IBTimes.ID – Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia berniat akan menyenggarakan “Sekolah HAM”. Langkah ini dilakukan untuk menyamakan persepsi dan pandangan bahwa Islam dan HAM saling melengkapi dan kompatibel, yang secara substansi tidak berseberangan. Selain itu, tahun lalu, Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat juga sudah melakukan seminar internasional tentang HAM yang dikaji dari berbagai perspektif, ujar Manager Nasution, salah satu ketua bidang di Komisi Hukum dan HAM MUI dalam sambutan pembuka saat audiensi dengan Dirjen HAM Kemenhukham RI pada Selasa, (1/72023).
Lebih lanjut, Manager mengatakan bahwa pihaknya telah beraudiensi dengan Dirjen HAM, Kemenkumham RI, untuk silaturahmi, membangun kerjasama dan saling support.
“Alhamdulillah, gayung bersambut. Semoga dimudahkan sampai pada hari H. Sebagai sebuah niat baik, Sekolah HAM ini diperuntukkan untuk pengurus MUI yang ada sampai tingkat Kecamatan, walaupun di beberapa tempat ada yang sampai tingkat desa. Serta keinginan adanya MoU antar dua lembaga tersebut,” lanjut Manager.
Dirjen HAM, Dhahana Putra, yang juga didampingi Direktur Fasilitasi dan Informasi HAM (Darsyad) dan Tim, menyambut baik, dan mengatakan bahwa antara Komisi Hukum dan HAM dengan Dirjen HAM telah satu frekuensi. Ia pun meminta Komisi Hukum dan HAM agar bersilaturahmi dengan Menteri Hukum dan HAM agar kerja sama bisa lebih luas, dan Dirjen HAM berjanji akan membantu memfasilitasi pertemuan tersebut.
Lebih lanjut, Dirjen HAM mengatakan bahwa, pihaknya telah memiliki berbagai modul dan bahan ajar, sehingga nantinya bisa dikolaborasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan teknis di lapangan oleh pengurus MUI.
Tak ingin menyia-nyiakan tawaran Dirjen HAM tersebut, Yulianti Muthmainnah, Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI dan Kepala PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta menarasikan bahwa sangat penting memasukkan perspektif perempuan dan kisah heroik perempuan di jaman Nabi dan para sahabat serta dukungan Nabi pada perempuan di wilayah publik, dimasukkan dalam modul dan baham ajar ‘Sekolah HAM’ tersebut. Hal ini dilakukan sebagai sebuah kekhasan isu perempuan, termasuk isu perempuan di internasional dan nasional. Agar isu perempuan terintegrasi dengan isu HAM sekaligus meluruskan persepsi yang salah, seperti kebolehan memukul istri karena tidak melayani, melarang perempuan tampil di publik, dan lainya, yang sebenarnya jauh dari semangat Islam dan pemberdayaan yang dilakukan Nabi untuk perempuan.
Di akhir pertemuan, Komisi Hukum dan HAM MUI memberikan souvenir berupa buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” yang ditulis Yulianti, anggota Komis Hukum dan HAM MUI.
(Yusuf)