Tahun 2020 merupakan tahun musibah besar (Am Musibah Kubro) yang melanda dunia dan secara khusus juga menimpa umat Islam secara internasional. Musibah ini secara umum diakibatkan oleh serangan Pandemi Covid-19 dan telah menimbulkan krisis sosial kemanusiaan dan ekonomi.
Dalam tingkat tertentu, pandemi ini juga berpengaruh terhadap situasi politik dan menyulitkan posisi umat Islam di beberapa negara. Sikap imperialistik Isreal dan kebijakan diskriminatif terhadap warga muslim minoritas di India, misalnya, adalah gambaran nyata tentang kepedihan umat Islam dan tragedi kemanusiaan di era pandemi. Bahkan, di era pandemi spirit Islamofobia juga muncul di banyak negara yang antara lain juga digelorakan oleh kelompok-kelompok nasionalis-chauvinistik, sekular ekstrim-radikal, dan ateis.
Terkait dengan situasi global dan ketersudutan umat Islam di banyak negara, maka berdasarkan kepada amanat Pembukaan UUD 1945, prinsip Wasatiyatul Islam dan untuk misi Rahmatan lil ‘Alamin, Majelis Ulama Indonesia mendorong dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada pemerintah untuk tetap meneguhkan politik Indonesia bebas aktif dan tampil sebagai juru damai (peace maker) terutama dalam menyelesaikan atau mencari solusi terhadap berbagai konflik, misalnya, Israel-Palestina, Azarbeijan-Armenia, dan Afghanistan.
Khusus terkait dengan komitmen membela Palestina, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan dukungan sepenuhnya kepada pemerintah Indonesia untuk tidak membuka peluang normalisasi hubungan dengan Israel meskipun ada iming-iming Indonesia akan diberi bantuan finansial yang sangat besar. Membuka hubungan diplomatik dan kerjasama dengan Israel akan sangat melukai perasaan bangsa Palestina dan bahkan masyarakat Indonesia. Majelis Ulama Indonesia sebagai payung besar organisasi-organisasi Islam tetap berkomitmen dan melakukan berbagai program untuk mewujudkan perdamaian dan kerahmatan.
Islamofobia dan Sikap Majelis Ulama Indonesia
Penindasan dan kekejaman terhadap umat Islam terjadi di banyak tempat dan bahkan dilakukan oleh pemerintah. Di India, misalnya, umat Islam yang minoritas telah terdiskriminasi secara sosial, ekonomi, bahkan hukum dan politik. Apalagi sejak undang-undang kewarganegaraan India menempatkan muslim sebagai warga kelas dua.
Tindakan permusuhan dan kebencian terhadap umat Islam dan Islam (Islamofobia) benar-benar terjadi. Semangat Islamofobia disebarkan dengan mengatakan, antara lain, orang Islam adalah penyebar Covid-19. Perlakuan pemerintah dan kelompok-kelompok ekstrim Hindu India telah merusak prinsip-prinsip demokrasi, dan menghancurkan kemanusiaan.
Keberadaan dan posisi umat Islam minoritas di sejumlah negara non-muslim tidak mendapat perhatian. Mereka mengalami berbagai tindakan di luar batas kemanusiaan. Prinsip dan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kemanusiaan dilanggar secara sistematik. Ini dilakukan oleh pemerintah dan kelompok politik dan ideologi sekular-radikal dan bahkan kelompok agama tertentu. Hak-hak keagamaan dan bahkan keselamatan dan hidup mereka terancam.
Selain di India, hal ini juga dialami misalnya oleh muslim di Kashmir, Myanmar dan Uyghur. Bahkan beberapa kasus diskriminasi, bully, penistaan terhadap muslim di beberapa wilayah di Australia, Eropa dan Amerika juga terjadi. Sikap fobia terhadap Islam dan umat Islam juga ditunjukkan di Perancis antara lain melalui pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron beberapa waktu yang lalu. Atas nama kebebasan berekspresi, pemerintah membiarkan dan melindungi penghinaan dan penistaaan terhadap Nabi Muhammad dan agama Islam.
Majelis Ulama Indonesia mengecam semua bentuk penindasan terhadap umat Islam dan sikap Islamofobia yang dilakukan oleh siapapun. Namun, Majelis Ulama Indonesia juga menyampaikan sejumlah rekomendasi agar lembaga-lembaga dunia seperti OKI, PBB, organisasi pembela HAM dan kekuatan-kekuatan civil society lainnya secara intensif juga melakukan langkah-langkah penting dan bermartabat menghentikan gerakan Islamofobia dan membela hak dan kedaulatan muslim terutama di negara non muslim.
Politik Global
Majelis Ulama Indonesia memandang masih adanya ketidak-adilan global yang secara politik dan ekonomi mempengaruhi tatanan dunia. Beberapa negara yang berpenduduk muslim mayoritas maupun minoritas menjadi korban. Dominasi neo-kapitalisme dan neo-liberalisme melahirkan kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan di banyak negara.
Lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti IMF dinilai tidak berhasil mewujudkan kesejahteraan dan keadilan yang sesungguhnya. Ini mengakibatkan kerawanan sosial dan konflik. Kemudian, hak Veto terutama Amerika juga merupakan sumber masalah sehingga nasib bangsa Palestina hingga hari ini, misalnya, semakin berat. Selain invasi dan aneksasi Israel terhadap Palestina terus dilakukan, upaya memecah belah negara Timur Tengah terus dilakukan dengan keterlibatan Amerika, termasuk gerakan normalisasi hubungan dengan Israel.
Majelis Ulama Indonesia mengecam invasi dan tindakan imperialistik Israel terhadap Palestina ini. Tindakan Israel ini merusak beberapa resolusi DK PBB, kemanusiaan dan perdamaian dunia. Perlawanan terhadap Israel terus dilakukan antara lain melalui beberapa hal.
Pertama, perjuangan diplomatik misalnya mendesak agar Israel dikeluarkan dari keanggotaannya di PBB. Kedua, dorongan kepada berbagai kekuatan civil society dalam dan luar negeri, penggerak HAM, dan segmen masyarakat lainnya untuk mengecam dan mengentikan Israel.
Ketiga, dorongan kepada OKI untuk mengkonsolidasi persatuan negara-negara muslim. Terkait dengan itu, maka Majelis Ulama Indonesia mendorong dilakukannya proses demokratisasi di internal PBB dengan meninjau ulang, atau paling tidak membatasi penggunaan Hak Veto untuk hal hal yang menyangkut dengan keselamatan jiwa manusia dan eksistensi suatu bangsa. Dengan cara ini, maka akan memudahkan upaya-upaya memperkokoh perdamaian dan keadilan global.
Kepemimpinan Dunia Islam
Dalam situasi global dan secara khusus menyangkut dengan umat Islam, maka peran OKI menjadi semakin penting. Persatuan dan kepemimpinan yang efektif harus dibangun. Konflik antar faksi-faksi muslim dan beberapa negara anggauta OKI harus dihentikan karena konflik justru akan memperlemah dan menyudutkan posisi umat dan negara-negara muslim.
Karena itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu agar OKI dan organisasi-organisasi Islam dunia lainnya melakukan rekonsiliasi yang sungguh-sungguh agar kepemimpinan dunia Islam tegak secara efektif sehingga persatuan dunia Islam semakin kokoh, kemajuan dunia Islam terwujud dan perdamaian dunia tercipta.
Mewujudkan perdamaian memang menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia. Sesuai dengan kapasitas dan fungsinya, Majelis Ulama Indonesia bersama dengan pemerintah dan kekuatan-kekuatan civil society muslim lain memandang perlu untuk melakukan kerjasama menginisiasi rangkaian pertemuan atau forum-forum dialog dengan ulama dari negara-negara lain untuk peace making (mewujudkan perdamaian).
Forum-forum seperti ini akan bermanfaat tidak saja untuk menghentikan konflik-konflik internal antar faksi, akan tetapi juga membangun dan memperkuat kesepemahaman, Ukhuwah Islamiyah dan berbagai bentuk kerjasama yang produktif untuk kemaslahatan umat Islam. Penguatan Ukhuwah Islamiyah akan sangat kontributif bagi upaya menciptakan kepemimpinan dunia Islam yang efektif. Dan Indonesia, sebagai negara muslim terbesar, mempunyai peran strategis untuk itu.
Editor : Yusuf