Oleh: Rijal Ramdani
Selama Dua minggu ini, saya habiskan untuk belajar Geographical Information System (GIS) dan Social Network Analysis (SNA) di Khon Kaen University, Thailand (KKU). Ada hal menarik alam sadar saya, jauh melebihi ketertarikan saya dalam memetakan titik-titik api di peta melalui software Q.GIS.
Ketertarikan itu adalah, saya berjumpa dengan orang-orang berlatar belakang Muhammadiyah di kampus ranking 1 Thailand ini, banyak sekali.
Pertama, saya bertemu 6 kandidat doktor, dosen-dosen yang mengajar di kampus Muhammadiyah. Tiga sudah dan akan segera lulus. Dua orang jurusan keperawatan, dari STIKES Muhammadiyah Palembang dan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dan Satu Ekonomi Pembangunan, dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Di KKU, mereka sudah ditempa publish Scopus minimal 2 artikel. Dugaan saya, 5-10 tahun lagi mereka akan menambah jumlah profesor Muhammadiyah.
Kedua, yang baru dan sudah memulai, jalan S3. Ada kandidat doktor Farmasi dari UMY, keperawatan dari Universitas Aisyiyah dan Muhammadiyah Bengkulu, dan Ekonomi Akuntansi dari Universitas Muhammadiyah Jember. Dahsyat bukan? Saya dengar, obrolan mereka setelah jumatan pun, isinya how to get publish in reputable journals dan Bagaimana mereka dipaksa oleh ajarn-ajarn-nya (professor) untuk melakukan riset yang layak publish.
Ketiga, ada juga professor tamu, visiting fellow, dari kampus Muhammadiyah. Saya tidak menyebutkan dari kampus mana dan orangnya siapa. Yang jelas ini visiting fellow kedua kalinya dari jurusan dan kampus Muhammadiyah yang sama. Tugas utama dari visiting fellow tersebut adalah join publish di jurnal terkemuka. Bahkan visiting fellow pertama, berhasil membantu jurusan Public Administration KKU, untuk menerbitkan Journal; ASEAN Public Policy Review.
Keempat, saya bertemu dengan banyak mahasiswa master programme dari Indonesia saat mengikuti international student party dan maen badminton yang diadakan PPI Thailand, chapter Khon Kaen. Ternyata, banyak anak lulusan kampus Muhammadiyah ketika S1-nya. Saya sampai geleng-geleng gak percaya penuh haru. Ada alumni UNISA, UAD, UMY, UMS, dll. Tersebar di jurusan-jurusan bergengsi, semisal teknologi informasi, urban development, public health, public administration, biology, international relation dll. Mereka sejajar dengan alumni-alumni UGM, UI, dan IPB yang ambil master di KKU juga. Mereka sangat percaya diri, mempimpin dan bahkan menjadi penggerak PPI.
Kelima, anak-anak kampus Muhammadiyah yang ikut exchange. Ada yang full satu semester seperti dari UMY ada yang satu bulan seperti dari UMS. Bangga rasanya mendengarkan cerita mereka. Saya simak baik-baik. Kata mereka hampir setiap pertemuan disuruh presentasi dalam untuk dijadikan contoh bagi anak-anak Thailand yang malu berbicara B.Inggris. Mereka pun dijadikan garda depan oleh ajarn-ajarn-nya untuk menjadi guide tamu-tamu internasional. Mereka juga sangat semangat, untuk bisa presentasi di International conference. Saya tidak membayangkan, betapa akan hebatnya mereka kelak. S1 saja sudah berkemajuan seperti itu, tdak seperti saya yang berkemajuannya terlambat.
Terakhir, di Thailand itu sulit makan menghindari Pork. Saya merasa orang Thai itu maniak, Pork di mana-mana. Tapi di KKU, ada 3 kantin muslim. Kareotiv–milik orang Muslim Khon Kaen, Bulan Sabit–milik pendatang dari Thailand Selatan, dan Kantin Fatimah. Anda tahu, siapa pemilik kantin Fatimah? Pemilknya alumni jurusan pendidikan bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Pontianak. Menikah dengan perempuan Thailand, yang masuk Islam. Beliau berjuang menyelamatkan istrinya, yang dikucilkan oleh keluarga non-muslim Thailandnya. Betapa gigihnya beliau, yang sampai saat ini terus berdakwah menjelaskan tetang damainya Islam kepada keluarga non-muslim istrinya. Motivasi beliau membuka kantin Fatimah pun, untuk memfasilitasi mahasiswa-mahasiswa muslim dalam mendapatkan makanan halal.
Dari kisah pengalaman saya ini, tidakah kita bangga dengan persyarikatan kita ini? Dengan PTM-PTM kita yang telah memfasilitasi calon-calon doktor muslim untuk belajar ilmu-ilmu Cordova, melahirkan anak-anak cerdas, berbakat dan memiliki jiwa kepemimpinan. Muhammadiyah kita membuktikan dengan berbuat. Melalui PTM semangat menggali tradisi kelimuan Islam Barat–meminjam istilah Abeed Aljabiri–yang dulu dipioneri Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Aljabbar, dkk.
Muhammadiyah berhasil menghadirkan Islam modernis dan intelek, tanpa banyak merongrong, meminta, merengek, dan lalu mengklaim merasa paling memiliki negara Indonesia dengan seloga NKRI-NKRI harga mati itu.
Bangkok, 2 September 2019.