Paparan informasi digital menambah deret baru dalam kekhawatiran bersama akan kondisi informasi yang diterima oleh generasi mendatang. Utamanya bagi generasi berikutnya, digital natives adalah istilah yang menggambarkan tentang individu sedari lahir dan tumbuh di era digital.
Individu yang sedari lahir sudah terpapar media digital dan sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. Menambah deret informasi tentang keberagaman individu lainnya di berbagai belahan dunia. Kesadaran bahwa individu yang beragam bisa memiliki latar belakang, budaya, dan cara belajar yang berbeda, menjadi semakin penting dalam konteks pendidikan masa depan. Pendidikan harus mampu mengakomodasi keberagaman ini dengan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif.
Pendidikan adalah hak untuk semua anak seperti yang tercantum dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan “ setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” hal ini sekaligus menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal penting bagi semua warga negara.Pada hari ini pembangunan pendidikan di Indonesia menjadi sangat berkembang pesat. Pencanangan untuk semua anak termasuk anak dengan kebutuhan khusus (ABK) dapat memperoleh hak yang sama dalam pendidikan di sekolah reguler membuka kesempatan bagi ABK untuk belajar belajar bersama dengan anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Pendidikan inklusi adalah pendekatan pendidikan yang mengakomodir hak yang setara kepada semua anak.
Menilik Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan Inklusi
Kebijakan pemerintah memiliki peran krusial dalam pengembangan dan implementasi pendidikan inklusi. Upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan inklusivitas pendidikan tercermin dalam sejumlah kebijakan regulasi dengan tujuan memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Kebijakan pendidikan inklusi mengacu kepada aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Undang- undang tersebut mengacu pada UUD 1945 Pasal 28 H ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat dan keadilan.
Pendidikan inklusi sendiri sudah diatur pemerintah melalui kebijakan tentang pendidikan inklusi bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 5 Ayat 2, 3 dan 4 pasal 32 yang menyebutkan bahwa pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan (fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial) atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi, baik pada tingkat dasar maupun menengah.
Pendidikan inklusi tidak hanya memasukkan siswa dengan kebutuhan khusus ke sekolah reguler melainkan juga menciptakan budaya sekolah yang mendukung keberagaman. Kebijakan ini memperkuat posisi pendidikan inklusi untuk dapat berjalan secara optimal.
Mewujudkan Karakter Inklusif Melalui Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi mengacu kepada sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pembelajaran dalam satu lingkungan bersama-sama peserta didik pada umumnya.
Pendidikan inklusif mendorong anak berkebutuhan khusus lebih berkembang. Misalnya ketika anak netra yang memiliki kebiasaan blindism. Blindism adalah perilaku yang tidak lazim dilakukan, blindism bisa merujuk pada pengulangan tingkah laku motorik seperti menggoyangkan tubuh, menggelengkan kepala, dan menekan bola mata dimana kegiatan itu merupakan kegiatan yang hampir tidak bisa diterima secara sosial(Romadhon & Wijiastuti, 2017). Jika anak blindism netra bersatu dengan sesama netra dan non-blindism maka akan ada kemungkinan untuk menularkan blindism. Namun jika anak tersebut sekolah di sekolah inklusi anak reguler tidak akan tertular dan kebiasaannya akan sama dengan anak reguler.
Penanaman Karakter Inklusif Sedari Dini untuk Menghargai Keberagaman
Semua keberagaman harus dirayakan bukan dijauhi. Menjadi prinsip utama dalam karakter inklusif. Karakter inklusif dikaitkan pada cerminan atas penerimaan dalam perbedaan serta upaya untuk menghormati dan melibatkan kerjasama tanpa memandang latar belakang suku, agama, jenis kelamin, status sosial, kemampuan antar individu.
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai dengan usia enam tahun. Pada pengertian yang diungkapkan The National Association for The Educations of Young Children (NAEYC) mendefinisikan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Selanjutnya direktorat pendidikan anak usia dini memaparkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun baik yang terlayani maupun yang tidak terlayani di lembaga pendidikan anak usia dini. Istilah golden age juga sering disematkan untuk kelompok usia ini. Istilah usia emas pada usia ini disebabkan pada usia ini adalah usia penentuan bagi pembentukan dan kepribadian anak serta pada kemampuan intelektualnya.
Anak usia dini merupakan anak yang sedang berada dalam proses perkembangan, perkembangan tersebut meliputi perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional dan bahasa. Oleh karenanya tak jarang menyebut usia ini sebagai usia yang masih murni untuk dapat menyerap berbagai informasi. Setiap individu pada usia ini tentu memiliki karakteristik tersendiri, namun secara general perkembangan anak bersifat progresif, sistematis dan berkesinambungan.
Sejalan dengan itu seorang yang dikenal sebagai “bapak taman kanak-kanak“ abad ke-19 Friedrich Froebel mengatakan bahwa masa ini adalah masa yang fundamental untuk perkembangan individu karena pada masa ini terjadi peluang besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
***
Froebel percaya pendidikan pada usia awal harus berfokus perkembangan anak secara keseluruhan, aspek ini juga meliputi aspek emosional, mental, fisik dan sosial. Pada masa ini Froebel menekankan bahwa perbaikan pendidikan terhadap pendidikan anak usia dini merupakan tahapan yang penting sebelum mengarah kepada reformasi pendidikan dan sosial yang komprehensif. Lebih lanjut Froebel melalui pendekatan filosofi pendidikannya menyebut bahwa pada dasarnya anak-anak kreatif dan proses belajar yang paling baik yakni melalui pendidikan dan pengalaman langsung.
Penanaman karakter inklusif dapat menciptakan individu dengan jiwa toleransi yang tinggi untuk melihat berbagai perbedaan yang timbul di masyarakat. Di Indonesia sendiri stigma dan label negatif masih langgeng disematkan untuk kelompok masyarakat minoritas dan masyarakat difabel. Stigma negatif tersebut dapat diubah sejak dini dengan menanamkan karakter inklusif agar individu tersebut dapat mengerti bahwa di masyarakat ada kelompok minoritas dan kelompok difabel, penanaman karakter ini pada akhirnya akan membentuk cara pandang anak dalam melihat sesuatu. Penanaman sikap toleransi sedari dini diharapkan mampu untuk mengkonstruksi pengalaman pribadi dalam melihat perbedaan menjadi pemahaman yang berdampak pada perilaku positif dari diri sendiri kepada lingkungan sosial masyarakat yang tercermin dalam setiap pikiran dan perbuatannya.
Selain toleransi dalam pemahamanan inklusivitas sedari dini pertama, menjadi satu step penting untuk memberikan pemahaman yang sehat dalam hal mengemukakan perbedaan individu. Pemahaman bahwa satu individu dengan individu lain memiliki keunikan masing masing akan mengkurasi prasangka dan stereotip terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu.
***
Kedua, meningkatkan kemampuan emosional dan sosial kearah yang lebih baik. Interaksi langsung antar anak dengan latar belakang berbeda memberikan pemahaman kepada anak untuk dapat berbaur, berbagi, bekerjasama bahkan menyelesaikan konflik secara konstruktif. Selain itu individu dapat berinteraksi dn mengajarkan rasa hormat dengan orang lain
Ketiga, pengenalan tentang keragaman mengajarkan anak untuk menghargai berbagai perspektif dan memiliki perkembangan kognitif dan kreativitas yang beragam. Keberagaman ini melatih individu anak untuk dapat terbuka dan dapat inovatif dalam menyelesaikan masalah dan tantangan.
Keempat, pendidikan inklusi akan berperan penting sebagai langkah preventif di masa depan terhadap tindakan diskriminasi dan ketidakadilan. Ketika sedari dini sudah diajarkan untuk melihat semua individu itu setara maka anak akan cenderung mengembangkan pandangan yang lebih adil dan tidak berpihak pada satu sisi.
Semua hal tersebut memerlukan kerjasama semua pihak, orang tua, orang dewasa dan lingkungan pendidikan untuk menciptakan iklim yang inklusif. Karenanya, masa depan pendidikan harus merangkul keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, menjauhkan dari stereotip kelompok dan memastikan bahwa semua individu terlepas dari kemampuan atau latar belakang mereka, mendapatkan hak yang sama untuk semua.
#INFID
#IBTimes.ID
#KitaBikinPaham
#KitaBikinInklusif
#GapapaBeda
Editor: Yafaro