IBTimes.ID – Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyebut bahwa wabah PMK mengingatkan masyarakat kepada kasus impor daging sapi tahun 2013. Pemerintah seharusnya banyak belajar dari kasus tersebut untuk menghadapi PMK.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan Diskusi Publik Penyakit Mulut Kuku Sapi dan Derita Peternak yang digelar oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah di Kantro PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (6/7/2022).
“Skandal impor sapi dengan segala dampaknya menunjukkan bukti yang konkret bahwa ada kelemahan yang disengaja oleh Menteri Pertanian waktu itu. Itu menunjukkan bahwa karakter kebijakan publik begitu lemah,” ujarnya.
Menurutnya, lemahnya kebijakan publik menunjukkan bahwa demokrasi dan demokratisasi tengah mengalami benang kusut. Demokrasi tengah menjauh dari moralitas Pancasila.
“Pemerintah semakin jauh dari hakikat UUD 1945, semakin jauh dari Pancasila, semakin jauh dari daulat rakyat, dan semakin jauh dari derita masyarakat yang masih belum pulih dari pandemi covid-19,” imbuh Busyro Muqoddas.
Ia menyebut bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan tajdid dan etika tidak mungkin diam terhadap persoalan-persoalan ini. Diskusi Publik yang digelar oleh MPM PP Muhammadiyah merupakan bagian dari komitmen Muhammadiyah untuk menolong negara Indonesia dengan cara yang beradab.
Muhammadiyah selalu melakukan kajian-kajian akademis dalam perancangan berbagai undang-undang, mulai dari omnibus law hingga UU IKN. Masukan-masukan Muhammadiyah merupakan bagian dari komitmen kebangsaan Muhammadiyah untuk mengembalikan kultur politik agar betul-betul berbasis pada kedaulatan rakyat.
“PP Muhammadiyah menyikapi persoalan ini dengan cara pandang yang sesuai dengan kaidah organisasi Muhammadiyah yang kompatibel dengan nilai-nilai kebangsaan,” tegas Busyro.
Sementara itu, Ketua Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) DIY Muhammad Abduh Zulfikar menyebut bahwa PMK sudah masuk ke dalam kategori bencana di dunia peternakan. Krisis ini benar-benar merugikan peternak.
PMK, imbuh Zulfikar, adalah wabah yang cukup serius karena berdampak langsung kepada masyarakat bawah. Terutama petani yang mengandalkan sapi, domba, atau kambing sebagai tempat menabung. Secara umum, petani ini tidak memiliki simpanan lain selain ternak ini. Mereka menjadikan ternak sebagai pemasukan tahunan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan besar setiap tahun.
Menurut Zulfikar, sangat ironi ketika wabah PMK belum juga bisa dikendalikan hingga hari raya kurban. Negara bersama masyarakat dan stakeholder terkait harus fokus pada penanganan PMK.
“Kalau tidak segera dibasmi akan berbahaya. Untuk memenuhi kebutuhan swasembada daging kita saja sudah susah. Populasi sapi perah kita juga belum bisa mencapai 10% dari kebutuhan. Ini benar-benar jadi sesuatu yang sangat penting,” imbuhnya.
Ini juga menyangkut populasi ras murni hewan ternak Indonesia. Baik domba asli Indonesia maupun sapi asli Indonesia. Bukan tidak mungkin negara-negara di luar menutup akses di Indonesia agar tidak tertular virus PMK.
“Ini serius. Harus segera diselesaikan,” tutup Zulfikar.
Reporter: Yusuf