-IBTimes.ID- Dalam beberapa hari ini, gelombang demonstrasi Mahasiswa berlangsung secara masif. Terutama di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Makassar, Yogyakarta, Malang, Solo dan kota-kota lainnya. Hal itu dilakukan demi menuntut pencabutan UU KPK yang baru-baru ini disahkan oleh DPR RI. UU tersebut diyakini menjadi alat pelemahan lembaga anti-rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Tuntutan-tuntutan lain juga disuarakan oleh gelombang Mahasiswa dan elemen masyarakat lain di berbagai penjuru di tanah air. Seperti penolakan atas RUU-KUHP, penanganan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Minerba dan lain sebagainya.
Gelombang demonstrasi tak jarang menimbulkan bentrok antara aparat pengaman dan peserta demo. Beberapa korban pun berjatuhan, baik dari aparat pengaman maupun massa demonstran.
Jokowi Ambil Sikap
Melihat situasi bangsa yang semakin carut marut dan tidak kondusif, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, akhirnya angkat suara. Dilansir dari detik.news, Jokowi mengaku bahwa ia akan menerima segala masukan yang diaspirasikan, terutama terkait UU KPK.
“Banyak sekali masukan-masukan yang diberikan kepada kita, utamanya penerbitan Perppu, tentu saja ini akan segera kita hitung, kita kalkulasi”, ujar Jokowi dilansir dari detik.news.
Pada hari ini juga , Senin (26/092019), Jokowi menggelar pertemuan dengan tokoh-tokoh nasional di istana guna membahas pelbagai problematika. Seperti Karhutla, permasalahan Papua, dan perihal demonstrasi Mahasiswa menolak UU KPK baru dan RUU KUHP.
Di antara tokoh bangsa yang diundang dalam pertemuan tersebut ialah Romo Magnis Suseno, Mahfud MD, Alissa Wahid, Quraish Shihab, Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Anita Wahid, dan Christine Hakim.
Syafii Maarif Angkat Bicara
Di lain tempat, mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif angkat bicara terkait berbagai permasalahan yang terjadi di bangsa ini, khususnya perihal tuntutan pencabutan UU KPK yang baru. Melansir kompas.com, Syafii Maarif menyarankan Joko Widodo untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-undang tentang KPK hasil revisi.
“Kalau memang ndak ada jalan lain, keluarkan saja Perppu itu. Kalau tidak ada jalan lain ya” kata Syafii Maarif dilansir dari kompas.com.
Hal itu ia katakan karena UU KPK hasil revisi memicu penolakan besar-besaran dari mahasiswa dan elemen masyarakat lain. Syafii Maarif mengungkapkan bahwa semestinya pemerintah dan DPR peka menangkap kegelisahan masyarakat atas revisi UU KPK. Akibatnya, penolakan muncul secara masif dan berkelanjutan.
“Saya sendiri sesungguhnya, saya tidak anti revisi. Sebab kan orang-orang KPK kan bukan orang suci ya. Tapi ini lembaga antirasuah ini harus dipertahankan. Jangan terkesan ada revisi untuk melemahkan” tutur Syafii Maarif.
“Dan ini kan timing-nya tidak tepat. KPK tidak diajak berunding. Orang enggak tahu. Jadi ini yang menyebabkan kecurigaan bertambah tebal. Tersumbat komunikasinya. Sangat merugikan kita, bangsa dan negara rugi karena ini” imbuhnya. (Yahya)