Inspiring

Dakwah Kebudayaan ala Sunan Kalijaga yang Harus Kita Contoh

3 Mins read

Dakwah Sunan Kalijaga – Pada awalnya, Islam adalah agama yang lahir di tanah Arab. Namun seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam (khususnya pada era Umar dan setelahnya), maka agama Islam juga semakin menyebar. Termasuk di antara wilayah yang dimasuki oleh Islam dan kini menjadi negara dengan mayoritas penduduk muslim adalah Indonesia.

Kita beruntung bahwa masuknya Islam di Indonesia tidak seperti wilayah-wilayah lain yang melalui pendudukan politik.

Seperti yang terjadi pada wilayah Persia, Romawi, Kostantinopel, dan beberapa negara lainnya. Islam masuk di Indonesia dengan cara yang damai dan soft (lembut), yakni melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan, tasawuf, dan budaya.

Dipilihnya gaya masuk yang demikian itu tentunya beranjak dari kesadaran dan kearifan para misionaris muslim bahwa di Indonesia mayoritas beragama Hindu-Buddha.

Gaya-gaya yang berbentuk konfrontasi sebisa mungkin jangan ditempuh. Sebagai gantinya, maka gaya yang dipilih adalah masuk melalui kebudayaan. Salah satu di antara penyebar Islam yang populer dengan gaya ini adalah Sunan Kalijaga atau Raden Said.

Profil Singkat

Raden Said atau yang akrab dengan sebutan Kalijaga ini lahir sekitar tahun 1450. Ia berasal dari keluarga terpandang, ayahnya yang bernama Raden Tumenggung Wilatikita atau Raden Sahur merupakan seorang Adipati Tuban.

Adapun gelar Sunan Kalijaga yang diatributkan menjadi namanya, sejarah memiliki beberapa versi dalam menguraikannya.

Versi yang cukup populer menyebutkan bahwa julukan itu berasal dari sebuah desa di Cirebon yang bernama Desa Kalijaga. Raden Said dikisahkan pernah bermukim di desa tersebut dan sering berendam di sungai (kali) atau yang dalam istilah Jawa disebut dengan jaga kali.

Makanya, berdasar pada cerita itu, orang-orang akhirnya menyebut dan memanggilnya dengan sebutan Sunan Kalijaga. (Rizem Aizid: 2016, h. 172)       

Baca Juga  Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

Masa lalu Sunan Kalijaga terbilang unik. Ia bukan orang yang alim sejak dulu. Ia adalah mantan perampok. Karena itulah ia juga sempat diberi julukan Brandal Lokajaya.

Namun kemudian insaf setelah bertemu dengan Sunan Bonang. Sunan Bonang menjadikannya murid dan mendidiknya hingga menjadi pendakwah yang kesohor di tanah Jawa.

Kisah pertemuan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang sebenarnya juga termasuk unik. Saat itu Sunan Kalijaga berniat ingin merampok Sunan Bonang. Namun karena takjub dengan kesaktian yang dimiliki oleh Sunan Bonang, ia akhirnya tunduk dan meminta Sunan Bonang untuk menjadikannya murid (H. 174). Dari sinilah awal mula terjalinnya hubungan murid dan guru di antara keduanya.   

Gaya Dakwah Sunan Kalijaga

Jika dibandingkan dengan sunan-sunan lainnya, maka Sunan Kalijaga adalah nama yang lebih populer. Masyarakat Jawa sangat mengenal dan familiar dengan nama ini. Penghargaan masyarakat Jawa terhadapnya sangat tinggi.

Bahkan namanya hingga saat ini terus diabadikan menjadi nama salah satu kampus terkenal di Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga. Apa yang membuatnya demikian dikenang?

Para sejarawan mengatakan karena corak dan gaya dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga sangat menyentuh, yaitu melalu jalur kebudayaan atau tradisi masyarakat setempat.

Sunan Kalijaga adalah orang yang sangat arif. Ia paham betul bahwa masyarakat Jawa adalah masyarakat yang sangat memegang erat tradisi. Karena itu ketika berdakwah, ia sama sekali tidak pernah punya keinginan untuk memberantas dan memberangus budaya atau tradisi.

Sebab hal itu hanya akan melahirkan penolakan terhadap Islam. Oleh karena itu, ia masuk perlahan demi perlahan. Ia tidak mengubah, namun menyusupi tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dengan hal-hal berbau Islam (Ridwan: h. 63)

Baca Juga  Jaringan GUSDURian Akan Gelar Perayaan Istimewa Haul Gus Dur Ke-15 di Yogyakarta

***

Cara-cara dakwah seperti ini tentu adalah hal yang anti-mainstream. Orang yang menerapkannya rentan dituduh melakukan sinkretik. Yaitu mencampur-baurkan antara agama dan budaya. Bahkan di antara kalangan wali songo pun ada yang tidak sepakat dan sempat khawatir dengan cara Sunan Kalijaga tersebut.

Karena dikhawatirkan masyarakat Jawa malah makin merasa nyaman dengan tradisi yang dijalankannya. Namun, berkat kepiawaian seorang Sunan Kalijaga dan kekuatannya dalam meyakinkan wali-wali yang lain, gaya dakwahnya akhirnya direstui.

Walhasil, berkat peran dan jasa besar Sunan Kalijaga, kini hampir mayoritas masyarakat Jawa yang beragama Islam. Salah satu cara nakal yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mengajak orang masuk Islam adalah dengan mengadakan sebuah pagelaran seni dan mengundang masyarakat hadir untuk menyaksikannya.

Acara ini sengaja disetting Sunan Kalijaga jadi acara yang gratis, supaya masyarakat bisa berbondong-bondong datang hadir. Usilnya, sebagai ganti dari karcis yang digratiskan, Sunan Kalijaga meminta setiap mereka yang masuk menonton untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Akhirnya, tanpa sadar, mereka telah menjadi Islam dengan sendirinya.

Bahkan tidak berhenti di situ, setelah masuk di dalam, mereka kembali disuguhkan dengan hal-hal yang berbau Islam, khususnya melalui wayang. Sunan Kalijaga mengubah setting cerita dalam adegan wayang.

Jika dulu adegan wayang hanya berisi tentang cerita-cerita dewa-dewa, Brahma, dan cerita-cerita lain yang khas Hindu-Buddha, maka oleh Sunan Kalijaga cerita tersebut sedikit diubah dan diarahkan ke hal-hal yang bernilai Islam, khususnya tentang doktrin tauhid.

Belajar dari Dakwah Sunan Kalijaga

Para pendakwah di zaman sekarang harus banyak belajar pada Sunan Kalijaga, terutama pada gaya dakwahnya. Gaya dakwahnya yang damai dan tidak konfrontatif sudah selayaknya menjadi pedoman.

Baca Juga  Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Masih Jauh dari Semangat Bhinneka Tunggal Ika

Memilih gaya dakwah yang demikian akan sangat memperbaiki citra Islam. Bahwa Islam tetaplah agama yang ramah, dan tidak sama sekali agama yang marah.

Satu hal lagi, berkaca dari gaya dakwah Sunan Kalijaga, maka para pendakwah harus membekali dirinya dengan banyak ilmu. Bukan hanya ilmu tentang retorika atau konten-konten dakwah, melaikan juga ilmu sosiologi (ilmu tentang masyarakat).

Sebab hanya dengan mengetahui kondisi masyarakat, kita akan lebih arif dan bijaksana dalam menjalankan misi dakwah. Kita menjadi lebih tahu kebutuhan dan gaya dakwah yang seperti apa untuk suatu masyarakat.    

Editor: Yahya FR

Avatar
18 posts

About author
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PC IMM Ciputat
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds