IBTimes.ID – Di tengah maraknya kriminalisasi terhadap para guru yang terjadi di beberapa daerah, pada Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti membawa kabar menggembirakan bagi para pendidik di seluruh Indonesia.
Sebuah Nota Kesepahaman (MoU) antara Kemendikdasmen dan Kepolisian Republik Indonesia telah ditandatangani sebagai komitmen bersama untuk menerapkan penyelesaian damai atau restorative justice terhadap kasus-kasus yang melibatkan guru dalam konteks tugas mendidik.
Pengumuman ini disampaikan Abdul Mu’ti dalam upacara peringatan HGN 2025 yang digelar secara daring dari Jakarta pada Selasa (Antara/25/11), serta ditegaskan kembali dalam upacara Hari Guru di Balai Kota Surabaya.
Ia menjelaskan bahwa MoU tersebut menjadi “kado istimewa” bagi para guru—sebuah bentuk penghargaan sekaligus perlindungan yang selama ini dinantikan.
Menurut Abdul Mu’ti, penyelesaian melalui restorative justice akan diterapkan pada kasus yang melibatkan guru dengan murid, orang tua, maupun lembaga swadaya masyarakat sepanjang menyangkut proses pendidikan dan kedisiplinan di sekolah.
“Kami ingin masalah-masalah pendidikan tidak otomatis dibawa ke ranah hukum. Guru perlu ruang untuk menyelesaikan persoalan secara damai, bijak, dan proporsional,” ujarnya.
Abdul Mu’ti menegaskan bahwa MoU tersebut sudah berlaku dan mulai diterapkan. Ke depan, Kemendikdasmen bersama Polri akan melakukan sosialisasi luas ke jajaran kepolisian maupun sekolah-sekolah agar prinsip penyelesaian damai ini dipahami dan dijalankan secara konsisten.
Langkah ini dianggap penting mengingat beban kerja guru yang semakin berat. Di era digital dan globalisasi, guru tak hanya mengajar, tetapi juga berhadapan dengan tantangan sosial dan moral yang terus meningkat—dari gaya hidup hedonis, tekanan material, hingga harapan masyarakat yang tinggi namun tak selalu dibarengi dengan apresiasi yang sepadan.
Tak sedikit guru yang akhirnya mengalami tekanan psikologis, masalah sosial, hingga berurusan dengan aparat penegak hukum karena kesalahpahaman dalam proses pendidikan. “Kondisi ini harus dihentikan. Guru harus bisa tampil percaya diri dan berwibawa di hadapan murid,” tegasnya.
Mendikasmen juga menyoroti semakin kompleksnya persoalan murid saat ini, mulai dari isu akademik, moral, spiritual, ketergantungan gawai, judi online, hingga persoalan keluarga dan ekonomi. Dalam situasi seperti itu, kehadiran guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga figur teladan, mentor, dan sahabat bagi murid.
Dengan adanya MoU ini, Kemendikdasmen berharap para guru dapat lebih fokus menjalankan dharma bakti mereka tanpa rasa khawatir. “Mari kita bangun kembali budaya saling percaya. Hormati jerih payah guru agar anak-anak kita dapat belajar dengan tenang dan penuh semangat,” tutup Abdul Mu’ti.
(MS)

