Suaranya yang sedikit ngebas namun merdu membuat orang tertegun menyimak ceramah-ceramahnya. Senyumnya yang khas menebarkan damai ke semua orang. Ia termasuk tokoh besar di lingkungan Muhammadiyah. Kiprahnya diakui oleh Muhammadiyah maupun non Muhammadiyah. Perannya cukup getol dalam pentingnya Islam yang penuh kedamaian, dialogis, akomodatif, dan jauh dari jebakan konfliktual.
Din Syamsuddin sejak kecil sudah karib dengan organisasi. Ia telah menjadi ketua IPNU cabang Sumbawa di tahun 1970-1972. Merantau ke Jawa, ia mondok di Pondok Modern Gontor Darussalam Ponorogo. Lepas dari Gontor, ia melanjutkan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia lulus sarjana muda tahun 1980. Dari bangku perguruan tinggi itulah, karirnya bersama Muhammadiyah ditapaki. Dari menjadi ketua DPP IMM tahun 1985, kemudian aktif di PP Pemuda Muhammadiyah 1989-1993.
Di dalam lingkaran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), ia menjadi sekretaris Dewan Penasehat ICMI Pusat 1990-1995. Chairman World Forum sejak 2006, menjadi sekretaris MUI 2000-2005. Ia juga sempat menjadi ketua umum organisasi ulama paling otoritatif, Majelis Ulama Indonesia 2014-2015. Dan menjadi ketua dewan pertimbangan MUI semenjak 2015. Din Syamsuddin juga memimpin Muhammadiyah sampai ke puncak di tahun 2005-2015.
Dakwah Din Syamsuddin
Pembawaannya dalam dakwah yang toleran, inklusif, penuh dialog membuatnya dipercaya sebagai juru tengah dalam konflik keagamaan di Indonesia hingga manca negara. Dalam buku Percik Pemikiran Tokoh Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan (2018), Din mengungkapkan bahwa krisis bangsa kita adalah buta aksara moral. Buta aksara moral lebih berbahaya ketimbang buta aksara literasi.
Selama memimpin Muhammadiyah, Din menghindari ekstrimisme, fanatisme, dan eksklusifisme. Ia getol melakukan dialog antar tokoh agama untuk masalah-masalah kemanusiaan dan menciptakan perdamaian di negeri kita. Di bawah kepemimpinan Din, Muhamamdiyah turut serta dalam penanganan konflik di Thailand Selatan.
Dalam buku Profil 1 Abad Muhammadiyah, disebutkan “bersama kepemimpinan Din Syamsudin telah mampu membuktikan kepada dunia bahwa persyarikatan Muhammadiyah bukan hanya ormas Islam terbesar di dunia dilihat dari spektrum amal usahanya, namun juga mampu meneguhkan eksistensi dan peran kekinian Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang menjunjung tinggi perdamaian dan kebersamaan umat manusia semesta.”
Di negerinya sendiri, Din Syamsuddin adalah konseptor Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian). Konsep ini pernah disampaikan oleh Din Syamsuddin dalam Pidato Kebangsaaan di kantor PP Muhammadiyah 18 Agustus 2011 dan berselang satu tahun di Gedung MPR RI pada 1 Juni 2012.
Kiprah Din Syamsuddin
Kiprah Din Syamsuddin di politik terbilang cukup lama yakni selama 7 tahun. Ia mendapat amanah menjadi ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) DPP Golkar dan menjadi anggota MPR Fraksi Golkar. Ia juga pernah menduduki Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Depnaker RI.
Lepas mengembara dalam kehidupan politik, Din seperti turun gunung. Ia menepi semenjak tahun 2000, dan aktif dalam organisasi keagamaan dan sosial. Ia mengajar di UHAMKA, UI, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun di tahun 2009, ia dicalonkan sebagai Presiden dari Partai Matahari Bangsa.
Selama menahkodai Muhammadiyah, ia dipercaya dalam berbagai organisasi perdamaian dunia. Ia aktif di Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), World Islamic People’s Leadership (WIPL), World Council of World Islamic Call Society (WCWICS), dan Asia Commitee on Religions for Peace (ACRP) dan World Peace Forum (WPF).
Din dikenal sebagai tokoh yang kritis terhadap pemerintah. Ini dibuktikan saat ia ditawari menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban di tahun 2017. Semula ia menolak, namun kemudian menyetujui dengan tiga syarat di antaranya: pertama, diizinkan tetap kritis. Kedua, sebagai utusan khusus presiden diminta difungsikan. Ketiga, Ia meminta untuk tidak digaji (Detik, 19/8/2020). Artinya, meski ia berada dalam lingkar kekuasaan, ia tetap bisa menyuarakan kritisismenya.
Meskipun hanya sebentar, melalui jabatan Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP), Din berhasil menyelenggarakan High Level Consultation of World Muslim Scholars on Wasathiyyah Islam (HLS-WMS) selama tiga hari, yaitu 1-3 Mei 2018 di Bogor. Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) melahirkan Bogor Message berupa konsep Islam Wasathiyah khas Indonesia untuk dunia.
Kontribusi Din untuk Umat Islam
Pergulatan intelektual dan juga keresahannya terhadap persoalan umat Islam dunia membawanya untuk terus terlibat. Din Syamsuddin getol dalam gerakan moderasi Islam (wasathiyyah Islam). Islam yang anti kekerasan, penuh dialog dan kasih sayang, serta menjunjung nilai-nilai perdamaian.
Di lingkungan Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin terlihat lentur dan membawa organisasi ini menjadi tidak kaku. Ia mencitrakan MUI tidak hanya sebagai lembaga yang mengurusi urusan fatwa semata. Namun, dalam konteks kebangsaan, MUI juga memiliki peranan untuk mengingatkan pemerintah yang keliru. Itulah mengapa meskipun menjadi Ketua Dewan Pertimbangan MUI, ia masih tetap kritis terhadap pemerintah.
Kiprah dan Peranannya di organisasi Islam khususnya Muhammadiyah menjadi inspirasi anak muda dan kader Muhammadiyah. Dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan, Din Syamsuddin telah menancapkan dan merintis gerakan moderasi Islam yang teduh, dan damai.
Editor: Yahya FR