Perspektif

Emansipasi Wanita untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah

4 Mins read

Masak, macak, lan manak acapkali terdengar apabila membahas wanita. Juga, wanita harus di rumah, mengurusi anak, melayani suami dan mengurus bagian dapur saja. Ah, klasik sekali apabila masih terbangun maidset itu di zaman teknologi kini. Kesetaraan gender saja telah digalakkan oleh kaum feminis di berbagai penjuru kota Indonesia. Kok perempuan masih saja diibaratkan pembantu suami hanya untuk memuaskan hasrat suami.

Sebenarnya, masih banyak yang dapat dikerjakan perempuan masa kini atas keterbukaan informasi, dan ruang publik yang begitu bebas berpendapat. Nah, dengan itulah wanita mendapatkan kewajiban atas dirinya, dengan tetap mengutamakan kewajibannya sebagai Istri yang bertanggung jawab atas suami dan melakukan kewajiban sebagai ibu atas anak. Wanita berhak mendapatkan hak mereka terutama dalam berkeluarga.

Dengan terpenuhinya hak tersebut maka wanita akan merasa nyaman dan merasa terhormat di dalam keluarga. Yang mana akan timbul rasa menyayangi, mengasihi, dan suka rela menjalani hidup bersama dalam keluarga atau dapat disebut dengan sakinah, mawadah, wa rahmah.

Sejarah Emansipasi Wanita di Indonesia

Pada abad XIX, perbincangan mengenai perjuangan hak-hak wanita yang timbul karena adanya kesadaran dalam memenuhi hak dalam berbagai aspek yang seharusnya kaumnya juga mendapatkannya. Perkembangan pejuang kesetaraan gender dilatarbelakangi oleh isu-isu yang muncul di dunia. Munculnya gerakan ini membawa imbas terhadap wanita di Indonesia.

Raden Ajeng Kartini adalah sosok wanita yang memperjuangkan hak-hak wanita atas ketidakadilan memposisikan derajat wanita di bawah derajat laki-laki. Sederhananya, emansipasi wanita bermakna kesamaan derajat antara wanita dan pria dalam segala pemenuhan hak sebagai warga negara.

Langkah terbaik untuk mengawali emansipasi wanita yang dilakukan RA Kartini adalah melalui pendidikan. Ia membangun sekolah wanita, dengan alasan bahwa pendidikan mampu memelopori tercapainya emansipasi wanita. Buku yang dapat menggambarkan emansipasi wanita oleh RA Kartini, yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang.

Munculnya ide emansipasi wanita oleh RA Kartini membawa pengaruh besar terhadap pergerakan kaum wanita di Indonesia. RA Kartini adalah figur pelopor dan pendobrak ketertindasan kaum wanita, yang mampu mengangkat martabat kaumnya dengan memajukan pendidikan untuk kaum wanita itu sendiri.

Baca Juga  Benarkah Manusia Modern Tidak Butuh Agama dan Spiritualitas?

Kesetaraan Gender Perspektif Keluarga Islam

Suargo nunut , neraka katut begitulah peribahasa dalam tradisi Jawa yang sangat dipengaruhi ajaran Islam. Adanya interprestasi laki-laki adalah pemimpin wanita yang mengharuskan wanita harus patuh pada suaminya. Dalam hukum Islam, yang tercermin dalam kitab-kitab fiqh bahwa wanita dipandang sebagai makhluk yang derajatnya di bawah derajat laki-laki. Seperti konsep dalam kewarisan yang pembagiannya 2 :1, konsep kesaksian, dan dalam bidang perkawinan pun wanita dianggap sebagai makhluk yang derajatnya di bawah laki-laki. Seperti persoalan nikah, talak, dan rujuk, di mana laki-laki yang dapat menentukan dan wanita hanya bisa pasrah.

Al-Quran Surat An-Nisa ayat 34, menurut Fazlur Rahman, laki-laki adalah qawwamun atas perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian lain dan karena mereka (laki-laki) memberi nafkah dari sebagian hartanya bukanlah perbedaan hakiki melainkan fungsional. Artinya, jika seorang istri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri, baik karena warisan maupun karena sendiri, dan memberikan sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan suaminya akan berkurang karena sebagai seorang manusia ia tidak memiliki keunggulan dibandingkan dengan istrinya.

Dalam salah satu tulisannya, KH Sahal Mahfudz mengatakan bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) pada dasarnya mempunyai kesamaan yang hakiki. Yaitu sama-sama mempunyai hak dan kewajiban, serta terdiri dari ruh, jasad, akal, nafsu, dan perasaan. Kelima unsur tersebut dalam kehidupan manusia saling mempengaruhi satu sama lain, yang kemudian dapat menumbuhkan dua kekuatan, yaitu quwwah ‘amaliyah dan nadhariyyah (kemampuan fisik dan intelektual).

Sebagaimana Gus Dur mengemukakan bahwa wanita dan laki-laki pada dasarnya mempunyai derajat yang sama, memiliki persamaan hak dan kewajiban. Perbedaan jenis kelamin jangan menjadi alasan untuk menempatkan posisi wanita di bawah laki-laki. Perbedaan biologis ini seharusnya menuntun manusia kepada kesadaran bahwa laki-laki dan wanita bisa saling melengkapi satu dengan lainnya.

Baca Juga  Menyoal Guru Penggerak dan Suasana Belajar Merdeka Mas Menteri

Mewujudkan Keluarga Sakinah

Sakinah, mawadah, wa rahmah adalah pokok tujuan dalam berkeluarga. Setelah akad pernikahan yang dilaksanakan, yang berujung pada kata “sah.” Kata samawa adalah do’a yang dipanjatkan mempelai dan orang lain kepada kedua mempelai. Sakinah, mawaddah, wa rahmah memang mudah diucapkan, namun sesungguhnya sulit untuk dicapai. Perlunya usaha lebih bagi pasangan suami-istri untuk saling membagi rasa, bersama-sama saling mengerti dan saling membangun bangunan keluarga yang kokoh.

Kebahagiaan akan muncul dalam rumah tangga jika didasari ketakwaan, hubungan yang dibangun berdasarkan percakapan dan saling memahami, urusan yang dijalankan dengan bermusyawarah antara suami, istri, dan anak-anak. Semua anggota keluarga merasa nyaman karena pemecahan masalah dengan mengedepankan perasaan dan akal yang terbuka. Apabila terjadi perselisihan dalam hal apa saja, tempat kembalinya berdasarkan kesepakatan dan agama.

Keluarga sakinah adalah keluarga yang harmonis, damai, penuh toleransi dan dibangun atas dasar kesadaran, menjaga hak dan kewajiban suami-istri, jauh dari kekerasan, terpenuhinya kebutuhan material dan spiritualnya, dan dapat menyelesaikan masalah yang ada dengan baik. Sakinah dengan didasari pada mawadah wa rahmah, serta keseimbangan hak dan kewajiban yang sma baik.

Komunikasi Kunci Keluarga Samawa

Meskipun laki-laki adalah pemimpin keluarga, namun bukan berarti laki-laki bisa semena-mena mengatur semua keputusan dan mengharuskan istri patuh dengannya. Keputusan bisa dibicarakan satu sama lainnya. Apabila keputusan yang telah diambil oleh istri berlawanan, suami berhak meluruskan dan membimbing. Jadi, lebih tepatnya laki-laki adalah pembimbing bagi istri dan anaknya. Sehingga keluarga yang dibina akan lebih harmonis karena saling menghargai hak-hak anggota keluarganya terutama hak seorang istri.

Komunikasi yang baik adalah faktor terpenting untuk mewujudkan keluarga samawa, dengan komunikasi emansipasi wanita sebagai istri juga terpenuhi. Pemenuhan hak dan kewajiban suami-istri tercapai sehingga tidak adanya pertengkaran dalam berkeluarga/KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) karena saling memahami. Keterbukaan dalam hubungan juga sangat mempengaruhi tercapainya keluarga samawa, saling bertukar pikiran, menyelesaikan masalah bersama, dan menyatukan pikiran.

Baca Juga  Posisi Perempuan dalam Kemerdekaan Bangsa

Maka dari itu, emansipasi wanita adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan keluarga samawa. Emansipasi menjadikan suami dapat menghargai pendapat istri, dan istri merasa dihargai dalam berkeluarga. Berbagai keputusan di rumuskan bersama dengan kesakinahan yang didasari mawadah wa rahmah, yakni kasih sayang dan rahmat dari Allah SWT.

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Pelajar Jogjakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds