Perspektif

Dua Perempuan yang Berhasil Menjadi Pemimpin Politik

3 Mins read

Dalam sejarah nasional maupun dunia, kepemimpinan politik identik dengan laki-laki. Raja-raja dari perdaban yang silih berganti, mayoritas adalah laki-laki. Perempuan hanya menjadi peran figuran dalam jatuh bangunnya peradaban di masa lalu, bahkan mungkin hingga kini. Peran utama tetap dipegang laki-laki, misalnya para Fir’aun dalam peradaban Mesir Kuno, para kaisar Romawi Kuno dan Persia.

Pemimpin Perempuan di antara Dominasi Laki-laki

Namun diantara dominasi laki-laki yang begitu kuat, terdapat sosok pemimpin perempuan yang menonjol. Mereka juga sekaligus bisa membuktikan bahwa perempuan mampu untuk menjadi pemimpin. Contohnya adalah Ratu Cleopatra penguasa Mesir di era Romawi dan Margareth Tatcher perdana Menteri Inggris di era modern.

Tak kalah dengan peradaban barat, sejarah Islam pun melahirkan pemimpin perempuan yang berhasil dalam kepemimpinannya. Ada dua sosok yang akan saya bahas dalam tulisan ini. Pertama adalah Ratu Balqis penguasa Negeri Saba pada masa Nabi Sulaiman. Kedua, Ratu Syajaratuddur penguasa Dinasti Ayyubiyah.

Ratu Balqis Sang Pemimpin Bijaksana

Kisah pertama adalah tentang Ratu Balqis, sosok penguasa Negeri Saba yang dikaruniai oleh Allah SWT. Kekuasaan yang sangat kuat. Tak hanya memerintah manusia, dia juga menguasai jin untuk tunduk kepadanya. Sayangnya Ratu Balqis dan rakyatnya tidak menyembah Allah SWT, melainkan menyembah matahari.

Tatkala Nabi Sulaiman mengetahui sosok Ratu Balqis, dia ingin mengajaknya untuk menyembah Allah SWT. Nabi Sulaiman pun mengirim surat ajakan kepada Ratu Balqis. Al Qur’an menceritakan jawaban Sang Ratu saat menerima surat dari Nabi Sulaiman dalam ayat berikut:

Berkata ia (Balqis),”Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat  yang  berharga.  Sesungguhnya  surat  itu  dari  Sulaiman  dan  dan  sesungguhnya  (isi)nya: Dengan  (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang. Janganlah kamu sekalian  berlaku  sombong  terhadapku  dan  datanglah  kepadaku  sebagai  orang-orang  yang berserah  diri.  Berkata  Balqis,”Hai  pembesar-pembesar,  berilah  aku  pertimbangan  dalam urusanku  (ini)  aku  tidak  pernah  memutuskan  sesuatu  persoalaan  pun  sebelum  kamu  berada dalam majelis (ku)” (QS An-Naml: 29-32).

Baca Juga  Bagaimana Pesantren Menjawab Tantangan Bonus Demografi?

Dari ayat di atas, kita tahu bahwa Ratu Balqis bukan hanya sosok yang kuat, namun juga bijaksana dan demokratis. Beliau meminta pertimbangan kepada rekan-rekannya saat akan mengambil keputusan. Hasil dari musyawarah itu adalah Ratu Balqis meminta Nabi Sulaiman untuk memindahkan singgasananya. Setelah Nabi Sulaiman berhasil memenuhi permintaan Ratu Balqis, sang Ratu pun akhirnya menyatakan keimanannya kepada Allah SWT.

Ratu Syajaratuddur, Pemimpin Cerdas Di Tengah Krisis

Kisah kedua menceritakan sosok Ratu yang Bernama Syajaratuddur, istri dari Sultan Shalih penguasa Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Beliau asalnya adalah budak yang dimerdekakan lalu dinikahi oleh Sultan Shalih. Sejak awal Sultan Shalih sudah tertarik dengan kecerdasan dan kecantikannya.

Pasca kematian suaminya, Syajaratuddur mengambil alih pemerintahan sementara sebelum diambil alih putra mahkota Turah Syah yang sedang berada di luar Mesir. Pada masa itu tentara salib angkatan ketujuh telah mendekati wilayah Mesir yang dipimpin oleh Raja Prancis Louis IX.

Mereka datang untuk membalas dendam karena kekalahan mereka pada perang Salib ketiga, sehingga mereka kembali untuk menaklukkan Dinasti Ayyubi. Sang ratu harus memerintah dalam kondisi yang sangat genting tersebut. Dia ikut menyusun strategi pertahanan dan penyerangan Bersama wakil Sultan.

Salah satu taktiknya untuk melawan musuh, ia menyuruh Amir Baibar al-Banduq panglima militer Mamalik untuk menyerang tentara Salib di kawasan Manshurah dengan taktik penyusupan. Akhirnya perang ini berhsail dimenangkan, raja Loius IX berhasil ditawan.

Setelah Puta Mahkota tiba kembali di Mesir kemudian dibai’at menjadi sultan dinasti Ayyubi, banyak konflik terjadi dan akhirmya ia dibunuh. Kemudian dinasti  Ayyubi Runtuh dan kekuasaan dinasti Ayyubi pindah ke dinasti Mamluki. Dinasti Mamluki merupakan koalisi antara Syajaratu Durri dan orang-orang kepercayaannya.

Baca Juga  1 Triliun Muhammadiyah, Nggak Pake Pasir!

Belajar dari Pemimpin Politik Perempuan

Kisah Ratu Saba dan Syajaratuddur ini mematahkan anggapan bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin politik. Anggapan ini lahir dari pemahaman tekstual terhadap hadits Nabi Muhammad SAW bahwa suatu kaum tidak akan beruntung jika dipimpin oleh perempuan. Ditambah dengan hadits bahwa perempuan itu kurang akal dan agamanya.

Padahal dari Ratu Saba, kita bisa melihat kemampuan seorang perempuan dalam mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional. Hal ini membantah stigma bahwa perempuan selalu memakai perasaan dan kurang rasional.

Dari Ratu Syajaratuddur juga kita bisa melihat bagaimana kecerdasan dan keberanian seorang perempuan dalam memerintah bahkan memimpin peperangan. Hal ini membantah stigma bahwa perempuan adalah kaum yang lemah dan tertindas yang membutuhkan perlindungan laki-laki.

Editor: Yahya FR

Robby Karman
26 posts

About author
Dewan Redaksi IBTimes.ID
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds