Kontroversi Wafatnya Bung Karno
51 Tahun sudah kematian Presiden Pertama Republik Indonesia bapak Ir. Soekarno tepat tanggal 21 Juni 1970 di usia 69 tahun. Kematian Bung Karno yang mungkin bisa dibilang masih misterius dan mengenaskan pada akhir-akhir hayatnya di Wisma Yaso dan bersama dengan kesendiriannya.
Tentu tidak sedikit ada yang mengatakan bahwa di akhir hayat Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya masih kontroversial. Waktu Bung Karno berbaring sakit yang diketahui penyakit batu ginjal, peradangan otak, jantung, dan tekanan darah tinggi.
Apalagi, beliau dipisahkan untuk dekat dengan rakyatnya karena harus menjalani tahanan politik terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965. Beliau telah dituduh pro-PKI dan tidak lazim juga disebut-sebut sebagai anggota PKI.
Lengsernya Bung Karno sebagai Presiden dan beralihnya kekuasaan kepada Jenderal Soeharto, justru wajah perpolitikan mengalami perubahan secara drastis kala itu. Aksi Soeharto untuk menghabisi jasa-jasa perjuangan golongan kiri terkristalisasi sampai ke akar-akarnya.
Terjadinya pembantaian massal kepada anggota PKI, pelarangan ajaran-ajaran kiri yakni Komunisme dan Sosialisme justru diselundupkan.
Imbasnya pun sampai kepada Soekarno, bukan hanya jasad beliau bahkan ajarannnya Marhaenisme pun dilarang akibat gencarnya propaganda politik dari Orde Baru. Namun, dalam pengakuan beliau mengatakan, “Lebih baik ia menderita daripada harus melihat bangsanya hancur.”
Pelayanan Kesehatan yang Tak Maksimal di Hari-Hari Akhir Soekarno
Sangat tidak wajar, seorang yang telah berjuang mati-matian untuk Kemerdekaan Indonesia dan sebagai Presiden Pertama Indonesia pula, justru tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik saat beliau terbaring sakit.
Bahkan, kelaurganya sendiri pun sangat dibatasi untuk menjenguknya karena harus melapor terlebih dahulu seperti dijelaskan dalam buku Soekarno Poenja Tjerita terbitan tahun 2016.
Dalam catatan sejarah juga, saking tragisnya seperti dikutip dalam buku Hari-hari Terakhir Sukarno yang ditulis Peter Kesenda, bahwa Soekarno hanya dirawat dokter Soerojo yang bukan dokter spesialis melainkan ia seorang dokter hewan.
Sangat tidak masuk akal, manusia dirawat oleh seorang dokter hewan, apalagi statusnya sebagai Presiden dan sang Proklamator. Sehingga tidak salah kalau memang Bung Karno sengaja untuk dihabisi di masa Ordo Baru.
Pemakaman Bung Karno
Bahkan permintaan Soekarno yang ingin dimakamkan di daerah Priangan yang dikutip dalam otobiografinya, justru tidak diindahkan oleh Presiden Soeharto. Tetapi, keinginan Soeharto malah memakamkan Soekarno di Blitar.
Ada apa dengan Blitar? Dan pristiwa apa yang terjadi sehingga beliau harus dimakamkan di sana? Itulah sejarah bangsa Indonesia, sejarah bangsa yang terombang-ambing.
Lantas, dengan kematian Bung Karno justru banyak merindukan sosoknya lagi. Sifat dan karakter beliau yang tidak lekas oleh zaman dan akan selalu dikenang. Bahkan sampai sekarang ini, nama Bung Karno masih sangat gencar menjadi bahan diskusi di kalangan aktivis dan akademisi. SAalagi dengan mengenang ajaran-ajarannya yang masih relevan terhadap bangsa Indonesia.
Tentu kita tahu, sosok beliau yang sederhana. Bung Karno yang pernah berutang uang kepada temannya karena ia sangat membutuhkan. Saat beliau juga diusir dari Istana Merdeka, beliau hanya membawa kaos oblong yang dikenakannya dan sebuah bingkisan berisi bendera pusaka. Apalagi, sosok Bung Karno lebih senang saat berbaur dengan rakyat kecil dan sedikit bercanda dengannya.
Soekarno: Presiden Satu-Satunya yang Tak Punya Rumah Sendiri
Dalam buku otobiografinya, Penyambung Lidah Bangsa Indonesia ditulis oleh Cindy Adams. Bung Karno dalam ujarnya “aku satu-satunya Presiden di dunia ini yang tidak punya rumah sendiri. Baru-baru ini rakyatku menggalang dana untuk membuatkan sebuah gedung buatku. Di hari berikutnya aku melarangnya. Ini bertentangan dengan pendirianku. Aku tidak mau mengambil sesuatu dari rakyatku. Aku justru ingin memberi mereka.” Setelah diusir dari Istana Merdeka, beliau pun tinggal di rumah istrinya karena memang ia tidak punya rumah pribadi.
Beliau yang dikenal sangat anti pada modal asing, karena akan berpotensi mendatangkan imperialisme dan eksploitasi terhadap rakyat dan kekayaan bangsa Indonesia. Sehingga Bung Karno menginginkan untuk menerapkan gagasan “Trisakti” kepada bangsa Indonesia agar bisa mandiri. Tetapi, perpolitikan mengalami perubahan dan beliau pun lengser seiring dengan gagasannya itu.
Walaupun, ada juga kekurangan dari beliau yang banyak orang tidak suka kepadanya, namun tidaklah seimbang jika kita tidak memberikan apresiasi tentang perjuangan dan sosok kesederhanaan beliau sebagai Presiden Indonesia. Tentu sangat jarang ditemukan, atau bahkan tidak ada karakter seperti beliau sebagai Presiden. Megawati Soekarno Putri adalah putri dari beliau tidak dapat mewariskan kesederhanaan dan cara Bung Karno untuk memimpin Indonesia. Begitu pun dengan Presiden yang lain.
Bukannya terlalu mengagungkan Bung Karno sebagai Presiden terbaik Indonesia dan mendiskriminasikan Presiden yang lain terhadap kiprahnya kepada bangsa Indonesia. Tentu mereka semua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hanya saja kalau berbicara mengenai kesederhanaan, mungkin tidaklah salah jika Bung Karno mendapatkan predikat itu.
Lantas, apakah akan ada Presiden yang se-sederhana seperti Bung Karno yang akan datang? Melihat kontestasi politik hari ini mengenai Pilpres 2024 telah gencar terjadi, baik di rana para politikus apalagi di media sosial. Sehingga tidak heran dengan munculnya deretan nama-nama yang akan bertarung pada Pilpres 2024 nanti.
Analisa Puthut EA
Saat Pilpres 2024 nanti akan terlihat seru, karena tentu banyak bermunculan wajah baru yang akan bertarung, maksudnya Jokowi tidak bisa ikut lagi. Sedikit melirik analisis dari mas Puthut Ea mengenai Pilpres 2024. Dalam komentar beliau sebagai Kepala Suku Mojok pada esainya “Politik Gaya Mataraman Pilpres 2024: Yang Tidak Sabar Pasti Kecewa.”
Sehingga, Mas Puthut Ea memunculkan nama-nama yang akan bertarung pada Pilpres 2024 dengan gaya politik Mataraman. Adapun yang dimaksud ialah Anis Baswedan, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartato, dan Muhaimin Iskandar. Mas Puthut juga tidak melupakan AHY sebagai manuver dari Presiden SBY dengan gaya politik Mataraman. Nah, jika ingin lebih jelasnya boleh diintip tulisannya mas Puthut Ea.
Selain itu, tentu tidak menutup kemungkinan akan muncul nama lain yang akan berkontestasi, seperti Prabowo Subianto dan Puan Maharani. Tetapi, marilah kita tunggu saja masa Pilpres 2024, siapa yang akan bertarung dan siapa yang akan menjadi pemenang?
Hanya saja, pertanyaannya apakah akan ada Presiden yang akan sama dengan kepemimpinan Bung Karno? Bukan sama dalam hal cara berbicara Bung Karno, melainkan hidup se-sederhana dari Bung Karno.
Bukan pula ingin menyamai Soekarno yang dikenal sebagai tukang kawin, tetapi kehidupan Bung Karno sebagai sosok sederhana dan telah mengabdikan dirinya pada perjuangan bangsa Indonesia.
Editor: Rozy