Sekolah merupakan sebuah lembaga pembelajaran formal yang berisi siswa sebagai aktor pembelajar dan guru sebagai aktor pengajar yang bertujuan untuk menciptakan generasi emas bangsa. Sekolah sendiri diartikan sebuah rumah kedua bagi siswanya.
Pasalnya, siswa dapat menghabiskan waktu untuk menyalurkan hobi, bermain, belajar, serta bersosialisasi antar siswa dan guru di sekolah. Selain itu, guru menjadi orang tua kedua bagi siswa.
Di sekolah, siswa dididik oleh guru menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, kreatif, mandiri, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai yang tertulis di pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003.
Akan tetapi, proses belajar dan mengajar antara guru dan siswa bisa berhasil, bilamana didukung iklim positif di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, bagaimanakah cara menciptakan iklim positif tersebut?
Menciptakan Iklim Positif di Sekolah
Sebagaimana diketahui, manakala kondisi sekolah terasa nyaman, aman, damai, serta aktif dalam pembelajaran maka akan mengakibatkan iklim positif di suatu sekolah.
Sekolah yang memiliki budaya kondusif dapat membangun watak dan karakter suatu pada siswa. Maka daripada itu, untuk menciptakan iklim positif tersebut dibutuhkan beberapa strategi.
Pertama, melestarikan budaya demokrasi di sekolah. Meminjam pendapat Goodlad (Dede Rosyada, 2004 : 19), bahwa setting demokrasi merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar, yaitu bahwa sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk semaksimal mungkin mereka belajar.
Siswa bebas menyampaikan berpendapat tanpa takut salah. Upaya menciptakan pola komunikasi yang menggembirakan akan mengurangi rasa takut untuk bertanya dan menjawab dari guru pengajarnya. Siswa bebas mengasah kreatifitas, bakat, dan minat. Kebebasan bependapat dan berkreativitas ini justru akan bisa mengasah kecerdasan bahkan memunculkan bakat yang selama ini terpendam.
Bisa mencontoh pendidikan di Barat sebagai contoh peradaban maju. Sejak kecil, seorang anak dibebaskan untuk bertanya meski pertanyaan tersebut nampak remeh. Akan tetapi pertanyaan tersebut justru menjadi pintu jalan bagi para guru untuk lebih mengeksplor daya kritis dan daya ingin tahu seorang anak.
Atmosfer demokrasi di dalam ruang kelas maupun sekolah menjadi tercipta atmosfer demokrasi yang baik. Semakin diperkuat lagi manakala kemampuan guru dalam menanamkan setting demokrasi ditingkatkan melalui program-program pelatihan guru. Sebab, kemampuan guru sangat berpengaruh terhadap pencapaian misi dan tujuan pendidikan.
***
Kedua, memperkuat kualitas proses pembelajaran. Upaya untuk memperkuat kualitas proses pembelajaran yang baikbisa di mulai manakala hubungan antara siswa dan guru seperti mitra. Siswa bukan obyek. Siswa tidak diposisikan sebagai kalangan subordinat.
Namun seperti mitra yang setara tanpa harus melupakan budaya sopan santun dan saling menghormati. Selain itu, proses pembelajaran efektif bilamana ketika guru mampu menjiwai proses pengajaran. Ada ruh seorang pendidik sejati di dalam jiwa.
Semakin diperkuat lagi, manakala kepala sekolah mampu memberikan motivasi kepada guru untuk meningkatkan kerja kreativitasnya supaya dapat merancang pembelajaran yang kondusif dan efektif.
Akhir kata, rasa nyaman dan kondusif akan menambah manfaat besar bagi seorang pelajar di linkungan pembelajaran. Menghilangkan stress dan tegang akan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif.
Berada di perpustakaan siswa akan merasa aman, nyaman, damai, tentunya serta akan menumbuhkan rasa aktif dalam belajar di sekolahan. Alhasil,iklim positif di sekolah pun bisa terwujud.
Nun waqalami wama yasturun!
Editor: Yahya FR