Report

Daftar Empat Pesantren Pro-Korban Kekerasan Seksual di Pulau Jawa

4 Mins read

IBTimes.ID – Banyak pihak yang menganggap bahwa pesantren adalah benteng terakhir umat Islam. Pesantren adalah institusi pendidikan yang diharapkan dapat membentengi gempuran budaya materialisme yang mulai masuk ke dunia Islam. Ia menjadi institusi yang selalu melahirkan putra-putri terdidik dengan moral dan akhlak yang baik.

Pesantren identik dengan pendidikan agama Islam. Tak hanya Islam yang dipahami dari aspek ritus, sebagian pesantren juga mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang progresif. Sebagian pesantren mengajarkan tentang kesetaraan gender, suatu ajaran yang ditolak oleh sebagian muslim sendiri. Pesantren-pesantren tersebut berbeda dengan mayoritas pesantren lain.

Sebagian pesantren juga melindungi dan membantu korban kekerasan seksual. Hal ini jarang dilakukan oleh pesantren pada umumnya. Data-data pesantren ini sebagian besar diperoleh dari Majalah Tempo yang terbit pada 30 April 2022. Berikut daftarnya:

Pondok Pesantren Kempek, Cirebon

Pondok Pesantren Kempek memiliki beberapa unit pendidikan. Antara lain Madrasah Takhosus Lil Banat, Raudhatul Athfal (jenjang TK), Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Yayasan Ma’had Islamy Kempeky dipimpin oleh Hj. Afwah Mumtazah. Tak lazim, pesantren biasanya dipimpin oleh laki-laki. Hal ini membuat Pondok Pesantren Kempek menjadi pesantren dengan wawasan gender yang sangat baik.

Dilansir dari Majalah Tempo, pada tahun 2016, Nyai Afwah Mumtazahah pernah menampung beberapa santri yang menjadi korban pemerkosaan. Nina (nama samaran), diperkosa oleh orang yang tidak ia kenal di Malang, Jawa Timur. Nina kemudian hamil.

Orang tua Nina menolak merawat bayi tersebut. Akhirnya, Nina dimasukkan ke Kempek. Nina diterima dengan hangat oleh Nyai Afwah dengan alasan kemanusiaan. Nina menolak dinikahkan dengan pemerkosanya. Berkat pertolongan Nyai Afwah, kini Nina telah hidup bahagia dengan suami dan anaknya. Ia bekerja di apotek.

Dua tahun sebelum peristiwa itu, Nyai Afwah juga menampung seorang siswi kelas III SMA yang juga hamil di luar nikah. Ia dihamili oleh pacarnya. Siswi tersebut tidak berani pulang karena takut dengan orang tuanya.

Baca Juga  Love Language ala Muhammadiyah

Nyai Afwah ingin pondoknya menjadi ruang aman, bukan hanya untuk santri, namun juga untuk korban kekerasan seksual. “Kami niatnya menolong. Kalau tidak ditolong, dia bisa ke mana-mana. Yang penting korban ini aman di sini,” ujarnya.

Nyai Afwah lahir pada 9 Juli 1973 di Desa Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Ia merintis Madrasah Takhosus Lil Banat (MTLB) di Pesantren Kempek. Madrasah tersebut bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan memberdayakan santriwati yang ada di Kempek.

Ia juga merupakan pendiri TK pertama di Kempek. Sejak tahun 2017, ia terlibat dalam KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia).

Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin, Cilacap

Nadia (nama samaran) adalah siswi kelas 3 SMP. Ia disekap oleh dan diperkosa oleh empat laki-laki secara bergantian. Kejadian itu ia alami selama berhari-hari. Kejadian itu membuatnya trauma hebat. Hingga kini, dua pelaku masih bebas berkeliaran. Sementara dua lainnya telah dipenjara.

Mendengar cerita itu, Hanifah Muyasarah, pemimpin dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin berjanji akan membantunya. Hanifah mengajak Nadia untuk masuk ke pesantrennya. Ia merahasiakan identitas Nadia sambil memberikan fasilitas pendampingan dari psikolog profesional.

Melalui tangan Hanifah, Nadia bisa melanjutkan pendidikan di jenjang SMA dengan normal. Kini, Nadia telah berkeluarga dan dikaruniai dua orang anak.

Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin terletak di Jl. Kemerdekaan Timur no 16, Kesugihan Kidul, Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah. Selain mendampingi Nadia, Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin juga mendampingi banyak kasus lainnya. Pesantren tersebut pernah menampung seorang istri beserta dua anak yang menjadi korban KDRT. Tak hanya menampung, Hanifah Muyasarah kemudian membantu membawa kasus tersebut ke meja hijau.

Pondok Pesantren Al-Hidayat Salaman, Magelang

Mawar (nama samaran) tengah kalut. Foto dan video intimnya tersebar di WhatsApp dan Facebook. Awalnya, Mawar mengenal seorang pria melalui Facebook. Perkenalan tersebut terus berlanjut hingga mereka saling mengirim pesan di WhatsApp.

Baca Juga  Bicara Kekerasan Seksual, ITB AD Gelar Bedah Buku Zakat untuk Korban Kekerasan Terhadap Perempuan

Semakin lama, pria tersebut berani meminta foto semi-intim. Setelah dikirim, pelaku meminta foto yang lebih vulgar agar foto yang sebelumnya telah dikirim tidak ia sebar. Mawar kemudian datang ke Pesantren Al-Hidayat di Salaman, Magelang, Jawa Tengah. Ia ceritakan kejadian itu kepada Ulya Izzati dan Shinto Nabilah, pemimpin Pondok Pesantren Putri Al-Hidayah. Ulya adalah putri dari Nyai Shinto.

