Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Ketika di Yogyakarta akan dibangun gedung sekolah baru, Haji Fachrodin berkeliling sampai Jakarta, Pekalongan, dan Surabaya untuk galang dana zakat dan derma. Dana zakat digali dari kaum Muslimin, kaum Muhammadiyah, dan dari golongan Arab keluarga perkumpulan al-Irsyad. Hasilnya tidak tangung-tanggung karena Haji Fachrodin mengumpulkan beberapa ribu rupiah (gulden), suatu jumlah yang teramat besar pada waktu itu.
Galang Dana Zakat dan Infak
Fachrodin berpendirian bahwa usaha galang dana zakat dan derma untuk amal fi sabilillah bukan pekerjaan hina. Bukan mengemis seperti kata orang sekarang. Tetapi suatu perbuatan mulia karena meminta uang tidak untuk dirinya, melainkan untuk dikembalikan kepada Allah. Dan menurut pendapatnya, para pemberi zakat dan derma itu hanyalah sekedar memenuhi kewajibannya terhadap Allah. Jika tidak dia yang memintanya, maka mereka pun masih tetap berkewajiban membayarkannya. Justru, dengan berbuat demikian, berarti dia mengarahkan zakat dan infak mereka ke arah yang benar.
Adapun mencari dana fi sabilillah dengan cara modern seperti dengan mengadakan perusahaan dan sebagainya juga dijalankannya. Tapi gaya dan kata-kata Fachrodin ketika meminta zakat atau infak tidaklah seperti gaya orang meminta-minta. Gayanya wajar dan gagah. Kata-katanya memberikan penjelasan dan meyakinkan serta nadanya mantap.
Dengan cara demikian, hampir tidak ada orang yang menanggapi Fachrodin sebagai orang yang melakukan aksi galang dana zakat seperti pengemis. Biasanya, orang yang memberi untuk pengemis hanya memberi sedikit lalu memerintahkan agar dia lekas pergi. Tetapi cara Fachrodin yang elegan membuat mereka memberikan zakat dan infaknya dengan rasa tanggung jawab dan dengan hormat dalam jumlah yang semaksimal mungkin.
Bukan Mengemis
Alangkah banyaknya sekarang ini orang-orang Muhammadiyah sendiri yang silau karena melihat ke kiri dan ke kanan. Terutama kepada pendirian bangunan umat beragama lain, lalu mengatakan kalau Muhammadiyah akan membangun apa-apa, lain tidak, hanya mengemis. Perkataan semacam ini sungguh memalukan. Seolah-olah tidak sadar lagi bahwa dalam ajaran Islam ada kewajiban zakat, shadaqah, dan infak. Tidak sadar bahwa uang itu sesungguhnya kembali kepada Allah. Allah yang memintanya dan Allah yang akan mengganti dengan pahala surga.
Dan juga orang-orang Muhammadiyah yang mengedarkan list derma atau zakat merasa dirinya rendah. Merasa hilang kepribadiannya dan terlalu merendahkan diri hingga seperti benar-benar mengemis, padahal tidak! Para pengedar list itu adalah ‘amil yang ada aturannya dan statusnya dalam ajaran Islam, dalam Hadits dan al-Qur’an! Juga dalam al-Qur’an penuh dengan perintah untuk ber-jihad fi sabilillah dengan harta, untuk bershadaqah dan untuk berinfak.
Sumber: buku Matahari-matahari Muhammadiyah karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif