Nubuat Virus Qorona dalam Buku Iqro
Ternyata virus corona sudah lama diramalkan oleh KH. As’ad Humam dalam buku iqronya. Buku Iqro yang digunakan untuk belajar baca Al-Quran mainstream mendadak booming. Di dalamnya terdapat rangkaian kata yang jika diterjemahkan sesuai untuk realitas hari ini. Qo-ro-na, kha-la-qa, za-ma-na, ka-dza-ba. Beredar screenshoot berisi rangkaian kata di atas dalam Bahasa Arab.
Rangkaian kata tersebut diterjemahkan menjadi virus qorona tercipta pada zaman yang penuh dusta. Wow luar biasa sekali, bisa pas begitu. Salah satu musibah yang sedang menimpa umat manusia hari ini adalah virus corona. Virus yang menyebar dari daerah Wuhan RRT ini sangat berbahaya karena belum ditemukan obatnya. Baru beberapa hari yang lalu ilmuwan berhasil menemukan obat virus tersebut.
Hari ini kita memang sedang menghadapi zaman yang penuh dengan kedustaan. Berita palsu dan hoax dengan mudah kita temukan melalui media sosial. Para produsen hoax seakan tidak ada kapoknya dalam membuat berita-berita dusta. Para penguasa banyak yang berdusta kepada rakyatnya. Berjanji akan menyejahterakan rakyatnya namun ternyata malah merampas hak-hak rakyatnya.
Tentu virus corona hadir di zaman yang penuh dengan kedustaan adalah sebuah kebenaran. Berarti ada dua masalah yang sedang dihadapi umat manusia, pertama adalah kesehatan yang kedua adalah masalah moralitas. Dua masalah yang perlu kita cari solusinya bersama-sama, melalui berbagai upaya yang bisa dilakukan.
Cocokologi sebagai Takhayul Modern
Pertanyaannya kemudian, apakah memang pengarang buku Iqro adalah orang sakti yang diberi anugrah bisa meramal masa depan? Jika kita percaya bahwa pengarang buku Iqro bisa meramal yang terjadi hari ini, maka berarti kita sudah percaya dengan takhayul. Sementara Muhammadiyah melarang takhayul, bid’ah dan khurafat. Lantas mengapa rangkaian kata di Iqro bisa cocok dengan kejadian sekarang? Jawabannya karena masyarakat kita memang menyukai cocokologi.
Penulis akui melakukan cocokologi itu menyenangkan, karena seolah kita sudah menemukan hal yang ajaib. Namun saya masih mencoba cari aman dari takhayul dengan cara meyakini hal-hal yang rasional saja. Adapun cocokologi, saya anggap hanya sebagai hiburan, bukan untuk dipercayai apalagi dijadikan cara menguatkan akidah. Allah dan RasulNya tidak pernah menggunakan cocokologi untuk menguatkan akidah.
Lagi pula jika kita baca dengan cermat, sebenarnya tidak begitu cocok. Qorona dalam Bahasa Arab bisa kita temukan dalam kata qarnun jamaknya qurunun, artinya masa. Sudah jadi Bahasa Indonesia, kurun. Bukan qorona nama virus atau merek mobil. Khalaqa artinya telah menciptakan, kalau tercipta harusnya khuliqa. Zamana artinya zaman, kadzaba artinya telah berdusta. Kedustaan lebih pas diterjemahkan menjadi al kadzibu.
Kesalahan Cocokologi Al Quran
Contoh lain dari ilmu cocokologi yang sempat booming adalah mengenai tragedi 11 September 2001 yang menimpa gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat. Beredar kabar bahwa tragedi ini sudah diramalkan dalam Al Quran. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 bulan 9, ternyata Surat At Taubah adalah surat ke-9 dan juz ke-11. Wow, cocok sekali. Lalu jumlah lantai gedung WTC adalah 109, silahkan buka QS. At Taubah: 109.
Ternyata QS. 9:109 berisi tentang Masjid Dhirar, yakni bangunan yang didirikan oleh kaum munafik. Seusai perang Tabuk Nabi Muhammad SAW menghancurkan bangunan ini. Dalam ayat ini ada frase jurufin haarin. Kabarnya gedung WTC terletak di Jalan Jerf Haar. Benarkah cocokologi tersebut?
Surat At Taubah memang surat ke-9, namun ternyata tidak semua surat At Taubah termasuk juz 11, sebagian besar masuk juz 10. Pada kenyataannya, jumlah lantai gedung WTC bukanlah 109, namun 110. Lalu gedung WTC tidak terletak di jalan Jerf Har, namun Jalan Wall Street. Ternyata tidak cocok, penonton kecewa.
Sikap Umat Islam Terhadap Cocokologi
Saya akui, menemukan kecocokan pada hal yang sudah tertulis di masa lalu dengan peristiwa masa kini itu menyenangkan. Kita akan terkejut sekaligus kagum dengan fenomena yang tidak biasa ini. Namun hendaknya cocokologi dijadikan sebatas hiburan dari kelelahan hidup saja. Bukan untuk dipercayai atau diyakini kebenarannya.
Seperti halnya saat kita membaca zodiak atau shio, boleh saja dibaca namun tidak boleh dipercayai karena dikhawatirkan jatuh ke dalam syirik. Seperti kita membaca buku ramalan Jayabaya atau Nostradamus. Bisa saja apa yang diramalkan oleh mereka cocok dengan peristiwa hari ini. Namun percaya Jayabaya atau Nostradamus artinya percaya takhayul.
Jika di Al Quran banyak diceritakan tentang masa depan, misalnya hari kiamat, sebagai muslim kita wajib mengimani. Namun jika Al Quran dicocok-cocokan nomor surat dan ayatnya dengan peristiwa hari ini, sama saja kita menyamakan Al Quran dengan ramalan Jayabaya atau Nostradamus. Padahal fungsi Al Quran itu sebagai petunjuk dan pedoman hidup, bukan buku ramalan. Jika ternyata ada yang cocok saat angka-angkanya diutak atik, lebih selamat meyakininya sebagai kebetulan daripada meyakininya sebagai ramalan.
Persoalan selanjutnya dari cocokologi adalah, kalau memang cocok lalu apa? Selanjutnya bagaimana? Menemukan kecocokan demi kecocokan memang bisa memperkuat keyakinan bagi banyak orang. Misalnya kita menemukan ikan lou han dengan tulisan Allah. Namun apa faedahnya bagi kemajuan Islam? Apakah menemukan pohon yang dahannya mirip tulisan Arab bisa membuat umat Islam kembali jaya peradabannya? Atau hanya sekadar menjadi “onani ideologis” semata?