka. Budaya literasi di Indonesia ini bisa kita tingkatkan dengan cara menyesuaikan konsepnya dengan perkembangan zaman yang ada dan dengan melihat realita-realita yang terjadi pada masyarakat lalu mengemasnya semenarik mungkin.
Memperkenalkan Literasi Digital
Memperkenalkan literasi digital di tengah-tengah masyarakat Indonesia adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat khususnya generasi muda. Sebagian besar dari mereka mungkin akan terus-menerus menyukai aktivitas menonton dan mendengarkan. Literasi digital dengan cara menonton film dokumenter bersama di sebuah warung kopi, lalu mendiskusikannya akan terkesan sangat menarik bagi masyarakat yang memang masih kurang menyukai membaca.
Selain itu, dapat dijadikan sebagai media pembelajaran sejarah bagi generasi muda zaman sekarang. Berdasarkan fakta, banyak generasi muda yang tidak mengetahui sama sekali sejarah bangsanya sendiri. Tokoh-tokoh bangsa seperti H.O.S Tjokroaminoto, Sutan Sjahrir, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, dll saja mereka tidak mengenalnya.
Hal tersebut sungguh sangat disayangkan, mengingat generasi muda yang diharapkan menjadi The Next Leader. Maka dari itu, saya mengajak semua masyarakat, terlebih kepada pegiat literasi untuk berjuang bersama mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara apapun, termasuk memanfaatkan teknologi yang ada.
Maka kesimpulannya, jika kita ingin mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945 dengan cara giat literasi, kita tidak bisa memaksakan mereka untuk menyukai literasi baca tulis saja. Ada banyak jenis literasi yang bisa kita gunakan untuk menarik perhatian masyarakat dan membuat mereka senang dan nyaman, terlebih dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa membaca merupakan sebuah kebutuhan. Seperti pernah disampaikan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam mendidik anak, yakni “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu hidup.”
Editor: Lely