Mendengar kisah tersebut, Nyai Shinto kemudian memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke jalur hukum. Selain mengandalkan kepolisian, ia juga melacak pelaku. Tak sia-sia, pelacakan tersebut berhasil. Pelaku berhasil diancam balik. Ia dikenai berbagai sanksi sosial dan wajib lapor ke kantor polisi. Jika mengulangi perbuatannya lagi, pelaku diancam dengan hukuman yang lebih berat.

Pesantren Al-Hidayat juga menerima santri-santri korban kekerasan seksual. Ia pernah menemukan siswi SMA yang dirundung oleh ayah kandungnya sendiri. Korban awalnya nyantri di salah satu pesantren di Jogja. Setiap pulang ke rumah, ayahnya yang pengangguran sering menyentuhnya di bagian intim. Siswi tersebut mengalami trauma hingga depresi. Ia merasa tak layak, tak berguna, dan tidak memiliki rasa percaya diri sama sekali.

Setelah itu, Nyai Shinto memutuskan untuk mengajak siswi tersebut bergabung di pesantren miliknya. Korban diberikan tanggung jawab dan dilibatkan dalam beberapa tugas di pesantren untuk memulihkan kepercayaan dirinya. Di pesantren tersebut, korban berhasil sembuh dari depresi dan menjadi santriwati yang percaya diri.

Pondok Pesantren Al-Hidayat terletak di dusun Kedunglumpang, Salaman Magelang yang terletak 500 meter dari jalan raya yang menghubungkan kabupaten Magelang dan Purworejo. Pesantren tersebut didirikan oleh KH. Ahmad Lazim Zaini dan Hj. Shinto Nabilah Asrori pada tahun 1986.

Awalnya, pesantren menempati rumah pasangan Abah Lazim dan Nyai Shinto. Kini, fasilitas pesantren telah berkembang sedemikian rupa.

Baca Juga  Islam Pernah Berjaya di Eropa Timur Abad Pertengahan

Pesantren tersebut memiliki visi mencetak generasi unggul, beriman, bertakwa, qurani, berakhlakul karimah, kreatif, berdedikasi tinggi, berhaluan Ahlussunnah wal Jama`ah yang memiliki kemampuan untuk menghadapi perubahan zaman. Melalui visi tersebut, Pesantren Al-Hidayat mendorong dan membekali para santri dengan wawasan dan bekal ilmu pengetahuan ilmu agama pengetahuan agama dan umum yang seimbang.

Pesantren Nurul Huda Garut

Dita (nama samaran) pernah berhubungan badan dengan gurunya di SMP dulu. Malangnya, gurunya merekam kejadian itu. Setelah Dita ingin keluar dari jeratan sang guru, guru tersebut mengancam akan menyebarkan video tersebut. Kelurga Dita kemudian memasukkan Dita ke Pesantren Nurul Huda di Garut, Jawa Barat.

Ketika menitipkan anaknya, ayah Dita berpesan agar Dita tak boleh dijenguk oleh siapapun. Ia memberikan satu foto laki-laki yang dilarang keras untuk menemui Dita. Awalnya, pihak pesantren tidak mengetahui siapa laki-laki tersebut.

Belakangan, karena kepercayaan Dita terhadap pesantren, ia menceritakan masa lalunya. Pelaku tersebut sempat menelfon pesantren dan meminta agar pesantren mengeluarkan Dita. Ia mengancam, jika tidak dikeluarkan, foto bugil Dita akan disebar.

Setelah berembuk, pesantren bulat akan mendukung dan melindungi Dita. Dalam panggilan ke sekian dari pelaku, Ernawati Siti Syaja’ah, pengasuh Pesantren Nurul Huda yang menerima telefon balik menggertak. “Saya tahu identitas anda dan punya bukti yang akan kami laporkan ke polisi,” gertaknya.

Setelah itu, tidak ada telefon lagi dari pelaku. Pesantren juga telah bersiap-siap untuk membawa ke meja hijau jika pelaku tak berhenti melakukan terror.

Pesantren Nurul Huda terletak di Kampung Cibojong, Garut, Jawa Barat. Pesantren tersebut berdiri pada tahun 1995 di bawah Lembaga Pendidikan Maarif NU. Yayasan tersebut dipimpin oleh KH. Muhammad Nur Addawami.

Reporter: Yusuf

Avatar
1420 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Hilman Latief: Kader Muda Muhammadiyah Harus Paham Risalah Islam Berkemajuan

2 Mins read
IBTimes.ID – Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia menyebut, kader muda Muhammadiyah harus paham isi daripada…
Report

Ema Marhumah: Islam Agama yang Ramah Penyandang Disabilitas

1 Mins read
IBTimes.ID – Ema Marhumah, Dosen Tafsir dan Hadis Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan bahwa Islam adalah agama yang ramah terhadap…
Report

Salmah Orbayinah: Perempuan Penyandang Disabilitas Berhak Atas Hak Pendidikan

2 Mins read
IBTimes.ID – Salmah Orbayinah Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA) menyebut, perempuan penyandang disabilitas berhak atas hak pendidikan. Pendidikan menjadi hak dasar…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds